29 Oktober 2010

Merapi

MERAPI, Jawa Tengah

Compiler : Syamsul Rizal W. (syamsul@vsi.esdm.go.id)

Editor : Mas Atje Purbawinata, Asnawir Nasution


Keterangan Umum

Nama

:

G. Merapi

Nama Lain

:

-

Nama Kawah

:

Kawah Mati

Lokasi

:

Koordinat/ Geografi : 7°32,5'LS dan 110°26,5' BT. Secara administratif termasuk :Kab. Sleman, Prop. DI. Yogyakarta, Kab. Magelang, Boyolali, Klaten, Propinsi Jawa Tengah.

Ketinggian

:

2968 m. dml (kondisi tahun 2001) atau 3079 m di atas kota Yogyakarta.

Kota Terdekat

:

Sleman, DI. Yogyakarta, dan Magelang Jawa Tengah.

Tipe Gunungapi

:

Gunungapi tipe strato dengan kubah lava.




Pendahuluan

1. Cara Pencapaian

Ada tiga jalur yang terkenal saat ini untuk mencapai puncak Gunung Merapi, yaitu Jalur Kinahrejo/Kaliadem dari sisi selatan, Jalur Babadan melalui lereng barat, dan Jalur Selo/Plalangan dari sebelah utara puncak Merapi. Ketiga jalur tersebut memerlukan stamina atau ketahanan fisik dan mental yang prima dan ketiganya mengandung resiko bahaya bila tidak berhati-hati.

Jalur Kinehrejo/Kaliadem menjadi terkenal karena jalur ini dimulai dari rumah Juru Kunci Merapi, Mbah Marijan,. Banyak penduduk yang meyakini bahwa sisi depan Merapi sesungguhnya adalah menghadap ke Kinahrejo oleh karena itu, mendaki melalui jalur tersebut berarti datang dari depan. Jalur ini relatif berat karena pendaki langsung berhadapan dengan medan yang terjal dengan sudut lereng antara 30o – 45o. Bagi pemula jalur ini tidak disarankan.

Jalur Babadan adalah jalur “tembak langsung” yang ditempuh dari sisi barat. Tembak langsung artinya sejak mulai melangkah arahnya langsung ke puncak dan terjal. Oleh karena itu, tidak ada variasi suasana atau pemandangan yang akan mengalihkan perhatian dari kepenatan. Jalur ini untuk sementara sangat tidak disarankan karena aktifitas vulkanik Gunung Merapi dalam dua dekade ini mengambil tempat di lereng barat. Boleh jadi ketika dalam perjalanan akan dihadang oleh guguran lava atau hujan abu. Kejadian yang menimpa 2 (dua) orang pelancong dari Belanda yang menjadi korban pada Juli 2001, satu orang meninggal dunia dan seorang lagi luka parah, karena nekad mendaki dari sisi barat dan diterjang guguran lava yang masih panas.

Jalur Selo atau Plalangan melalui sisi utara. Sekarang jalur ini tergolong paling aman dan nyaman untuk mencapai puncak dan menjadi jalur tradisional bagi banyak pendaki. Oleh sebab itu, jalur ini yang direkomendasikan.

Tanpa melihat tingkat kegiatan vulkanik Gunung Merapi, waktu yang baik untuk melakukan pendakian antara bulan Juni – Agustus. Selang waktu tersebut sudah memasuki musim kemarau dan angin tidak terlalu kencang.

Bagi pendaki yang berusia muda, usia <40>

Para pendaki dapat menginap di Desa Lencoh/ Blumbangsari, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Di desa tersebut ada penginapan atau beberapa rumah penduduk yang dapat disewa yang sekaligus menyediakan penunjuk jalan (guide) yang berpengalaman.

Perjalanan sebaiknya dimulai pada pukul 01.00 atau 02.00 dini hari dengan harapan tiba di puncak pada pagi harinya sehingga dapat menyaksikan panorama alam dan kegiatan gunungapi. Dalam satu atau dua jam pertama para pendaki tidak dapat menyaksikan apapun didalam kegelapan malam, kecuali jalan setapak yang diterangi sorot lampu senter. Dalam paro perjalanan akan mencapai undakan pertama yang dikenal dengan Bukit Selokopongisor (+ 2290 m). Cakrawala timur mulai menguning tanda waktu subuh (waktu shalat bagi yang beragama Islam). Detik demi detik komposisi warna di ufuk timur berubah secara perlahan dari rona kuning menjadi merah kekuning-kuningan dan semakin cerah bersama waktu, 20 menit kemudian undakan kedua yang dikenal dengan Bukit Selokopoduwur (+ 2500 m) dicapai.

Dalam waktu kurang dari 30 menit pendaki sudah mencapai undakan ketiga yang bernama Bukit Gajahmungkur (+ 2650 m). Tidak jelas hubungannya dengan gajah, tetapi mungkin karena undakan ini adalah punggungan yang menukik tajam dan berakhir di Pasarbubar. Pasarbubar sendiri adalah puncak dari rangkaian punggungan Gajahmungkur dan Pusunglondon sebelum mencapai puncak sesungguhnya, yang juga dikenal dengan Gunung Anyar. Sebenarnya Gunung Anyar pada awalnya merupakan kubah lava yang terbentuk antara tahun 1902 – 1911 yang ketika itu dikenal dengan Kubah Timur.

Alkisah menurut sahibul hikayat, bagi orang yang bening hatinya akan mendengarkan hiruk-pikuk suara bagaikan suatu hari pasaran yang sedang bubar. Tetapi bila dicermati dengan benar, Pasarbubar adalah lokasi pertemuan angin dari dua arah yang berbeda, masing-masing dari celah lereng timur dan lereng tenggara yang kemudian menimbulkan desisan yang terkadang panjang terdengar hiruk-pikuk. Lokasi ini adalah puncak kelelahan dan selalu dijadikan tempat istirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Anyar dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Dalam peta jaraknya hanya 700 m tetapi harus ditempuh antara 45 – 60 menit karena perjalanan akan meniti bebatuan yang runcing dan mudah menggelinding. Oleh karena itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Tiba di puncak Merapi berarti tiba di puncak kebahagiaan. Betapa tidak, saat itu pendaki telah menginjakkan kakinya di posisi tertinggi dari lantai Yogyakarta.

2. Demografi

Pada umumnya penduduk bermukim disekitar lereng Gunung Merapi adalah petani atau peternak.Di lereng bagian atas petanibercocok tanam dengan sistem ladang yang mengandalkan air hujan sehingga mereka umumnya menanam palawija. Sebagian lainnya, terutama di daerah utara dan baratdaya yang airnya melimpah, para petani menanam sayuran dan menjadi salah sentra sayuran untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Petani yang tinggal di lereng bagian bawah bercocok tanam dengan mengolah sawah. Peternak di bagian utara memelihara sapi perah sedangkan di bagian timur dan sebagian selatan serta tenggara beternak ikan darat (empang).

Jumlah penduduk yang berada dalam Daerah Rawan Bencana (untuk sementara baru meliputi 3 kecamatan di Kabupaten Magelang dan Boyolali) berdasarkan pengumpulan data penduduk yang dilakukan dalam tahun 2000 berjumlah 21.366 KK atau 89.843 jiwa

3. Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi

Sentra industri tidak tumbuh di daerah gunungapi, begitu pula di sekitar Merapi, kecuali penambangan pasir dan batu akibat melimpahnya material tersebut sejalan dengan tingginya kegiatan vulkanik Gunung Merapi. Usaha penambangan tersebut semula dikelola oleh masyarakat dengan cara sederhana mempergunakan cangkul dan linggis. Tetapi dengan berkembangnya pembangunan, terutama sarana fisik yang membutuhkan pasir dan batu kini penambangan rakyat tersebut cenderung dikelola secara besar-besaran dengan mempergunakan peralatan modern.

Dampak lain dari melimpahnya batu, penduduk secara turun-temurun membuat berbagai kerajinan yang terbuat dari batu, mulai dari alat menggiling (lesung, cobek) hingga arca atau patung. Kegiatan tersebut sudah digeluti sejak nenek moyang mereka ratusan tahun yang lalu dan masih bertahan sampai kini.

3. Wisata

Potensi gunungapi yang ada kaitannya dengan wisata yang kemudian dikenal dengan Wisata Gunungapi. Objek wisata gunungapi yang tersedia di sekitar Gunung Merapi dapat dibagi berdasarkan lokasinya.

Objek Wisata Kaliurang

Kaliurang berada pada ketinggian 878 m dpl mengambil tempat di selatan Gunung Merapi sekitar 25 km dari Kota Yogyakarta. Udaranya yang sejuk, antara 20o-25oC, mengundang orang berdatangan untuk beristirahat. Fasilitas yang ditawarkan Kaliurang adalah Taman Bermain seluas 10.000 m3 yang dilengkapi arena bermain untuk anak-anak. Selain itu ada kolam renang Tlogo Putri dengan sumber air alami dari lereng Bukit Plawangan.

Untuk melihat-lihat Merapi disediakan tempat yang dikenal dengan Gardu Pandang yang berlokasi ditepi Kali Boyong yang terkenal karena terlanda awanpanas dalam tahun 1994.

Objek Wisata Turgo-Plawangan

Bukit Turgo dan Plawangan menawarkan pemandangan alam yang asri dan arena olah raga lintas alam. Wisatawan dapat menikmati hutan tropis yang masih tertata rapi serta batuan Merapi tua yang berumur sekitar 40.000 tahun. Dicelah dua bukit ini, sisi timur Turgo dan sisi barat Plawangan pernah dilanda awanpanas pada Letusan November 1994

Objek Wisata Kaliadem

Arena panjat tebing dan perkemahan adalah paket wisata lainnya di lereng tenggara Merapi. Kaliadem adalah salah pintu pendakian puncak Merapi yang dikenal dengan Jalur Kinarejo.

Acara budaya sekali setiap tahun, antara Oktober – November, dilakukan upaca tradisi dari Kraton Yogyakarta yang dikenal dengan Upacara Labuhan. Pada Zaman Kerajaan Mataran upacara Labuhan dilaksanakan dengan maksud agar raja dan penduduk mendapatkan kesejahteraan. Saat perayaan hari ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja Mataram

Objek Wisata Candi dan Gelanggang Golf

Dikenal sangat luas bahwa daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat banyak candi peninggalang masa lalu, misalnya Candi Borobudur, Candi Prambanan dan beberapa candi yang terpendam akibat banjir lahar Merapi di masa silam dan sudah digali kembali seperti Candi Sambisari.

Sedangkan gelanggang olah raga golf berada di Desa Kepuharjo, Cangkringan yang dikelola oleh PT. Merapi Golf Gelanggang Wisata. Arena yang bertaraf internasional ini mempunyai luas 62 hektar


Referensi

Leaflet Pesona Merapi (BPPTK, 2000)

SEJARAH LETUSAN


Berdasarkan sejarah, Gunung Merapi mulai tampil sebagai gunungapi sejak tahun 1006, ketika itu tercatat sebagai letusannya yang pertama (Data Dasar Guungapi Indonesia, 1979). Sampai Letusan Februari 2001, sudah tercatat meletus sebanyak 82 kejadian. Secara rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2 – 5 tahun, sedangkan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama >30 tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai gunungapi. Memasuki abad 16 catatan kegiatan Merapi mulai kontinyu dan terlihat bahwa, siklus terpanjang pernah dicapai selama 71 tahun ketika jeda antara tahun 1587 dan kegiatan 1658.

Letusan Gunung Merapi selalu dilalui dengan proses yang panjang yang dimulai dengan pembentukan kubah, guguran lava pijar, awanpanas yang secara definisi

sesungguhnya awal dari erupsi tipe efusif. Di bawah ini ditampilkan tabel yang memuat waktu letusan dan lamanya letusan tersebut yang dihitung sejak masa awal proses erupsi hingga letusan puncak secara menyeluruh

Tabel 1. Daftar masa letusan, lamanya kegiatan, dan masa istirahat Gunung Merapi

sejak tahun 1871 (Suparto S. Siswowidjojo, 1997, disempurnakan)

Tahun

Kegiatan

Lamanya

Kegiatan (tahun)

Masa Istirahat/

Lama Istirahat (tahun)

Waktu Letusan Puncak

1871-1872 (*)

1878-1879

1882-1885

1886-1888

1890-1891

1892-1894

1898-1899

1900-1907

1908-1913

1914-1915

1917-1918

1920-1924 (*)

1930-1935 (*)

1939-1940

1942-1943

1948-1949

1953-1954 (*)

1956-1957

1960-1962

1967-1969 (*)

1972-1974

1975-1985

1986-1987

1992-1993

1993-1994

1996-1997

1998

2000-2001

1

1

3

3

1

2

1

7

5

1

1

4

5

1

1

1

1

1

2

2

2

10

1

1

1

1

1 bln

1

1872-1878/6

1878-1881/3

1885-1886/1

1888-1890/2

1891-1892/1

1894-1898/4

1899-1900/1

1907-1908/1

1913-1914/1

1915-1917/2

1918-1920/2

1924-1930/6

1935-1939/4

1940-1942/2

1943-1948/5

1949-1953/4

1954-1956/2

1957-1960/3

1962-1967/5

1969-1972/3

1974-1975/1

1985-1986/7

1986-1987/1

1987-1992/5

1993/5 bln

1994-1996/2

1997-1998/1

1998-2000/2

15 April 1872

Dalam tahun 1879

Januari 1883

Dalam tahun 1885

Agustus 1891

Oktober 1894

Dalam tahun 1898

Terjadi tiap tahun

Dalam tahun 1909

Maret-Mei 1915

Februari, April 1922

18 Des ’30, 27 Apr’34

23 Des.’39, 24 Jan’40

Juni 1942

29 September 1948

18 Januari 1954

3 Januari 1953

8 Mei 1961

8 Januari 1969

13 Desember 1972

15 Juni 1984

10 Oktober 1986

2 Februari 1992

22 November 1994

14,17 Januari 1997

11,19 Juli 1998

10 Februari 2001

Referensai Utama Direktorat Vulkanologi Data Dasar Gunungapi Indonesia 1979, B. Voight, R.Sukhyar dan A.D. Wirakusumah Journal of volcanology and geothermal research Volume 100, 2000, J.A. Katili, Suparto S. Pemantauan Gunungapi di Indonesia dan Filipina, 1995

Konsekwensi dari suatu bencana letusan gunungapi adalah jatuhnya korban

jiwa. Sepanjang sejarah, letusan Merapi telah menimbulkan korban jiwa meninggal

atau luka sebagai berikut:

Letusan 1672

meninggal 3000 orang

luka tidak ada

Letusan 1822

meninggal 100 orang

luka tidak ada

Letusan 1832

meninggal 32 orang

luka tidak ada

Letusan 1872

meninggal 200 orang

luka tidak ada

Letusan 1904

meninggal 16 orang

luka tidak ada

Letusan 1920

meninggal 35 orang

luka tidak ada

Letusan 1930

meninggal 1369 orang

luka tidak ada

Letusan 1954

meninggal 64orang

luka 57 orang

Letusan 1961

meninggal 6 orang

luka tidak ada

Letusan 1969

meninggal 3 orang

luka tidak ada

Letusan 1976

meninggal 29 orang akibat lahar

luka 2 orang

Letusan 1994

meninggal 66 orang

luka 6 orang

Letusan 1997

meninggal tidak ada

luka tidak ada

Letusan 1998

meninggal tidak ada

luka tidak ada

Letusan 2001

meninggal tidak ada

luka tidak ada

Karakter dan Gejala Letusan

Sejak awal sejarah letusan Gunung Merapi sudah tercatat bahwa tipe letusannya adalah pertumbuhan kubah lava kemudian gugur dan menghasilkan awanpanas guguran yang dikenal dengan Tipe Merapi (Merapi Type). Kejadiannya adalah kubahlava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam dan runtuh yang diikuti oleh guguran lava pijar. Dalam volume besar akan berubah menjadi awanpanas guguran (rock avalance), atau penduduk sekitar Merapi mengenalnya dengan sebutan wedhus gembel, berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi (>700oC) dalam terjangan turbulensi meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah. Puncak letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awanpanas guguran akibat hancurnya kubah. Secara bertahap, akan terbentuk kubahlava yang baru.

Hartman (1935) membuat simpulan tentang siklus letusan Gunung Merapi dalam 4 kronologi yaitu:

Kronologi 1.

Diawali dengan satu letusan kecil sebagai ektrusi lava. Fase utama berupa pembentukan kubahlava hingga mencapai volume besar kemudian berhenti. Siklus ini berakhir dengan proses guguran lava pijar yang berasal dari kubah yang terkadang disertai dengan awanpanas kecil yang berlangsung hingga bulanan.

Kronologi 2.

Kubahlava sudah sudah terbentuk sebelumnya di puncak. Fase utama berupa letusan bertipe vulkanian dan menghancurkan kubah yang ada dan menghasilkan awanpanas. Kronologi 2 ini berakhir dengan tumbuhnya kubah yang baru. Kubah yang baru tersebut menerobos tempat lain di puncak atau sekitar puncak atau tumbuh pada bekas kubah yang dilongsorkan sebelumnya.

Kronologi 3.

Mirip dengan kronologi 2, yang membedakan adalah tidak terdapat kubah di puncak, tetapi kawah tersumbat. Akibatnya fase utama terjadi dengan letusan vulkanian disertai dengan awanpanas besar (tipe St. Vincent ?). Sebagai fase akhir akan terbentu kubah yang baru.

Kronologi 4.

Diawali dengan letusan kecil dan berlanjut dengan terbentuknya sumbatlava sebagai fase utama yang diikuti dengan letusan vertikal yang besar disertai awanpanas dan asap letusan yang tinggi yang merupakan fase yang terakhir.

Pada kenyataannya, terutama sejak dilakukan pemantauan yang teliti yang dimulai dalam tahun 1984, batasan setiap kronologi tersebut sering tidak jelas bahkan bisa jadi dalam satu siklus letusan berlangsung dua kronologi secara bersamaan, seperti pada Letusan 1984.

Seiring dengan perkembangan teknologi, sejak 1984 ketika sinyal data dapat dikirim melalui pemancar radio (radio telemetry) sistem tersebut mulai dipergunakan dalam mengamati aktivitas gunungapi di Indonesia, termasuk di Gunung Merapi. Dan sejak saat itu gejala awal letusan lebih akurat karena semua sensor dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan pusat kegiatan tergantung kekuatan pemancar yang dipergunakan, secara normal dapat menjangkau hingga jarak antara 25 – 40 km.

Hampir setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama yang dimulai tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas. Secara umum peningkatan kegiatan lazimnya diawali dengan terekamnya gempabumi vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan. Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP) mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi.

Daftar Pustaka

Karakteristik Gunungapi, 2000, BPPTK

GEOLOGI


Apabila dirunut dari utara ke selatan, gunungapi di Jawa Tengah akan dijumpai jajaran Gunung Ungaran, Telomoyo, Merbabu, dan terakhir Gunung Merapi. Dari keempat gunung tersebut, hanya Gunung Merapi yang masih bertahan sebagai gunungapi sampai saat ini.

Untuk pertama kalinya menurut cacatan sejarah, letusan Gunung Merapi terjadi dalam tahun 1006 demikian dahsyat menyebabkan Kerajaan Mataram pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Tmiur, meskipun hal tersebut masih diperselisihkan kebenarannya.

Awanpanas atau dikenal juga denga aliran piroklastik tidak dapat dipisahkan dari setiap letusan G. Merapi yang kemudian dikenal dengan Tipe Merapi. Secara terminologi, Tipe Merapi atau awanpanas tersebut dibedakan atas 2 macam, masing-masing awanpanas letusan dan awanpanas guguran.

Awanpanas Letusan (Suryo, 1978) serupa dengan St. Vincent type pyroclastics flows (Escher, 1933 dan Macdonald, 1972) sebagai akibat langsung dari penghancuran batuan penutup/kubah karena letusan. Sedangkan awanpanas guguran atau dome collapse pyroclastics flows sebagai akibat hancurnya kubah karena gravitasi, hal ini berkaitan dengan besarnya volume kubah aktif. Berdasarkan karakterisasi dari endapan vulkanik tersebut, Newhall, dkk (2000) membagi endapan letusan Merapi menjadi 3 jenis, yaitu Endapan Proto Merapi, Endapan Merapi Tua, dan Endapan Merapi Muda.

Endapan Proto Merapi diperkirakan berumur Pleistosen dan ditemukan di Bukit Turgo dan Plawangan (sisi selatan Merapi). Endapan Merapi Tua teridiri dari lava yang dikenal dengan Lava Batulawang (Bahar, 1984) berselingan dengan endapan piroklastik yang berumur 9630 ± 60 BP, dapat dijumpai di Srumbung, Cepogo. Proses pembentukan Merapi Tua berakhir dengan pelengserang endapan debris vulkanik dalam tahun 0 Masehi. Merapi Muda berlangsung sejak 1883 sampai sekarang.

Berthommier, 1990 bahkan membagi pembentukan Merapi dalam 5 tahap, yaitu Pra Merapi (>400.000 tahun yang lalu), Merapi Tua berumur antara 400.000 sampai 6.700 tahun yang lalu, kemudian tahap ketiga adalah Merapi Menengah antara 6.700 – 2.200 tahun yang lalu, Merapi Muda 2.200 – 600 tahun yang lalu dan Merapi Sekarang sejak 600 tahun lalu. A.D Wirakusumah, dkk. yang melakukan pemetaan geologi Gunung Merapi dalam tahun 1989 menyebutkan hanya dua waktu, yaitu batuan Gunung Merapi Muda dan Merapi Tua.

Batuan Gunung Merapi Muda terdiri dari Aliran lava andesit piroksen (3&4, Endapan jatuhan piroklastika Merapi, Endapan aliran piroklastika muda dan guguran Merapi, dan Endapan lahar muda. Sedangkan batuan Merapi Tua terdiri dari Endapan aliran piroklastika tua Merapi, Endapan lahar tua Merapi, dan Aliran lava andesit piroksen (1&2).

Apabila merekontruksi kejadian letusan dan kelurusan pusat-pusat letusan selama kurun waktu 1786 – 2001, maka urutan pola pergeseran pusat letusan di kawasan puncak Merapi dapat dikelompokan dalam tiga periode letusan berdasarkan pola pergeseran pusat letusan, masing-masing periode 1786-1823, periode 1832 – 1872, dan periode 1883 – 2001. Secara garis besar pergeseran titik letusan tersebut dimulai dari sisi baratlaut pindah ke timur kemudian ke selatan dan kini kembali menempati sisi barat – baradaya. Akibat rajinnya meletus dan pusatnya selalu berpindah-pindah tempat serta setiap akhir dari satu siklus letusan hampir selalu menghasilkan kubah, maka topografi puncak Gunung Merapi selalu berubah wajah.

Sesungguhnya tidak didapati kawah di puncak Merapi saat ini. Yang disebut-sebut sebagai Kawah Woro dan Kawah Gendol sesungguhnya adalah lapangan solfatara yang sangat aktif bersuhu antara 500oC di Lapangan Woro dan 700o C di Lapangan Gendol. Dalam tahun 1883 terdapat kawah sedalam 100 m dan secara bertahap terisi lava dan kemudian membentu kubah dan dikenal dengan Gunung Anyar atau Kubah Timur yang menjadi puncak Gunung Merapi sekarang.

Puncak G. Merapi adalah kesetimbangan antara pembentukan dan penghancuran kubah. Pada prinsipnya kubah lava yang tidak dihancurkan adalah bagian dari puncak dan kubah lava yang dihancurkan adalah bagian dari kawah. Pada umumnya kubah baru yang terbentuk akan tumbuh disamping atau tidak jauh atau tepat pada posisi kubah sebelumnya (Kubah 2001 tumbuh tepat di puncak Kubah 1998).

Belum pernah terjadi lava menerobos dari arah yang berbalikan dari sebelumnya, misalnya kubah aktif tumbuh di sisi barat, maka belum pernah terjadi kubah baru tumbuh di sisi timur. Informasi tersebut sangat penting dalam mitigasi dan prediksi aktivitas Gunung Merapi berikutnya.

Daftar Pustaka

A.D. Wirakusumah, dkk.,1989. Peta Geologi Gunung Merapi, Jawa Tengah, Direktorat Vulkanologi.

B. Voight, R. Sukhyar, dan A.D. Wirakusumah, 2000, Journal of Volcanology and Geothermal Research, Special Issue Merapi Volcano.

Mary-Ann del Marmol, 1998 The Petrology and Geochemistry of Merapi Volcano Central Java, Indonesia.

Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland, Supriati Dwi Andreastuti, 1999, Stratigraphy and Geochemistry of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia. Implication for Assessment of Volcanic Hazards.

Geology Department, The University of Auckland, A. Ratdomopurbo, S.D. Anrdeastuti, 2000, Evolusi 100 tahun Morfologi Gunung Merapi, BPPTK, Direktorat Vulkanologi.

GEOFISIKA


Seiring dengan perkembangan teknologi, sejak 1984 ketika sinyal data dapat dikirim melalui pemancar radio (radio telemetry) sistem tersebut mulai dipergunakan dalam mengamati aktivitas gunungapi di Indonesia, termasuk di Gunung Merapi. Dan sejak saat itu gejala awal letusan lebih akurat karena semua sensor dapat ditempatkan sedekat mungkin dengan pusat kegiatan tergantung kekuatan pemancar yang dipergunakan, secara normal dapat menjangkau hingga jarak antara 25 – 40 km.

Hampir setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama yang dimulai tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas. Secara umum peningkatan kegiatan lazimnya diawali dengan terekamnya gempabumi vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan. Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP) mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi. Sebagai contoh kasus, berikut ini ditampilkan secara lengkap hasil rekaman seismograf dan tiltmeter yang memonitor kegiatan vulkanik Gunung Merapi pada Kegiatan 2000-2001.

Seismograf

Kegempaan Gunung Merapi dimonitor dengan seismograf sistem pancar radio (radio telemetri system) sebanyak 8 (delapan) stasiun. Signal gempa dipancarkan ke Kantor BPPTK di Yogyakarta dan direkam secara analog dan digital. Selain itu signal juga dipancarkan ke Pos Pengamatan Kaliurang, Ngepos, Babadan, dan Jrakah.

Ada 6 jenis gempa yang telah diklasifikasikan di Gunung Merapi (Gambar), yaitu :

1. Gempa Vulkanik tipe A (Minakami, 1960) atau VA, mempunyai frekwensi gelombang 8 Hz dengan kedalaman antara 2,5 - 5,0 km. Waktu tiba gelombang P (tP) dan S (tS) jelas, selisih waktu tiba antara gelombang S dan P atau nilai (S - P) > 0,5 detik.

2. Gempa Vulkanik tipe B (minakami, 1960) atau VB mempunyai bentuk dan frekwensi gelombang mirip dengan VA, tetapi waktu tiba terutama (tS) tidak jelas. Hal tersebut disebabkan karena jaraknya yang dangkal dengan permukaan sekitar 1, 5 km.

3. Gempa Low Frekwensi atau LF mempunyai frekwensi gelombang 1,5 Hz. Lokasi sangat dangkal di sekitar kawah/kubah aktif. Mungkin ada kaitannya dengan pelepasan gas yang mendadak dari kawah/kubah.

4. Gempa Fase Banyak (Multi Phase) atau MP. Gempa ini berasosiasi dengan pertumbuhan kubah (tipe C Minakami, 1960). Frekwensi gelombangnya antar 3 - 4 Hz. Waktu tiba sangat tidak jelas dan mempunyai amplituda puncak yang ganda, itulah sebabnya disebut fase banyak.

5. Gempa guguran adalah sejenis gelombang permukaan yang terjadi karena aktivitas gugurannya lava dari kubah. Gelombangnya mirip dengan gangguan (noise). Amplituda dan lama gempa sangat tergantung pada besarnya volume material yang digugurkan.

6. Tremor pada umumnya terjadi karena vibrasi dari bergeraknya fluida. Di Merapi kenampakannya mirip dengan LF tetapi lama gempanya bisa berlangsung beberapa menit bahkan beberapa jam.

Deformasi

Ada 3 jenis peralatan deformasi yang dipergunakan di G. Merapi, yaitu Tiltmeter, EDM (Electrinic Distance Measurement) dan GPS (Global Positioning System). Sensor tilt ditempatkan di puncak sebanyak 3 stasiun. Akibat Letusan 1998 dua sensor rusak. Saat ini masih beroperasi 1 stasiun yang datanya dipancarkan melalui radio kemudian direkam di Kantor BPPTK.

Pengukursan EDM dilakukan secara berkala dari Pos Pengamatan Babadan. Ada 5 reflektor di sisi baratdaya puncak Merapi. Pengukuran GPS juga dilakukan secara berkala dari titik tetap di sekitar puncak dan lereng.

Geomagnet

Monitoring Merapi dengan geomagnet baru berjalan sekitar 5 tahun. Ada 3 stasiun, masing-masing Stasiun Ijo, Lempong, dan Cemoro dengan stasiun referensi adalah Stasiun Ijo. Data dikirim ke Kantor BPPTK dengan system telemetri radio.

GEOKIMIA


Petrologi

Dari banyak contoh batuan yang telah dianalisa, diperoleh kesimpulan bahwa kandungan silika dari lava dan piroklasti sedikit berbeda. Kandungan silika dari lava antara 48,84 – 55,71 % sedangkan untuk piroklastik antara 49,17 – 58,96 %

Lava berjenis Andesit-basaltik dengan komposisi plagioklas, klinopiroxin, magnetit, olivin, orthopiroxin, dan ampibol. Hampir semua lava berbentuk kristal yang sempurna (porfiritik) (Mary-Ann del Marmol, 1989).

Koleksi yang dimiliki oleh BPPTK, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi adalah hasil analisa dari contoh batuan Letusan 1997. Letusan berikutnya (1998 – 2001) tidak pernah diperolah contoh batuan karena sulitnya medan, kecuali frakmen piroklastik Letusan 2001 (analisa belum selesai) dan abu vulkanik hingga Letusan 2001 telah dianalisa.

Analisa selengkapnya dari batuan vulkanik Gunung Merapi koleksi 1997 (dua sample) sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil analisa kimia batuan beku Gunung Merapi, 1997

Unsur

Conto-1

Conto-2

SiO2

54,56

54,61

Al2O3

18,37

18,68

Fe2O3

8,59

8,43

CaO

8,33

8,31

MgO

2,45

2,17

Na2O

3,62

3,82

K2O

2,32

2,23

MnO

0,17

0,17

TiO2

0,92

0,91

P2O5

0,32

0,30

H2O

0,11

0,12

HD

0,20

0,18

Data BPPTK

Kandungan silika dari sample abu sejak Letusan 1992 sampai dengan Letusan 2001 berkisar antara 53,95 – 60,34 %.

Analisa Gas

Sampling gas di puncak Gunung Merapi (Lapangan Solfatara Gendol dan Woro) dilakukan secara berkala setiap 4bulan atau 6 bulan sekali. Sampling terakhir yang dilakukan pada Mei 2001 dan hasilnya sebagai berikut:

Analisa Air

Sampling air, baik air sumur penduduk, sungai, mata air maupun air hujan dilakukan secara berkala yang bertujuan untuk mengetahui kondisi air sehubungan dengan kegiatan vulkanik Gunung Merapi.

Pada tingkat aktif-normal, emisi gas SO2 yang diukur dengan Correlation Spectrophotometer (COSPEC) sebesar <> sektor barat dan sektor timur mempunyai pH (keasaman) antara 5,2 – 5,5. Sedangkan data air hujan yang diambil dari sektor selatan (Pos Pengamatan Kaliurang) tingkat keasamannya antara 3,0 – 5,8. Fenomena tersebut diduga erat kaitannya dengan emisi gas yang dilepaskan dari Merapi. Secara garis besar, berdasarkan komposisi utama dari air tersebut masih layak minum, tetapi dari unsur minor belum diketahui dengan pasti karena belum pernah dilakukan analisa.

DaftarPustaka

S.R. Wittiri dkk, Pengaruh Emisi Gas Gunung Merapi Terhadap Lingkungan, 2000.

Mitigasi Bencana Gunungapi


Sistem Pemantauan

Kegiatan vulkanik Gunung Merapi sudah diamati sejak tahun 1953. Selain di kantor Balai Penyelidikan dan Pengamatan Teknologi Kegunungapin (BPPTK) Yogyakarta sebagai Main Office, ada 5 (lima) Pos Pengamatan Gunungapi (Pos PGA) yang mengelilingi G. Merapi yang dikhususkan mengamati gerak gerik G. Merapi dari waktu ke waktu secara visual serta dilengkapi beberapa peralatan standard antara lain seperangkat seismograf sebagai pelengkap atau peralatan khusus yang mengharuskan dilakukan pengukuran secara langsung terhadap gunungapi, misalnya Deformasi dan COSPEC. Peralatan lainnya diinstal di Kantor BPPTK, Yogyakarta.

Peralatan-peralatan yang dipergunakan untuk memantau kegiatan vulkanik Gunung Merapi adalah seismograf, deformasi, COSPEC, magnetometer, infrasonic.

Seismograf direkam dengan sistem analog dan numerik sebanyak 6 stasiun. Deformasi terdiri dari tiltmeter, EDM, dan GPS. Khusus tiltmeter terukur secara menerus dari puncak dengan radio telemetry. EDM dan GPS diukur secara temporer. Pengukuran COSPEC dilakukan secara manual setiap hari dari Pos Pengamatan Jrakah, sedangkan magnetometer dan infrasonic masih dalam ujicoba dan ditempatkan di Pos Pengamatan Babadan.

Mitigasi Bencana

Bahaya letusan gunungapi terdiri atas bahaya primer dan bahaya sekunder.Bahaya Primer adalah bahaya yang langsung menimpa penduduk ketika letusan berlangsung. Misalnya, awanpanas, udara panas (surger) sebagai akibat samping awanpanas, dan lontaran material berukuran blok (bom) hingga kerikil. Sedangkan bahaya sekunder terjadi secara tidak langsung dan umumnya berlangsung pada purna letusan, misalnya lahar, kerusakan lahan pertanian/perkebunan atau rumah.

Tingkat bahaya dari suatu gunungapi sangat tergantung dari kerapatan dari suatu letusan dan kepadatan penduduk yang bermukim di sekitar gunungapi tersebut.

Yang terakhir sangat terkait dengan aktifitas penduduk tersebut berinteraksi dengan lingkungnannya, yaitu gunungapi. Untuk menekan jatuhnya korban jiwa manusia, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menerbitkan Peta Daerah Bahaya. Untuk kawasan G. Merapi. Peta Daerah Bahaya tersebut dibagi atas tiga daerah, masing-masing Daerah Terlarang, adalah daerah yang sangat berpotensi terkena letusan langsung (bahaya primer), Daerah Bahaya Satu, bila letusan besar dapat terlanda lontaran material pijar berukuran bom atau kerikil, dan yang terakhir adalah Daerah Bahaya Dua adalah daerah yang sangat berpotensi terlanda lahar.

DAFTAR PUSTAKA


P.J. Maier, 1861, Pemeriksaan Kimia dua sumber mineral di kaki timur Cereme, Desa Sangkanurip, Cirebon

K. Kusumadinata, 1979, Data Dasar Gunungapi, Direktorat Vukanologi

Wisnu S.K. dan Abdul Somad, 1983, Laporan Penelitian kimia Panasbumi sekitar G. Tampomas dan G. Cireme, Kab. Sumedang dan Kab. Cirebon, Jawa Barat

Harun Said dkk. , 1984, Laporan pendahuluan Penyelidikan kemagnetan G. Ciremai dan sekitarnya

Sumarna Hamidi dkk., 1989 Pemetaan Daerah Bahaya G. Ciremai

M. Badrudin , 1989, Penyelidikan Geokimia/Pengukuran COSPEC di G. Galunggung, G. Tangkubanparahu, G. Tampomas Dan G. Ciremai, Jawa Barat, Dit. Vulkanologi

S. Hassan Husen, dkk. 1990, Penyelidikan Gaya Berat G. Ciremai, Dit. Vulkanologi

Tumpal Situmorang, 1991, Berita Berkala Vulkanologi, Edisi Khusus

M. Hendrasto dkk. 1992, Laporan Perubahan Deformasi G. Guntur dan G. Cereme, Jawa Barat, Pengukuran Deformasi Metode Ungkit Kering Desember 1992

M. Hendrasto dkk. Laporan Pengukuran Deformasi G. Guntur dan G. Cereme, Jawa Barat dengan metoda ungkit kereing dan EDM Mei 1993

T. Situmorang dkk., 1995, Peta Geologi G. Cereme, Jawa Barat, Dit. Vulkanologi

Mawardi dkk. 1999, Laporan Pengumpulan data bahan Imformasi G. Ciremai, Jawa Barat

Kriswati dkk., 1998 Pengamatan visual dan seismik G. Ciremai, september 1998

Ervan R.D. dan D. Mulyadi, 1999, Laporan Potensi Bahan Galian Gunungapi Ciremai, Jawa Barat

2 komentar:

  1. thnks banget gan,
    saya sedang ada tugas tentang struktur merapi, makasih penjelasannya

    BalasHapus