16 November 2010

Semeru

SEMERU, Jawa Timur
Compiler : Wawan Irawan (wawan@vsi.esdm.go.id)

Editor : Mas Atje Purbawinata, Asnawir Nasution


Keterangan Umum

Nama Gunungapi

:

G. Semeru

Nama Lain

:

Semeroe, Smeru, Smiru

Nama Kawah

:

Jonggring seloko

Lokasi Geografis

:

:

08’06,5'LS dan 112o55’BT

Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur.

Ketinggian

:

Puncak Mahameru 3676 m

Kubah lava Jonggring Seloko 3744,50 m

Kota Terdekat

:

Malang, Lumajang Probolinggo, Pasuruan

Tipe Gunungapi

:

Strato dengan kubah lava

Pendahuluan

Cara Pencapaian

G. Semeru dapat dijangkau dari Kota Surabaya dengan dua arah yang berbeda yaitu ;

1. Surabaya - Lumajang - Pasirian - Candipuro - Pos PGA G. Sawur.

2. Surabaya - Malang - Turen - Dampit - Candipuro - Pos PGA G. Sawur.

Arah rute pertama dicapai dengan waktu lk 4 jam dengan kendaraan roda empat, sedangkan route kedua dapat dicapai dengan waktu 6 jam perjalan.

Untuk mencapai puncak G. Semeru dapat dijangkau dari tiga arah yaitu dari Lumajang, Malang dan Bromo.. Pendakian ke puncak G. Semeru dimulai dari Ranupane kemudian menuju ke Ranu Kumbolo, Kalimati atau Arcopodo dan berakhir di puncak G. Semeru. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 2 hari dengan satu kali bermalam di Ranupane.

SEJARAH LETUSAN


Sejarah letusan G. Semeru tercatat mulai 1818, urutan kegiatan dibawah ini dikutip dari Data Dasar Gunungapi Indonesia dengan beberapa penambahan.

1818

8 Nopember

1829

Pebruari

1830

15 - 16 Desember

1832

18 April, Lava ?

1836

3 - 5 Agustus

1838

Juli, Agustus

1842

Januari - Maret

1844 - 1845

September 1844 - Juli 1845

1848

Pebruari - 4 Agustus

1851

Januari

1856

10 September

1857

13 Agustus - September

1860

April - Juni

1864

Juli, Lava ?

1867

April, Mei

1872

23 Oktober

1877

April? , September

1878

?

1884

11 Desember

1885

Januari, April, Juli, September. Leleran lava.

1886

Januari, April, Juli, Agustus

1887

Pebruari - Maret. Leleran lava 10 September - 10 Oktober

1888

Pebruari, Maret, Mei, Oktober

1889

Leleran lava, Januari - Maret, Juni, Oktober, Desember

1890

Januari - Desember

1891

Pebruari - Mei. Leleran lava

1892

Maret - April

1893

Januari - Mei, September

1894

Pebruari

1895

22 Mei - 10 Juli, 1 Oktober leleran lava, lahar. Tanah Garapan rusak

1896

Mei - Juni

!897

Januari. Leleran lava

1898

Pebruari. Leleran lava

1899

Januari, Maret Agustus, Desember

1900

29 Maret - 11 April. Leleran lava

1901

29 - 30 Januari

1903

26 Maret - Juni

1904

2 - 16 Januari

1905

4 Agustus

1907

7 - 10 Januari

1908

Januari - Desember

1909

September - Desember. Awan panas. Tanah garapan rusak.

1910

Januari -Desember

1911

Januari, Pebruari ? Leleran lava ? Awan panas. Tanah garapan rusak. Nopember - Desember

1912

28 Agustus

1913

23 Juni

1941 - 1942

Letusan dalam celah radial. Leleran lava.

21 September 1941 - Pebruari 1942. Letusan sampai di lereng sebelah timur pada ketinggian antara 1400 dan 1775 m. Titik letusan sebanyak 6 tempat. Leleran lava masuk ke B. Semut dan menimbuni Pos Pengairan Bantengan. Aliran lava sepanjang 6,5 km.

1945

12 -18 Juni

1946

Awan panas. Tanah garapan rusak. Pebruari - Mei, Oktober - Desember. Pembentukan kubah (Adnawidjaja, 1947)

1947

Maret - Juni

1950

Juli, 23 Nopember - Desember, lava mengalir ke Besuk Sat dan guguran lava masuk ke Besuk Semut

1951

Nopember. Aliran lava masuk ke Besuk Semut

1952

Aliran lava masuk sampai ke Totogan Malang dan aliran lava ke Besuk Kobokan sampai di Curah Lengkong

1953

Guguran vulkanik meningkat

1954

Nopember, aliran lava melalui Besuk Kobokan

1955 - 1957

Kegiatan terus berlangsung, 22 Pebruari dan 4 Mei 1957 aliran lava

1958

27 April terjadi aliran lava sepanjang 1 km melalui Kali Glidik, terjadi pula pembentukan kubah lava

1959

Mei

1960

April, Mei, Agustus

1961

Letusan tipe stromboli dengan tinggi abu lk 3000 m di atas puncak (Sumopranoto, 1961, dalam Kusumadinata, 1979). Bahan letusan dilemparkan sampai Recopodo, hutan di sekitar hulu Besuk Sat dan Besuk Tompe terlewati. Aliran lava terjadi di Kali Glidik, Besuk Sat, Besuk Bang dan Besuk Kobokan.

1963

5 Mei mulai jam 14.10 terjadi awan panas dan aliran lava melanda Curah Lengkong, Kali Pancing dan Besuk Semut, awan panas mencapai 8 km dari kawah. Letusan berlangsung hingga akhir Juli.

1967

Letusan terjadi pada bulan September dan pembentukan kubah lava ditik letusan 1963 pinggir kawah selatan (hulu Kali Glidik, Besuk Bang dan Besuk Kobokan) mencapai ketinggian 3730 m ( 54 m di atas puncak Mahameru). Lahar terjadi di lembah kali Glidik, Besuk Kobokan dan Kali Rejali

1968

Pertumbuhan kubah lava terus berlangsung. Banjir lahar membawa korban 3 orang penduduk Desa Sumber Wungkil.

1969

Pertumbuhan kubah lava terus berlangsung.

1972

Pertumbuhan kubah lava masih berlangsung terus mencapai ketinggian 3744,5 m dpl. Awan panas guguran kadang-kadang terjadi melalui Kali Glidik sampai batas hutan. Di akhir tahun, letusan terjadi setiap 5 sampai 45 menit dengan tinggi asap maksimum 500 m di atas bibir kawah, pasir dan debu terlontar sejauh lk 1 km.

1973

Pembentukan kubah lava masih berlangsung selama Agustus. Letusan mencapai lk 1000 m sering terjadi yang disertai aliran lava. Guguran lava pijar meningkat dan meluncur ke Besuk Sat dan Besuk Kobokan mencapai jarak 2 km dari puncak, membakar hutan.

1974

Kegiatan terus berlangsung, kubah lava makin tinggi.

1975 - 1976

Letusan di kawah utama disertai aliran lava.

1977

1 Desember terjadi guguran lava menghasilkan awan panas guguran berjarak 10 km di Besuk Kembar dengan volume endapan 6,4 juta m3 . Sebagian awan panas ini menyeleweng ke Besuk Kobokan. Sawah dan tegal seluas 110 ha rusak di Desa Sumberurip, hutan pinus 450 ha dan 1 jembatan rusak terbakar dan 2 buah rumah bilik hanyut.

1978

Letusan masih terjadi dengan tinggi asap maksimum mencapai 800 m di atas tepi kawah. Awan panas guguran terjadi di Besuk Kembar 3 kali dalam bulan Maret dan 15 kali dalam bulan Mei dengan jarak luncur maksimum 7 km.

1979

Letusan masih terjadi, guguran disertai awan panas meluncur ke Besuk Kembar mencapai jarak maksimum 3 km.

1980

Letusan berlangsung setahun penuh, terjadi guguran diselingi awan panas ke Besuk Kobokan dan Besuk Kembar.

1981

Letusan - letusan kecil, lava mengalir lewat tepi kawah masuk ke Besuk Kembar dan membentuk lidah lava. Pada tanggal 28 Maret terjadi guguran lidah lava di Besuk Kembar diikuti awan panas guguran yang menyeleweng pada ketinggian 1400 m dpl dan masuk ke Besuk Bang mencapai jarak maksimum 10 km dari tepi kawah, tumpukan endapannya 6,2 juta m3. Suhu ladu atau endapan awan panas di dekat Dukuh Supit Tengah 120°C. Pada tanggal 29 Maret dan antara 3 dan 4 April terjadi beberapa kali awan panas guguran dengan jarak luncur maksimum 7 km.

1982

Pada bulan Mei terjadi peningkatan jumlah letusan, guguran semuanya masuk ke Besuk Kembar, kadang disertai awan panas guguran mencapai jarak maksimum 3,5 km dari kawah.

1983

Letusan berlangsung sepanjang tahun, guguran dan awan panas mencapai jarak luncur 3 km di Besuk Kembar.

1984

16 Januari terjadi guguran kubah lava lama disertai awan panas guguran masuk ke Besuk Kobokan mencapai jarak luncur 2 - 4 km.

1985

Letusan terjadi pada bulan Mei disertai awan panas guguran.

1986 - 1989

Letusan terus berlangsung diikuti awan panas guguran dengan tinggi asap maksimum 1,2 km di atas tepi kawah, berselingan dengan pembentukan kubah lava.

1990

Nopember - Desember terjadi guguran kubah lava menghasilkan awan panas dan Kawah Jonggring Seloko terbuka sampai saat ini.

1992

Letusan stromboli dengan pembentukan kubah lava dan lidah lava sepanjang 1,5 km dari kawah pada bulan Nopember - Desember.

1994

2 Februari - 15 Februari.

- 2 Februari terjadi 9 kali letusan asap putih tebal dengan ketinggian 500 m dan 34 kali guguran lava ke Besuk Kembar mencapai lk 1000 m, disertai dengan meningkatnya gempa tremor selama 7 hari sebelum 3 Februari 1994.

- 3 Februari pukul 03.50 terjadi letusan dan suara dentuman disertai huajn abu dan guguran lava membentuk awan panas guguran dari kubah lava dan lidah lava yang terbentuk sejak tahun 1992. Aliran awan panas guguran ini masuk ke Besuk Kobokan mencapai 11,5 km, ke Besuk Kembar 7,5 km dan ke Besuk Bang lk 3,5 km. Volume awan panas tersebut diperkirakan mencapai 6,8 juta m3. Korban yang meninggal terlanda awan panas sebanyak 7 orang dan 2 orang hanyut oleh lahar pada tanggal 13 Februari 1994. Selanjutnya kegiatan berangsur menurun kembali menuju normal dengan aliran awan panas mencapai jarak lk 200 - 750 m dari puncak.

Karakter Letusan

Aktifitas G. Semeru tedapat di Kawah Jonggring Seloko yang terletak di sebelah tenggara puncak Mahameru. Letusan G. Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian. Letusan tipe vulkanian dicirikan dengan letusan eksplosif yang kadang-kadang menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya. Selanjutnya terjadi letusan bertipe strombolian yang biasanya diikuti dengan pembentukan kubah dan lidah lava baru.

Pada saat terjadi letusan eksplosif biasanya dikuti oleh terjadinya aliran awan panas yang mengalir ke lembah-lembah yang lebih rendah dan arah alirannya sesuai dengan bukaan kawah dan lembah-lembah di G. Semeru. Arah bukaan kawah G. Semeru saat ini mengarah ke arah tenggara atau mengarah ke hulu Besuk Kembar.


Referensi

1. Dana. I.N, dkk. 1995. Panduan Aktivitas G.Semeru. Direktorat Vulkanologi.. Tidak dipublikasikan.

2. Kusumadinata, K. dkk, 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi.

GEOLOGI


Morfologi

G. Semeru berada dalam satu kelurusan yang berarah selatan-utara dengan komplek G. Jambangan dan Pegunungan Tengger. Komplek G. Jambangan merupakan yang tertua yang terletak diantara komplek Tengger dan Semeru.

Semeru memperlihatkan bentuk kerucut yang sempurna jika dilihat dari arah selatan dan tenggara, namun sesungguhnya bentuknya tidak sempurna betul karena dibagian puncak mempunyai bentuk yang rumit. Kondisi puncak ini disebabkan oleh perpindahan kawah-kawahnya dari baratlaut ke tenggara. Mahameru (± 3676 m) merupakan dinding tubuh kawah tua di bagian utara, sedangkan bagian yang muda berkembang ke arah tenggara dan selatan.

Morfologi komplek G. Semeru - Jambangan dibentuk oleh Gunungapi Kuarter tua dicirikan oleh bentuk morfologi yang telah mengalami denudasi, pola aliran sungai yang kasar dan lembah yang dalam serta terdapatnya sisa dinding kaldera di daerah puncaknya. Morfologi yang lebih muda terdiri dari puncak dan tubuh G. Mahameru dan G. Semeru. Kerucut parasit diantaranya G. Papak dan G. Leker yang terletak di lereng timur G. Semeru.

Stratigrafi

Batuan vulkanik yang terdapat di komplek G. Semeru - Jambangan merupakan hasil erupsi dari beberapa titik letusan yang terpisah. Berdasarkan jenis litologi, posisi stratigrafi dan sumber erupsi, batuan Komplek G. Semeru - Jambangan dapat dibagi menjadi 5 (lima) kelompok batuan dari tua ke muda adalah : endapan G. Jambangan, G. Ajek-ajek, G. Kepolo, G. Mahameru dan G. Semeru.

Endapan G. Semeru yang merupakan endapan termuda terdiri dari aliran lava, aliran piroklastika, jatuhan piroklastika, guguran puing (debris avalanche) dan lahar. Aliran lava merupakan hasil erupsi pusat (umumnya berkomposisi basal) dan erupsi samping (berkomposisi andesit dan basal).

Petrologi

Batuan vulkanik Komplek G. Semeru umumnya bertekstur porfiritik dengan masa dasar hipokristalin. Fenokris utama pada lava adalah plagioklas, klino piroksen, mineral opak, orto piroksen dan olivin. Kadang-kadang fenokris memperlihatkan tekstur sub-ofitik dan glomeroporfiritik, sedangkan pada masa dasar menunjukan tekstur pilotaksitik. Secara petrografis perubahan komposisi dari batuan basa sampai asam ditunjukan dengan variasi perbandingan, tipe komposisi fenokris. Umumnya olivin lebih banyak terdapat pada basal dan andesit basa, sedangkan orto piroksen lebih banyak pada andesit asam. Amfibol hanya ditemukan pada dasit lava tua G. Ajek-ajek.

Struktur Geologi

Struktur geologi yang berkembang di komplek G. semeru terdiri dari struktur sesar, kaldera, kawah dan maar. Kelurusan struktur atau sesar mempunyai arah baratlaut - tenggara, timur - barat dan timurlaut - baratdaya umumnya mempunyai indikasi pergeseran litologi dan dianggap sesar normal. Kaldera Jambangan dan Ajek-ajek dicirikan oleh bentuk morfologi berupa suatu dasar kaldera, dinding curam kaldera dan bentuk vulkanik tua. Tidak kurang dari 5 (lima) buah maar terdapat di komplek G. Semeru -Jambangan, yaitu : Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Pakis dan Ranu Darungan. Hampir semua maar yang berdiameter 200 m - 1 km tersebut terisi oleh air.

Kawah yang terdapat di puncak G. Semeru terdiri dari Kawah Mahameru yang sudah tidak aktif , sedangkan kawah yang masih aktif adalah Jonggring Seloko. Kawah termuda di G. Semeru ini terletak paling tenggara dengan arah bukaan ke arah tenggara.


Referensi

1. Dana. I.N, dkk. 1995. Panduan Aktivitas G.Semeru. Direktorat Vulkanologi.. Tidak dipublikasikan.

GEOFISIKA


Seismik

Tahun 1990 kegiatan seismik G. Semeru dipantau oleh 3 (tiga) tele-seismograf PS-2 dengan ketiga recordernya ditempatkan di pos PGA G. Semeru di G. Sawur. Sedangkan penempatan setiap seismometer kadangkala mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena berbagai kebutuhan penelitian seismik serta tergantung pada aktivitas G. Semeru. Untuk saat ini pematauan kegempaan hanya dilakukan dengan menggunakan 1(satu) seismometer dikarenakan seismometer lainnya di pasang di gunung yang lain.

Geomagnet

Berdasarkan pola penyebaran anomali magnetik, maka daerah Semeru dan sekitarnya dapat dibagi ke dalam 3 zona anomali. Anomali tinggi menempati daerah tenggara. Anomali sedang berada di daerah barat, barat laut, timur laut dan tubuh G. Semeru. Anomali rendah menempati bagian timur G. Semeru, utara dan barat. Sedangkan daerah di bagian tengah yang melingkari G. Semeru mempunyai harga yang sama dengan harga regional (45.000 nt). Anomali berrelief tinggi di bagian selatan sangat erat dengan kondisi geologi Pegunungan Selatan. Tubuh G. Semeru bagian barat dan G. Widodaren merupakan daerah terintrusi yang kemungkinan bersamaan dengan tumbuhnya G. Semeru. Anomali ini mencakup puncak Mahameru.

Perkembangan kegiatan Kawah Jonggringseloko disebelah tenggara Puncak Mahameru erat hubungannya dengan daerah zona anomali rendah yang memungkinkan adanya erobosan magma kepermukaan melalui daerah yang lemah. Struktur sesar nampak disebelah selatan G. Semeru yang ditunjukan oleh zona lemah memanjang dengan arah timur .


Referensi

1. Dana. I.N, dkk, 1996. Evaluasi Kegiatan Gunungapi Semeru, Jawa Timur, Mei 1996. Direktorat Vulkanologi.

2. Palgunadi, S.1995. Laporan Penyelidikan Magnetik G. Semeru, Jawa Timur. Direktorat Vulkanologi.

GEOKIMIA


Berdasarkan parameter kimia dari Gill (1981), batuan G. Semeru muda dapat diklasifikasikan kedalam basal, andesit basa dan andesit asam ( 46,5 sampai 60% SiO2 ). Batuan dasit (66,6% SiO2 ) hanya ditemukan pada satu aliran lava tua pada kelompok G. Ajek-ajek.

Berdasarkan diagram AFM dari Na2O + K2O ; MgO dan FeO (Irvine dan Baragar, 1971), batuan vulkanik Komplek G. Semeru dikelompokan sebagai batauan Calc-alkaline.

Kandungan Mg-number (20,7 - 56,6) Ni (2 - 56 ppm) dan Cr (1 -160 ppm) yang rendah pada batuan komplek G. Semeru menunjukan bukan berasal dari magma primer, namun telah mengalami proses sekunder yaitu fraksional kristalisasi, kontaminasi dan atau pencampuran magma.

SiO2

56,43

Al2O3

19,53

Fe2O3

7,44

MgO

2,13

CaO

7,93

Na2O

3,71

K2O

1,2

TiO2

0,67

MnO

0,17

H2O 1000°C

0,12

H2O 100°C

0,07

Total

99,49

Sr

404

Ba

533

Tabel 1. Hasil analisa kimia dari lava G. Semeru tahun 1994


Referensi

1. Dana. I.N, dkk. 1995. Panduan Aktivitas G.Semeru. Direktorat Vulkanologi.. Tidak dipublikasikan.

2. Meunier. S. 1996. Etude comparative des produits des nuees ardantes du Merapi du Semeru Java Indonesie. Universite Blaise-Pascal Clermont-Ferrand 1996.

MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI


Sistim Pemantauan

Sistim pemantauan terhadap kegiatan G. Semeru sampai saat ini hanya terbatas pada pemantauan visual dan seismik saja. Sedangkan pemantauan dengan menggunakan metoda lainnya seperti deformasi, gravitasi, kelistrikan dan geomagnet dilakukan hanya bersifat temporer. Pemantauan deformasi dengan menggunakan metode tilting mulali dirintis sejak Agustus 1994 dan pelaksanaannya masih terbatas dalam tahap pembuatan patok dibeberapa lokasi pada tubuh G. Semeru.

Dalam mewaspadai kegiatan G. Semeru ini, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gelogi berusaha membuat suatu klasifikasi tingkat kewaspadaan kegiatannya. Pembagian klasifikasi ini didasarkan pada 2 (dua) hal yaitu : hasil pengamatan secara visual dan pengamatan kegempaannya. Untuk keadaan “Aktif Normal” didasarkan atas pengamatan visual antara lain frekuensi letusan terjadi 20 menit sampai dengan 1 jam, tinggi asap letusan 600 m dan jauhnya guguran mencapai 750 m dari puncak. Sedangkan pengamatan kegempaan bila tercatat rata-rata perhari adalah : gempa vulkanik (tipe A dan B ) 1 kali atau kurang, gempa letusan rata-rata kurang dari 90 kali, gempa guguran rata-rata kurang dari 70 kali dan gempa tremor rata-rata kurang dari 2 kali dengan lama gempa hanya 1 menit. Bila kegiatan itu melebihi batasan tersebut, maka kegiatan G. Semeru dinyatakan diatas aktif normal. Untuk klasifikasi diatas “Aktif Normal” berturut-turut adalah “Waspada”, “Siaga” dan “Awas” dengan kriteria klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1. Kriteria keadaan seismik dan visual untuk tingkat “Waspada” G. Semeru.

Seismik

Visual

Lain-lain

Jenis gempa (x)

Jumlah hari

Jenis guguran (y)

Jarak luncur (m)

Vulkanik dalam

Vulkanik dangkal

Guguran

Letusan

Tremor

1

1

7

90

1,5

Lava

Awan panas

750

y<1500>

1. Teramati sinar api di puncak kawah.

2. Pertumbuhan kubah lava baru di puncak

Keterangan :

Amplitudo tremor relatif konstan antara 5 s/d 10 mm

Durasi tremor antara 1 s/d 5 menit

Gempa terasa mempunyai skala MMI antara II s/d III

Tabel 2. Kriteria keadaan seismik dan visual untuk tingkat “ Siaga” G. Semeru

Seismik

Visual

Lain-lain

Jenis gempa (x)

Jumlah hari

Jenis guguran (y)

Jarak luncur

(m)

Vulkanik dalam

Vulkanik dangkal

Guguran

Letusan

Tremor

2 <>

3 <>

17 <>

135 <>

3 <>

Lava

Awan panas

y <>

y <>

1.Sinar api makin tinggi dan besar

2.Pertumbuhan kubah lava makin cepat dan besar

3.Penyimpangan arah guguran

Keterangan :

Amplitudo tremor terus membesar diatas 20 mm

Durasi tremor menerus

Gempa terasa mempunyai Skala MMI ana tara III s/d V

Gradien energi kumulatif harian meningkat tajam

Tabel 3. Kriteria keadaan seismik dan visual untuk tingkat “ Awas”

G. Semeru.

Seismik

Visual

Lain-lain

Jenis gempa (x)

Jumlah hari

Jenis guguran (y)

Jarak luncur

(m)

Vulkanik dalam

Vulkanik dangkal

Guguran

Letusan

Tremor

x > 5

x > 10

x > 27

x > 168

x > 7

Lava

Awan panas

y > 1500

y > 1500

1.Sinar api makin tinggi dan besar

2.Pertumbuhan kubah lava makin cepat dan besar

3.Penyimpangan arah guguran

Keterangan :

Amplitudo tremor terus membesar diatas 20 mm

Durasi tremor menerus

Gempaterasa mempunyai skala MMI diatas V

Gradien energi kumulatif harian meningkat tajam

Kawasan Rawan Bencana

Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasikan berpotensi terancam bahaya letusan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kawasan-kawasan tersebut ditentukan atas dasar kemungkinan pola sebaran jenis potensi bahaya yang dikaitkan terhadap situasi topografi/geomorfologinya, sehingga dapat diperkirakan pola sebaran masing-masing jenis produk pada letusan yang akan datang.

Peta kawasan rawan bencana gunungapi yang identik dengan peta daerah bahay gunungapi adalah peta petunjuk yang menggambarkan tingkat kerawanan bencana suatu daerah bila terjadi letusan gunungapi. Peta ini juga menerangkan jenis dan tipe bahaya gunungapi, kawasan rawan bencana, arah pengungsian, lokasi pengungsian dan pos-pos penanggulangan bencana. Peta kawasan rawan bencana G. Semeru dibagi kedalam tiga kawasan rawan bencana, yaitu : Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana III.

Kawasan Rawan Bencana I

Kawasan Rawan Bencana I adalah daerah waspada yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dilanda perluasan awan panas dan aliran lava. Bila erupsi membesar, daerah ini mungkin dilanda hujan abu lebat dan lontaran batu (pijar).

Kawasan Rawan Bencana I ini dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa, seperti : lahar/banjir dan kemungkinan perluasan awan panas atau aliran lava.

2. Kawasan rawan bencana terhadap materian jatuhan seperti : jatuhan abu dan kemungkinan dapat terkena lontaran batu (pijar), tanpa memperhitungkan arah angin.

Pada kawasan rawan bencana ini masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan jika terjadi erupsi/kegiatan gunungapi dan atau hujan lebat, dengan memperhatikan perkembangan kegiatan gunungapi yang dinyatakan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) sambil menunggu perintah dari Pemerintah Daerah, sesuai peraturan yang berlaku apakah mereka harus mengungsi atau masih dapat tinggal di tempat.

Kawasan Rawan Bencana II

Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, lontaran batu (pijar), aliran lava, hujan abu lebat, hujan lumpur (panas) atau lahar dan gas beracun.

Kawasan Rawan Bencana II ini dibedakan menjadi dua kelompok :

1. 1. Kawasan rawan bencana terhadap aliran masa seperti : awan panas, aliran lava dan lahar.

2. 2. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran seperti lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat.

Pada Kawasan Rawan Bencana II masyarakat diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan gunungapi, sesuai dengan saran Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) sampai daerah ini dinyatakan aman kembali. Pernyataan bahwa harus mengungsi, tetap tinggal di tempat dan keadaan sudah aman kembali diputuskan oleh Pemerintah Daerah, sesuai peraturan yang berlaku.

Kawasan Rawan Bencana III

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, material lontaran dan guguran batu (pijar). Kawasan ini meliputi daerah puncak dan sekitarnya dan beberapa lembah sungai yang berasal dari daerah puncak, seperti : Kali Glidik, Besuk Sarat, Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, Besuk Semut/Curah Lengkong dan Besuk Sat. Daerah yang mungkin dapat terlanda awan panas paling jauh diperkirakan lk 9 - 14 km, yaitu kearah Besuk Bang, Besuk Kembar dan Besuk Kobokan - Lengkong.

Pada Kawasan Rawan Bencana III tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan aktivitas lainnya. Pernyataan daerah tidak layak huni, tinggal di tempat dan keadaan sudah aman kembali diputuskan oleh pimpinan Pemerintah Daerah atas saran Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG).

Referensi

1. Dana I. N, 1997, Aktivitas Gunung Semeru Sampai Saat Ini, Direktorat Vulkanologi. Bandung

2. Bacharudin. R., dkk. 1996. Laporan Pemetaan Zona Risiko Bahaya Gunungapi Semeru. Direktorat Vulkanologi.

3. Bronto. S., Hamidi. S, Martono. A. 1996. Peta Kawasan Rawan Bencana G.Semeru. Direktorat Vulkanologi.

4. Bacharudin. R., dkk. 1996. Laporan Pemetaan Zona Risiko Bahaya Gunungapi Semeru. Direktorat Vulkanologi.

DAFTAR PUSTAKA


1. Bacharudin. R., dkk. 1996. Laporan Pemetaan Zona Risiko Bahaya Gunungapi Semeru. Direktorat Vulkanologi.

2. Dana. I.N, dkk. 1995. Panduan Aktivitas G.Semeru. Direktorat Vulkanologi.. Tidak dipublikasikan.

3. Dana. I.N, 1995. Aktivitas Vulkanisme Gunung Semeru. Direktorat Vulkanologi.. Tidak dipublikasikan.

4. Dana. I.N, dkk, 1996. Evaluasi Kegiatan Gunungapi Semeru, Jawa Timur, Mei 1996. Direktorat Vulkanologi.

5. Dana. I.N., 1997. Aktivitas Gunung Semeru Sampai Saat Ini. Direktorat Vulkanologi. Tidak dipublikasikan.

6. Dana. I.N., Laporan Evaluasi Kegiatan Gunungapi Semeru, Jawa Timur - Nopember - Desember 1998. Direktorat Vulkanologi.

7. Kusumadinata, K. dkk, 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi.

8. Meunier. S. 1996. Etude comparative des produits des nuees ardantes du Merapi du Semeru Java Indonesie. Universite Blaise-Pascal Clermont-Ferrand 1996.

9. Palgunadi, S. 1995. Laporan Penyelidikan Magnetik G. Semeru, Jawa Timur. Direktorat Vulkanologi.

10. Suryo, I. 1986. G. Semeru. Berita Berkala Vulkanologi. Direktorat Vulkanologi

Dokumentasi Peta

Nama Lembar Peta : Peta Topografi (AMS)

Nomor Lembar Peta : 5518-I, 5518-II, 5618-IV, 5618-III (1963)

Skala Peta : 1 : 50.000

1 komentar:

  1. mas, saya mau tanya untuk frekuensi pos PGA semeru untuk memantau berapa ya, sebelumnya terimakasih, seperti pos balerante di kleten 149.070

    BalasHapus