24 November 2010

Tambora

TAMBORA, Nusatenggara Barat

Compiler : A.R.Mulyana (arm@vsi.esdm.go.id)

Editor : Asnawir Nasution



Keterangan Umum

Nama

:

G. Tambora

Nama Lain

:

-

Nama Kawah

:

Doro Api Toi (dalam kaldera) dan nama Kaldera : Tambora

Nama Kerucut Parasit

:

Doro Kadindingnae, Doro Peti, Doro Mboha, Doro Ncanga, Doro Mbete, Doro Tabeh/Kembar, Donggo Tabbetoi, Donggo Tabbenai, Nangamira, Gubu Panda dan Satonda.

Lokasi

a. Geografi

b. Administratif

:

:

08°15,00' Lintang Selatan dan 118°00,00 Bujur Timur

Kab.Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat

Ketinggian

:

2851 m dml

Kota Terdekat

:

Dompu dan Bima

Tipe Gunungapi

:

A (Strato) dengan kaldera

Pos Pengamatan

:

1 buah, terletak pada ketinggian 100 m dml di kampung Doro Peti

Pendahuluan

Cara Pencapaian

Lintasan-1, dimulai dari Kp. Doro Mboha (selatan-tenggara G. Tambora). Melalui perkebunan jambu mente (pintu 14), mengikuti jalan rintisan/perkebunan dengan kendaraan Toyota Hardtop sampai pada ketinggian 1150 m dml, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih 4 jam perjalanan hingga di lereng atas bagian selatan Kaldera Tambora pada ketinggian 1950 m dml (posisi ini sangat baik untuk base camp). Dari posisi ini untuk mencapai dinding kaldera bagian selatan diperlukan waktu sekitar 1 jam perjalanan.

Lintasan-2, dimulai dari Kp. Pancasila (barat-baratlaut G. Tambora) dengan berjalan kaki (menurut informasi peneliti terdahulu dari Kp. Pancasila hingga di tebing Kaldera Tambora bagian barat-baratlaut diperlukan waktu sekitar 3 hari perjalanan).

Demografi

Konsentrasi pemukiman penduduk berada di sektor timur (Desa Sanggar), baratdaya (Kp.Doro Peti dan Pasanggrahan), barat (Desa Calabai). Sedangkan pemukiman penduduk di sektor baratlaut, utara, timurlaut, selatan dan tenggara relatif jarang. Mata pencaharian penduduk umumnya adalah petani dan pekebun dan hanya sebagian kecil sebagai buruh di perkebunan jambu mente, kopi dan perusahaan kayu.

Inventarisasi Sumberdaya Mineral

a. Batuan Beku

Cadangan batuan beku cukup berlimpah, berupa lava berkomposisi andesit-basaltik dan basalt. Umumnya dimanfaatkan untuk keperluan bahan bangunan serta pengerasan jalan antar desa dan pembuatan jembatan di sekitar G. Tambora.

b. Pumis hitam (black pumice)

Cadangan pumis hitam (black pumice) di sekitar G. Tambora sangat berlimpah, terutama tersebar di bagian timurlaut, timur dan tenggara. Merupakan komponen yuvenil yang terdapat pada endapan aliran piroklastik produk letusan tahun 1815. Biasanya dipergunakan untuk bahan bangunan penduduk sekitar dan sebagian dipergunakan untuk bahan pengerasan jalan lintas antar desa di sekitar G. Tambora.

Wisata Gunungapi

Tujuan wisata gunungapi terdapat di sekitar puncak G. Tambora, yakni di Kaldera Tambora yang mempunyai diameter 6x7 km. Untuk objek camping yang cukup representatif, dapat dilakukan di lereng atas bagian selatan atau di dalam kaldera Tambora. Sayangnya untuk mencapai lokasi dasar kaldera sangat sulit, diperlukan waktu sekitar 8 perjalanan turun melalui alur jalan yang tidak begitu ramah, dalam artian harus dilakukan dengan cara merintis jalan terlebih dahulu. Sehingga diperlukan peralatan dan perlengkapan pendakian yang cukup lengkap dan memadai. Bagi penggemar hiking, dapat melakukannya melalui sektor selatan-tenggara, yakni melalui kampung Doro MBoha, melewati perkebunan jambu mente hingga ketinggian +1150 m dml. Dari sini dilanjutkan melalui alur jalan setapak berkemiringan lereng cukup signifikan hingga mencapai titik lokasi perkemahan pertama pada ketinggian +1950 m dml. Lama perjalanan sekitar 4 jam. Di sini para hiker bisa bermalam untuk keesokan harinya melanjutkan perjalanan menuju bibir Kaldera Tambora (lama perjalanan sekitar 1 jam) dan apabila memungkinkan bisa langsung turun menuju dasar kaldera yang penuh rintangan itu, dengan lama perjalanan sekitar 8 jam.

Panorama alam yang cukup memukau, terdapat di sektor tenggara Doro Tabeh, yaitu di sekitar pantai Hoddo dan di sektor baratdaya, selatan-baratdaya, baratlaut serta timurlaut G.Tambora. Daerah-daerah ini terutama mampu menyajikan keindahan pantainya. Selain dari sajian keindahan pantainya, khusus di daerah pesisir pantai Doro MBoha dan Doro Peti sanggup menyajikan informasi geologi yang cukup menarik dan unik, yakni dengan sajian endapan preatik dengan akresional lapilinya dan aliran piroklastik yang mempunyai struktur dalam yang sangat indah, mulai dari struktur silang (cross-structure), pembebanan (load cast structure) hingga paralel (paralel lamination) yang silih berganti. Sajian akresional lapili dan ragam struktur dalam tersebut terdapat pada endapan aliran piroklastik produk letusan Tambora 1815 dan produk letusan insitu Doro Peti.

Tidak kalah menariknya, yakni mengenai tujuan wisata yang terdapat di P. Satonda yang berposisi di bagian baratlaut G. Tambora. Daerah ini merupakan produk erupsi preatik di luar tubuh G. Tambora yang dipisahkan oleh selat. Untuk mencapainya dapat dilakukan dengan menggunakan perahu motor (umumnya dilakukan dengan cara mencarter) dari Labuan Kananga.

Lain-lain

Ciri Khas G. Tambora

Karena letusan katastropik G. Tambora tahun 1815 yang memakan korban jiwa manusia (korban letusan langsung tidak kurang dari 10.000 jiwa). Sementara korban tidak langsung jumlahnya mencapai 38.000 jiwa di P. Sumbawa dan tidak kurang dari 44.000 jiwa di P.Lombok, sehingga jumlah korban jiwa manusia tidak kurang dari 92.000 jiwa. Merupakan suatu jumlah korban jiwa manusia yang sangat besar akibat dari suatu letusan katastropik di abad ke-19.

Tidak banyak letusan gunungapi katastropik di abad ke-19 yang menghasilkan suatu kaldera berdiameter besar. Di dunia hanya tercatat tidak lebih dari 3 buah saja, yakni satu buah di G.Pinatubo (Jepang) dan 2 buah di Indonesia, yakni di G. Tambora (hasil letusan katastropik tahun 1815) dan di G. Krakatau (hasil letusan dahsyat pada tahun 1883).

Yang cukup menarik untuk hasil letusan G. Tambora 1815, adalah tersebar luasnya aliran piroklastik berkomponen pumis hitam (black pumice) yang sangat jarang ditemukan pada produk letusan besar di gunungapi lain. Hal lain yang cukup menarik adalah terbentuknya kerucut-kerucut luar (flank eruption) yang tersebar di hampir seluruh lereng dan kaki G.Tambora, dengan produk letusan yang beragam dari mulai lava brondong/pop corn lava (produk letusan tipe stromboli), endapan preatik dan preatomagmatik yang banyak menyajikan struktur dalam (internal stucture) yang sangat baik untuk studi banding kevulkanologian.

Dampak positif dari G. Tambora, yakni dia sanggup menampilkan panorama yang cukup memukau, antara lain yang terdapat di P. Satonda, Doro Peti dan di hampir semua pesisir pantai di kaki G. Tambora.

Buah Tangan G. Tambora

Di sekitar G. Tambora banyak ditemukan lebah liar yang banyak menghasilkan madu berkhasiat tinggi dengan kualitas yang tidak diragukan lagi – sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Hal lain adalah dengan banyaknya padang rumput terutama di bagian lerengnya, maka seringkali dijumpai lompatan indah dari sekelompok rusa-rusa liar. Sayangnya rusa-rusa bertanduk indah ini terlampau banyak diburu tangan-tangan jahil baik untuk diambil dagingnya (yang dijadikan konsumsi daging panas yang lebih panas dibanding dengan daging kambing) maupun diambil tanduknya untuk keperluan sejumlah kelengkapan asesori rumah-rumah mewah para agniya di perkotaan.

SEJARAH LETUSAN


Kegiatan gunungapi Tambora yang tercatat dalam sejarah, yakni sejak tahun 1812 hingga tahun 1913, perinciannya adalah sebagai berikut :

Tahun

Kegiatan G. Tambora

1812

Asap tebal dari bagian kawahnya (Zollinger, 1855)

1815

Diawali dengan asap yang semakin menebal berwarna hitam yang terjadi beberapa minggu sebelum peristiwa letusan paroksimal.

5 April: terjadi suara gemuruh, terdengar sampai Ternate dan Jakarta.

10-11 April : terjadi letusan paroksimal.

12 April : letusan paroksimal berakhir.

15 Juli : fasa kegiatan semakin berkurang

1819

Agustus : suara gemuruh yang kuat masih terdengar, terasa gempa bumi dan tampak bara api.

1847 - 1913

terjadi letusan di bagian dalam kaldera yang menghasilkan leleran lava dan terbentuknya kawah Doro Api Toi.

1913-sekarang

kegiatan G. Tambora terbatas pada kepulan asap fumarola dan solfatara di sekitar dasar dinding kaldera dengan intensitas sedang-lemah. Sehingga aktivitas G. Tambora saat ini dapat diklasifikasikan ke dalam aktivitas aktif normal.

Letusan G. Tambora 1815

Letusan paroksimal Tambora tahun 1815, diawali dengan peristiwa gemuruh yang menggelegar, diikuti dengan lontaran hujan abu pada tanggal 5 April 1815. Letusan paroksimal terjadi pada tanggal 10 April 1815 dan berakhir pada tanggal 12 April 1815. Letusan ini diiringi halilintar sambung menyambung bagaikan ledakan bom atom, terdengar hingga ratusan kilometer jauhnya bahkan terdengar sampai di P. Bangka dan Bengkulu. Gempa bumi yang diakibatkan oleh letusan ini dapat dirasakan oleh peduduk yang berada di Surabaya. Volume material letusan yang dilontarkan ke udara mencapai 100-150 km3 dengan tinggi payung letusannya diperkirakan mencapai 30-40 km di atas gunungapinya, sedangkan energi letusan mencapai 1,44 x 1027 Erg atau setara dengan 171.428,60 kekuatan bom atom.

Karakter/Tipe Letusan

Karakter letusan G. Tambora, adalah berupa erupsi eksplosif magmatik berskala besar (dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan jatuhan piroklastik). Tercatat minimal 3 kali peristiwa letusan katastropik di seputar G. Tambora yang berdampak pada pembentukan kaldera, yakni Kaldera Kawindana Toi yang terbuka ke arah timurlaut (terdapat di bagian timurlaut G. Tambora); Kaldera Tambora Tua (Kaldera-1, terjadi sebelum tahun 1815) dan Kaldera Tambora Muda (Kaldera-2, terjadi pada tahun 1815). Sejalan dengan perjalanan waktu, secara berangsur kekuatan erupsi G. Tambora melemah dan cenderung menghasilkan erupsi epusif magmatik (dimanifestasikan oleh sejumlah leleran lava berkomposisi andesit-basaltik hingga basalt). Waktu antara pembentukan Kaldera Kawindana Toi dengan Kaldera Tambora, energi yang dipunyainya hanya mampu melakukan pembentukan erupsi samping yang tersebar hampir di seluruh lereng dan kaki G. Tambora, diklasifikasikan sebagai tipe lerupsi preatik/preatomagmatik berskala kecil. Menurut sebagian ahli, kerucut-kerucut samping hasil letusan kecil tersebut disebut dengan istilah erupsi cincin (ring eruption). Secara umum dapat dipisahkan menjadi 3 kelompok, yakni kelompok kerucut lava (lava cone), kerucut cinder (scorea cone) dan kerucut preatomagmatik (phreatomagmatic cone). Peristiwa letusan kecil yang tercatat dalam sejarah adalah peristiwa pembentukan kerucut Doro Api Toi yang terbentuk di dalam dasar Kaldera Tambora, menghasilkan kerucut lava basaltik hasil erupsi tipe stromboli. Tahun kejadiannya tidak disebutkan secara tepat hanya disebutkan tahun antaranya saja, yakni antara tahun 1847 dan 1913. Pembentukan kerucut Doro Api Toi ini merupakan produk paska pembentukan Kaldera Tambora 1815.

Periode Letusan

Periode letusan G. Tambora berkisar antara 3 tahun hingga 89 tahun. Aktivitas pertama yang tercatat dalam sejarah yakni pada tahun 1812, lalu diikuti dengan peristiwa letusan katastropik tipe plinian pada tahun 1815. Peristiwa letusan berikutnya adalah tahun 1819. Setelah masa istirahat cukup panjang yakni sekitar 28 tahun, baru terjadi lagi letusan pada tahun 1847. Peristiwa letusan paska pembentukan kaldera yang menghasilkan kubah lava Doro Api Toi yang terdapat di dasar kaldera terjadi antara tahun 1847 dan 1913.

Apabila berasumsi pada letusan terakhir yang terjadi pada tahun 1913, maka masa istirahat G.Tambora hingga kini sudah cukup lama, yakni sekitar 90 tahunan. Merupakan masa istirahat yang cukup lama dan cukup waktu untuk G. Tambora dalam mengakumulasikan energinya. Sehingga G. Tambora saat ini perlu diwaspadai dan dimonitor terus agar peristiwa lama yang sangat katastropik itu sedini mungkin dapat diantisipasi.

GEOLOGI


Foto Udara dan Landsat

Foto udara skala 1:40.000 produk BAKOSURTANAL dan Landsat produk JERS-1 SAR (Japan Earth Radar Satelit-1) untuk daerah G. Tambora dan sekitar, relatif lengkap. Apalagi setelah adanya kerjasama dengan pihak GSJ (Geological Survey of Japan) sejak tahun 1995/1996. terutama Citra Landsat/Radarnya lebih lengkap lagi.

Peta Geologi

Peta geologi G. Tambora dan sekitarnya, Kabupaten Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat skala 1:100.000 telah dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi (melalui Tim Pemeta Sub Direktorat Pemetaan Gunungapi) sebanyak 2 kali pada tahun 1996. Dan pada saat yang bersamaan dilakukan pula penelitian oleh Tim GSJ yang berorientasi pada endapan aliran dan jatuhan piroklastik produk letusan katastropik 1815.

Tim Pemeta dari Direktorat Vulkanologi: A.R. Mulyana, M.N. Kartadinata, A. Budianto, A. Munandar, Zainuddin, I. Nurnusanto, Estu Kriswati, Suswati, dan Nia Haerani.

Lembar peta topografi yang dipakai adalah lembar peta sketsa skala 1:50.000. Untuk keperluan kompilasi, dipergunakan peta geologi regional Sumbawa, skala 1:100.000.

Output Peta Geologi Gunungapi, adalah :

1. Pembagian morfologi G. Tambora (didasarkan atas perbedaan morfografi, morfogenesis dan morfokronologi), dipisahkan menjadi: Morfologi Vulkanik Tua, terdapat di sekitar G. Labumbum, dicirikan dengan tingkat erosi sedang-kuat, batuan pembentuk berupa lava dan endapan aliran piroklastik yang sudah mengalami pelapukan tingkat lanjut; Morfologi Perbukitan Sedimen, terdapat di sebelah utara G. Tambora, dicirikan dengan pola aliran sungai relatif paralel dengan tingkat erosi sedang-kuat, batuan penutup berupa batugamping; Morfologi Tambora, menempati bagian tengah daerah penelitin, memperlihatkan bentuk kerucut terpancung. Pada bagian puncaknya terdapat kaldera berdiameter 6x7 km dengan tinggi kaldera sekitar 900-960 m. Dasar kaldera merupakan daerah datar yang terkadang digenangi air dan di bagian selatan tenggaranya terdapat kerucut kecil Doro Api Toi. Morfologi Kerucut Luar (Kerucut Sinder dan Kerucut Lava), tersebar hampir di sekeliling tubuh G. Tambora, umumnya berdimensi kecil berstruktur kawah di bagian puncaknya dengan tingkat erosi rendah-sedang, batuan pembentuk berupa lava, endapan jatuhan piroklastik (preatik dan preatomagmatik).

2. Stratigrafi, dipisahkan menjadi 4 kelompok produk vulkanik utama, 1 kelompok batuan sedimen dan 1 kelompok endapan sekunder. Masing-masing kelompok terdiri dari satu atau lebih satuan peta. Secara umum keenam kelompok produk tersebut dapat dipisahkan menjadi: Batuan Sedimen Tersier, Produk Vulkanik Tua Labumbum, Produk Kaldera Kawindana Toi, Produk Tambora Tua, Produksi Tambora Muda dan endapan sekunder. Batuan Sedimen Tersier berupa batugamping terumbu, dianggap sebagai batuan yang mendasari (basement rock) tubuh G. Tambora dan sekitar, tersingkap di sekitar pesisir pantai barat dan baratlaut G. Tambora. Rincian lebih detil mengenai informasi dari keenam kelompok produk G. Tambora dapat dilihat pada Peta Geologi Tambora dan Sekitar, Kabupaten Dompu dan Bima, Skala 1:100.000.

3. Struktur Geologi, yang berkembang di G. Tambora dan sekitar, yakni berupa struktur sesar, kelurusan vulkanik, struktur kaldera dan struktur kawah. Struktur sesar berjenis sesar normal (sesar normal Tambora), ditemukan di sekitar puncak G. Tambora, berarah utara timurlaut-selatan baratdaya, mempengaruhi kemasifan morfologi punggungan di bagian selatan-baratdaya G.Tambora; Sesar Bili, berarah barat-timur, mempengaruhi kemasifan morfologi punggungan tenggara kaldera Kawindana Toi; Kelurusan Vuklanik Kadinding Nae-Nangamire-Sotonda, termanifestasikan oleh adanya pemunculan tiga buah kerucut (Kadinding Nae, Nangamire dan Satonda) yang berada pada satu garis lurus berarah hampir utara-selatan; Kelurusan Gubu Panda, berarah baratlaut-tenggara, diprediksi erat kaitannya dengan pemunculan kerucut Gubu Panda dan bentuk morfologi lereng Tambora bagian utara, terutama pada daerah batas dengan morfologi tua Kawindana Toi; Struktur kaldera (Kaldera Tambora berdiemeter 6x7 km dan Kaldera Kawindana Toi berarah bukaan ke timurlaut, berbentuk tapal kuda); Struktur kawah, umumnya terdapat pada kerurut luar berdimensi kecil yang tersebar hampir di seluruh lereng bawah dan kaki G.Tambora, di antaranya adalah: Kawah Kadinding Nae, Nangamire, Satonda, Gubu Panda, Doro Peti, Doro MBoha, Doro Ncanga, Doro MBente dan Doro Tabeh/Doro Kembar.

4. Evolusi Gunungapi G. Tambora dan sekitar, dimulai dengan pembentukkan Vulkanik Tua Labumbum di bagian tenggara, lalu diikuti dengan pembentukkan G. Kawindana Toi di bagian timurlaut (menghasilkan Kaldera Kawinda Toi yang terbuka ke arah timurlaut). Setelah aktivitas di bagian timurlaut berakhir, baru terbentuk G. Tambora di bagian tengah (menghasilkan Kaldera Tambora berdiameter 6x7 km). Pembentukkan kaldera Tambora terjadi 2 kali merupakan produk letusan katastropik sebelum tahun 1815 dan produk letusan katastropik tahun 1815. Pembentukkan endapan sekunder yang dimanifestasikan dengan endapan lahar dan kolovial, merupakan endapan yang masih terus berlangsung hingga kini. Pembentukkan kolovium, terutama terjadi di bagian dasar dinding Kaldera Tambora. Aktivitas terakhir yang masih terus berlangsung hingga kini, yakni berupa hembusan solfatara dan fumarola berintensitas sedang di bagian dasar dinding kaldera dan di sekitar Doro Api Toi yang berada di bagian tengah dasar Kaldera Tambora.

GEOFISIKA


Seismik

Peralatan monitoring seismik yang dipakai adalah Seismograph Telemetric System (Kinemetrics PS-2 type) dengan seismometer yang diposisikan di sekitar Pos Pengamatan Gunungapi Tambora yang terletak di kampung Doro Peti, Desa Doro, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu.

Hasil seismik didominasi oleh gempa-gempa tektonik yang bersumber dari daerah pantai utara dan selatan P. Sumbawa. Selama ini kegiatan di dalam kaldera Tambora tidak menunjukkan kegiatan yang mencolok dan hampir tidak ada catatan tentang kenakan kegiatan. Kegiatannya hanya terbatas di dasar dinding kaldera berupa tembusan solfatara dan fumarola dengan intensitas sedang. Untuk sementara ini kegiatan G. Tambora dinyatakan sebagai gunungapi aktif normal tanpa mengganggu aktivitas penduduk di sekitar dan penerbangan yang melintasinya.

Walaupun sejak pertengahan abad ke 19 di G. Tambora tidak ada gejala peningkatan kegiatan, tapi pemeriksaan puncak terus dilakukan, terutama di dasar kaldera dan di sekitar Doro Api Toi.

GEOKIMIA


Petrografi

Aliran lava produk G. Tambora, dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni: aliran lava berkomposisi basaltik (merupakan produk pembentukan perisai G. Tambora) dan andesit-basaltik (pembentukan kerucut G. Tambora).

Aliran lava basaltik, umumnya berwarna abu-abu tua kehitaman, bertekstur porfiro-apanitik dengan fenokris dominan labradorit (An70An30), klinopiroksen dan sedikit kandungan olivin, mineral opak dan klorit, tertanam pada masadasar berbutir halus.

Aliran lava andesit-basaltik, umumnya berwarna abu-abu tua, bertekstur porfiritik dengan fenokris dominan plagioklas (diameter maks. 1 mm) dan piroksen (diameter maks. 3mm) , tertanam pada masadasar berbutir sedang.

Menurut van Bemmelen (1949), lava produk G. Tambora adalah basanit leusit dan tefrit leusit. Dan menurut Petroeschevsky, lava-lava yang tersebar di bagian lereng baratlaut G.Tambora, dimasukkan ke dalam kelompok basalt olivin dan basalt kalk-alkali. Lava-lava yang tersebar di sekitar Tanjung Katupa (lereng timurlaut), Tanjung Parongga (timur-tenggara), Tanjung Peti (kaki selatan) dan di sekitar kaki baratlaut (Labuan Kananga), adalah berkomposisi andesit augit kaya olivin dan andesit biotit.

Menurut Neeb (1941), abu G. Tambora produk 1815 mudah dibedakan dengan abu gunungapi lain yang terdapat di sekitar P. Sumbawa karena banyak kandungan kaca dengan mineral-mineral plagioklas, augit, biotit, apatit dan bijih.

Geokimia

Lava-lava G. Tambora dan kerucut-kerucut luar di sekitarnya mempunyai kisaran silika antara (47,88-56,38)%; kisaran K2O antara (1,83-5,81)%. Tidak ditemukan lava-lava yang kaya akan MgO (kisaran umumnya antara 1,65-4,82%) dan hanya beberapa conto saja yang kandungan MgO lebih besar dari 5%, hal ini disebabkan karena proses pembentukkan mineral olivin relatif kurang. Kandungan TiO2 umumnya kurang dari 1%, merupakan khas untuk lava yang berada di busur kepulauan (island arc), tergabung dalam over saturated rocks. Hal ini ditandai dengan munculnya normatif kuarsa seperti hipersten, diopsid dan kuarsa. Besarnya normatif kuarsa mempunyai kecenderungan yang sebanding dengan kandungan SiO2.

Dari variasi SiO2 dengan K2O (Peccerillo et Taylor, 1986), lava-lava G. Tambora dan kerucut-kerucut sekitar mempunyai kandungan silika (47,88-56,38)%, diklasifikasikan sebagai andesit-basaltik dan basalt medium-K.

Berdasarkan diagram Harker, variasi elemen major antara SiO2 dengan MgO, menunjukkan korelasi negatif terhadap SiO2, menandakan berkurangnya mineral olivin dalam batuan seiring dengan bertambahnya kandungan SiO2. Variasi SiO2 dengan alkali (Na2O+K2O) berbanding terbalik, walaupun makin bertambahnya kandungan alkali dan silika, makin berkurang olivin pertanda tidak terjadi fraksinasi olivin.

Variasi MgO dengan CaO umumnya mempunyai korelasi positif, menandakan terjadinya fraksinasi piroksen. Pada diagram SiO2 dengan TiO2, memperlihatkan trend berpola, prosentase kandungan TiO2 selaras dengan berkurangnya kandungan SiO2.

Variasi kandungan SiO2 selalu mempunyai korelasi positif dengan bertambahnya kandungan unsur-unsur jarang seperti Zr (74-149 ppm) dan Ba (759-1470 ppm). Sedangkan dengan unsur-unsur jarang lainnya, seperti Sr (831-1587 ppm) mempunyai korelasi negatif; dan dengan unsur jarang Y (16-29 ppm) menampilkan trend acak. Hal ini selaras dengan adanya pengayaan mineral plagioklas dan atau ortoklas.

Analisis Air

Hasil analisis kimia air dasar Kaldera Tambora, menunjukkan bahwa kadar SO4 (432,1-762,9 ppm) dan pH nya menunjukkan harga yang tinggi (8,6-9,1). Derajat keasaman air (pH) dasar kaldera ini tampaknya sudah melebihi nilai ambang batas (NAB) yang diperkenankan untuk dikonsumsi serta dipakai untuk keperluan perikanan dan pertanian dengan kisaran antara 6,50 dan 8,20. Adanya peningkatan pH, kemungkinan besar disebabkan oleh akibat larutan sulfat yang berasal dari kawah yang bercampur dengan air dasar kaldera (Tabel). Kandungan SO4 dan pH yang relatif tinggi tersebut, mengindikasikan bahwa air di dasar Kaldera Tambora sangat dipengaruhi oleh aktivitas solfatara di sekitar dasar dinding kaldera.

Informasi mengenai kimia air di sejumlah sumber/mata air di sekitar lereng dan kaki G.Tambora belum ada. Hal ini merupakan PR bagi Tim Kimia Air untuk sesegera mungkin melakukan penelitian, baik dari sisi potensi dan debitnya maupun dari sisi kimianya.

Nama Unsur

Conto-1 (ppm)

Conto-2 (ppm)

Conto-3 (ppm)

Cl

15.8

17.7

19.7

HCO3-

340.7

327.1

218.0

SO4=

440.3

762.9

432.1

Ca++

68.7

157.1

80.0

Mg++

35.0

87.5

59.5

Sadah air oD

18.2

42.1

24.7

pH

9.1

8.6

9.0

Tabel Hasil Analisis Air Dasar Kaldera Tambora

Mitigasi Bencana GunungApi


Sistem Pemantauan

Pemantauan kegiatan G. Tambora, dilakukan dengan sistem pengamatan visual dan seismik dari Pos Pengamatan Gunungapi Tambora yang terletak di kampung Doro Peti, Desa Doro Peti, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu.

Pengamatan seismik dilakukan untuk memantau kegiatan gempa vulkanik dan tektonik dengan menggunakan alat seismograf seismik model PS-2 Kinemetrics dengan sistem telemetri. Hasilnya didominasi oleh gempa-gempa tektonik yang bersumber dari daerah pantai utara dan selatan P. Sumbawa. Selama ini kegiatan di dalam Kaldera Tambora tidak menunjukkan kegiatan yang mencolok dan hampir tidak ada catatan tentang kenaikan kegiatan. Kegiatannya hanya terbatas di dasar dinding kaldera berupa tembusan solfatara dan fumarola dengan intensitas sedang. Untuk sementara ini kegiatan G. Tambora dinyatakan sebagai gunungapi aktif normal tanpa mengganggu aktivitas penduduk di sekitar dan penerbangan yang melintasinya.

Walaupun sejak pertengahan abad ke-19 di G. Tambora tidak ada gejala peningkatan kegiatan, tapi pemeriksaan puncak terus dilakukan, terutama di dasar kaldera dan di sekitar Doro Api Toi. Hasil pengamatan yang dilakukan pada tahun 1986, diketahui adanya kelompok fumarola yang berada di lereng kaldera sebelah timur. Hembusan fumarola terdengar berdesis, berasap putih dengan intensitas sedang.

Usaha penanggulangan bencana akibat letusan G. Tambora di masa datang, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah melakukan pemantauan secara kontinu kegiatan vulkanik G. Tambora serta telah menyiapkan Peta Daerah Bahayanya. Pemantauan kegiatan G. Tambora secara rutin sudah dilakukan sejak tahun 1987. Dan Pemeriksaan kegiatan gunungapi yang tampak di permukaan berupa hembusan asap, konsentrasi H2S, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola berikut suhunya aktif dilakukan secara berkala oleh petugas pengamat G. Tambora.

Peta Daerah Bahaya

Bahaya yang ditimbulkan akibat letusan G. Tambora secara garis besar dapat dibedakan menjadi bahaya primer dan sekunder, digambarkan dalam Peta Daerah Bahaya, meliputi Daerah Bahaya dan Daerah Waspada.

a. Daerah Bahaya

Merupakan daerah yang terkena akibat langsung oleh letusan atau bersamaan pada saat terjadinya letusan, seperti oleh aliran piroklastik (awan panas), aliran lava dan jatuhan piroklastik. Aliran piroklastik terdiri dari material batu berukuran bongkah yang bercampur dengan abu gunungapi, sedangkan gerakan alirannya yang paling berperan adalah kandungan gas yang berada dalam tubuh aliran. Di samping dipengaruhi oleh gravitasi, kecepatan alirannya dapat mencapai 200 km/jam. Aliran lava pijar merupakan cairan magma atau cairan batuan bertemperatur sekitar 7000C, relatif pekat dengan kecepatan aliran relatif lambat tergantung dari kekentalan masa dan kemiringan dasar alirannya. Jatuhan piroklastik adalah suatu material hasil letusan yang dilontarkan ke udara dan jatuhnya sangat dipengaruhi oleh arah angin pada saat letusan. Biasanya semakin dekat dengan pusat erupsi, maka diameter material letusan semakin besar dan endapannya semakin tebal. Material yang berukuran lebih halus (berupa abu halus) dihembuskan dan terbawa angin hingga mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer jauhnya dari pusat letusan.

Daerah Bahaya G. Tambora, meliputi bagian dalam kaldera dan sekitar puncak yang umumnya tidak berpenduduk. Luasnya sekitar 58,7 km2.

b. Daerah Waspada

Merupakan daerah yang kemungkinan terlanda akibat tidak langsung atau ditimbulkan sesudah terjadinya letusan, seperti aliran lahar yang terbentuk akibat curah hujan, sehingga material letusan yang berada di bagian lereng terbawa air hujan dan membentuk lahar. Kecepatan aliran lahar di samping tergantung pada kemiringan dasar alirannya (kemiringan lereng yang dilewatinya), juga dipengaruhi oleh konsentrasi abu dan air sebagai media pembawa dan pendorongnya.

Daerah waspada yang kemungkinan terlanda jatuhan piroklastik berupa abu dan pasir kasar, diperkirakan meliputi daerah berbentuk lingkaran berjari-jari 6 km dengan pusat lingkaran berada di pusat kaldera. Bahaya sekunder akibat lahar kemungkinan besar mengalir melalui lembah-lembah sungai yang berhulu di daerah puncak.

Luas daerah waspada diperkirakan mencapai 185 km2, meliputi Kampung Pasanggrahan, Doro Peti, Rao, Hoddo dan aliran sungai Guwu yang berada di selatan dan baratdaya G.Tambora. Sebagian lagi meliputi Kampung Labuan Kenanga, Gubu Ponda dan Kawindana Toi yang berada di sebelah barat-baratlaut, utara-baratlaut dan utara-timurlaut.

Dengan telah dilakukannya metoda baru dengan sajian Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) dan Peta Zona Risiko Bahaya Gunungapi (ZRB) sejak dasa warsa terakhir, maka sajian peta Daerah Bahaya versi lama tampaknya perlu direvisi. Sehingga di masa mendatang untuk kelengkapan informasi mengenai G. Tambora dapat pula disajikan Peta KRB dan Peta ZRBnya.

DAFTAR PUSTAKA


· Adnawidjaja, M.I., dan Chatib, M., 1951, Laporan Kawah G. Tambora (Jazirah Utara P. Sumbawa) April-Mei-Juni; Bandung: Direkt. Vulkanol., tidak dipublikasikan.

· Alzwar, M., Barberi, F., Bizouard, H., Boriani, A., Cavalin, A., Eva, C., Gelmini, R., Georgei, F., Laccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G. and Sudradjat, A., 1981, A Structural Discontinuity with Associated Potassic Volcanism uin the Indonesia Island Arc: First Results of the CNRS-VSI Mission to the Island of Indonesia; Rend. Soc. Geol. t.4 (1981): 275-288.

· Chaniago, R., Effendi, W., Suhadi, D., Yuhan, Budianto, A. dan Kusdaryanto, 1995, Laporan Interpretasi Fotret Udara G. Tambora dan Sekitarnya, Kabupaten Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Erfan, R.D., 1990, Berita Berkala Vulkanologi, Edisi Khusus: G. Tambora; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Erfan, R.D., 1986, Endapan Hasil Letusan Dahsyat G. Tambora 1815; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Hamidi, S., 1969, Laporan Lapangan Sementara Penelitian dan Pemetaan Daerah Bahaya G.Tambora; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Hamidi, S., 1969, G. Tambora dan Daerah Bahayanya; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesia Region; Washington: USA Govern. Print. Off.

· Haraldur, S., Steven, C., and Erfan, R.D., 1986, The Deposits from the 1815 Tambora Eruption: A Preliminary; USA-VSI: Univ. Rhode Island Kingstone.

· Haraldur, S. and Steven, C., 1988, The Second Tambora Expedition; Kingston. Kingston, USA: Volcanol Report. Grad. School of Oceano Univ. of Rhode Island.

· Kartadinata, M.N., 1997, Endapan Aliran Piroklastik Hasil Letusan Gunungapi Tambora Tahun 1815: Penyebaran dan Karakteristik Endapannya; Bandung: Direkt. Vulkanologi, tidak dipublikasikan.

· Kusumadinata, K., Hadian, R., Hamidi, S., dan Reksowirogo, L.D., 1979, Data Dasar Gunungapi Indonesia; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Matsumoto, A., and Takada, A., 2000, K-Ar Age Determination of Lava Around Tambora Volcano. Indonesia; Kasumigasi, Chiyodaku, Tokyo: Internat. Res. and Develop. Coorp. Div., Agency of Indust. Sci. and Techno.

· Neeb, C.A., 1941, De Verspreiding van den Tambora asch op den zee bodem; Koninkl. Nederl. Aardrijksk, Genoot, Tijdsch. (vol. 58): 1053-1054.

· Neumann van Padang, M., Fryer, R.J., and Titulaer, C., 1972, Mount Tambora.

· Pannekock van Rheden, J.J., 1918, Geologische noticen uber die halbinsel Sanggar insel Sumbawa; Vulkanol. Zeitchr (vol. 4): 85-192.

· Petroesschevsky, W.A., 1949, A Contribution to the knowledge of the Gunung Tambora (Sumbawa); Koninkl, Nederl., Aardrijksk, Genoot. Tijschr. (vol. 66): 688-703.

· Rohi, W.E., 1983, Laporan Pemeriksaan Puncak G. Tambora Mei 1983; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Self. S., Hadisantono. R.D., dan Santoso. M.S., 1979, A Volcanological Investigation of Three Important Recent Eruption in Indonesia, Krakatau 1883, Tambora 1815, And Agung 1963.

· Self, S. and Decker, R.W., 1980, A Volcanological Investigation of Three Important Recent Eruptions in Indonesia: Tambora 1815, Krakatau 1883, And Agung 1963.

· Sigurdsson, H., Carey, S., and Erfan, R.D., 1986, The Deposits from the 1815 Tambora Eruption: Preliminary.

· Sudradjat, A., 1975, Peta Geologi Tinjau Nusa Tenggara Barat; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Takada, A., Yamamoto, T., Kartadinata, M.N., Budianto, A., Munandar, A., Matsumoto, A., Suto, S., and Venuti, M.C., 2000, Eruptive History and Magma Plumbing System of Tambora Volcano, Indonesia; Kasumigasi, Chiyodaku, Tokyo: Internat. Res. and Develop. Coorp. Div., Agency of Indust. Sci. and Techno.

· Takada, A., Sinulingga, I.K., Surmayadi, M., and Urai, M., 2000, Comparison Volcano Complexes with a Caldera and without a Caldera, Est Java (Preliminary Report); Kasumigasi, Chiyodaku, Tokyo: Internat. Res. and Develop. Coorp. Div., Agency of Indust. Sci. and Techno.

· Tulus, Muarif, Sugiarto, Dan Sumintapur, A., 1999, Laporan Pengamatan G. Tambora Agustus-September 1999; Bandung: Direkt. Vulkanologi.

· Urai, M., 2000, Geologic Interpretation of JERS-1 SAR Imagery at Tambora Volcano, Sumbawa Island, Indonesia; Kasumigasi, Chiyodaku, Tokyo: Internat. Res. and Develop. Coorp. Div., Agency of Indust. Sci. and Techno.

· Yamamoto, T., Takada, A., Munandar, A., Kartadinata, M.N., and Budianto, A., 2000, Stratigraphy of the 1815 Deposits of Tambora Volcano, Indonesia; Kasumigasi, Chiyodaku, Tokyo: Internat. Res. and Develop. Coorp. Div., Agency of Indust. Sci. and Techno.

· Zollinger, H., 1815, Besteigung des Vulkans Tambora auf des Inset Sumbawa und Schilderung des Eruption desselben in Jahre 1815; Winterthur.

· Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia (Vol. IA): 201. 502-504.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar