16 November 2010

Gede

Gede, Jawa Barat

Compiler : E. Kusdinar (kusdinar@vsi.esdm.go.id)

Editor : Mas Atje Purbawinata, Asnawir Nasution


Keterangan Umum

Nama

:

G. Gede

Nama Lain

:

Gedeh, Ageung, atau Agung

Lokasi

:

Koordinat/ Geografi : 6°47' LS dan 106°59' BT . Secara administratif termasuk Wilayah Cipanas, Kabupaten Cianjur dan sebagian termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Ketinggian

:

2958 m. dpl. dan sekitar 1850 dari Pacet.

Tipe Gunungapi

:

Strato Type A

Pos Pengamatan

:

Terletak pada kaki gunung sebelah utara, terletak pada kawasan hutan pinus di desa Ciloto, Kec. Pacet, Kab. Cianjur.

Nama Kawah

:

Gumuruh, Gedeh, Sela, Ratu, Lanang, Wadon dan Baru yang terletak pada daerah puncak yang membentuk kelurusan sepanjang 1000 m yang memanjang dari arah utara-baratlaut. Kawah Gede terletak disisi bagian baratlaut kawah Gumuruh, sementara Kawah Ratu dan Kawah Lanang berada di selatan kawah Gede. Kawah Wadon merupakan daerah fumarola yang berlokasi dekat pematang utara Gede yang menghilang.

Tepi

Kawah

Dasar

Kawah

Nama Kawah

Ukuran (meter)

Ketinggian (meter)

Ukuran (meter)

Ketinggian (meter)

Gumuruh

1600

2927

-

2724

Gede

1000

2958

-

-

Sela

750

2709

-

-

Kawahratu

300

2800 - 2750

100 x 50

2680

Kawahlanang

230 x 170

2800 - 2770

140 x 402

2740

Kawahwadon

140 x 80

2600 - 2525

-

-

Kawahbaru

Pendahuluan

a. Cara Pencapaian ke Pos Pengamatan Gunungapi

Pencapaian ke lokasi Pos Pengamatan Gunungapi Gunung Gede cukup mudah, dari Bandung dapat dicapai melalui Cianjur kemudian pos pengamatan gunungapi G. Gede yang berlokasi di Ciloto (Puncak) dapat digunakan kendaraan roda 4 dengan lama perjalanan sekitar 3 jam. Jarak dari Bandung sampai persimpangan jalan ke Pos Pengamatan Gunungapi sekitar 88 km dan dari persimpangan jalan raya ke Pos Pengamatan Gunungapi sekitar 750 m.

b. Pencapaian ke Kawah Puncak

Menurut Kusumadinata K. dan Hamidi S. (1979), Jalan yang biasa digunakan untuk mencapai kawah atau Puncak G. Gede adalah dari Cibodas, Cimacan dan Selabintana (Sukabumi).

Pendakian dari Cibodas: melalui jalan beraspal, dapat menggunakan kendaraan bermotor dari Cimacan melalui Rarahan sampai ke Kebun Raya Cibodas (1425 m dml). Perjalanan dilanjutkan melalui jalan kuda yang menurun landai memotong Ciwalen, kemudian mendaki sampai Panyangcangankuda, di pertigaan pada ketinggian 1628 m dml (1 jam perjalanan). Dari sini dapat dikunjungi air terjun Dendeng, Cikundul dan Ciwalen yang melewati dinding lava, air terjun mempunyai ketinggian antara 40 – 50 m (sekitar 10 menit perjalanan). Dari pertigaan tersebut, perjalanan dilanjutkan sampai ketinggian 2150 m dml, disini dijumpai air terjun lainnya dengan kepulan awan uap air yang berasal dari mataair panas (Cipanas) dengan suhu antara 48 – 50oC yang keluar dari antara bongkah-bongkah lava. Perjalanan dilanjutkan selama 10 menit sampai Lebaksaat dan disini dapat dilihat bongkah-bongkah lava berwarna putih kekuning-kuningan akibat asap fumarola. Lebaksaat merupakan daerah yang baik untuk berkemah untuk orang yang akan mengunjungi Kawahlanang, meskipun namanya Lebaksaat (lembah tanpa air) namun didaerah ini mengalir air bening yang cukup deras. Dari Lebaksaat perjalanan dilanjutkan melalui jalan yang mendaki dan lebih terjal dari sebelumnya, setelah berjalan selama 45 menit akan sampai di Kandangbadak (2393 m dml). Dari Kandangbadak mendaki sekitar 350 meter sampai ke Kawahratu dengan lama perjalanan sekitar 30 – 45 menit. Kawahlanang dapat dicapai dari Lebaksaat dengan lama perjalanan sekitar 30 menit. Dari Kandang Badak sampai puncak G. Gede (2958 m dml) dibutuhkan waktu perjalanan sekitar 90 menit. Waktu yang diperlukan untuk pendakian dari Cibodas hingga puncak G. Gede adalah antara 7 – 8 jam.

Pendakian dari Selabintana (Sukabumi): Perjalanan melalui rute ini lebih berat, perjalanan melalui perkebunan teh “Goalpara” dan hutan rimba, sebagian mendaki terjal, berkelok-kelok dan berbatu sepanjang salah satu punggungan selatan, hingga dicapai pematang lingkaran luar dari G. Gede dengan G. Gumuruh (2929 m). Dari sini turun 200 m ke Alun-alun, daerah berupa dataran dan baik untuk perkemahan. Dari Alun-alun dapat mendaki ke puncak melalui jalan yang agak terjal sampai ke ketinggian 2958,3 m dml. Pendakian melalui rute ini memerlukan waktu sekitar 6 – 7 jam dan perjalanan pulang lebih singkat sekitar 4 – 5 jam.

Pendakian dari tempat lain: Selain dari Cibodas dan Selabintana, pendakian ke puncak G. Gede dapat dilakukan dari Pacet, hotel Warnasari (Sukabumi), Bedogol (Stehn, 1930). Rute melalui tempat-tempat tersebut hanya baik dilakukan oleh para pecinta olah raga mendaki gunung. Perlu diingat bahwa kecelakaan sering terjadi menimpa para pendaki yang melalui rute ini.

Demografi

Penduduk yang bertempat tinggal disekitar G. Gede cukup padat, pada tabel 1 dapat dilihat jumlah penduduk untuk masing-masing desa di sekitar G. Gede. Seperti gunungapi lainnya Gunung Gede merupakan lahan yang subur untuk pertanian, oleh karena itu sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, misalnya penduduk kecamatan Sukaraja: 70% petani, 20 % pedagang dan 10 % lain-lain.

Inventarisasi sumberdaya gunungapi

Sampai saat ini belum ada data inventarisasi sumberdaya G. Gede yang rinci. Dilereng-lereng Gunung Gede ditemukan beberapa sumber mata airpanas dan air terjun, hal ini merupakan daya tarik untuk geowisata.

Wisata gunungapi

Gunung Gede merupakan salah satu gunungapi yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi, para pendaki dan pencinta alam banyak yang ingin mencapai puncaknya, kawah-kawah yang ada di puncaknya mempunyai daya tarik tersendiri. Dan para pendaki sering naik dari berbagai arah yang kadang-kadang melalui jalan yang tidak biasa dilalui, sehingga sering kali terjadi adanya korban.

Hutan sekitar Gunung Gede mempunyai daya tarik tersendiri; alamnya yang subur, indah, sejuk dan sebagai pusat tempat tumbuhnya aneka jenis tumbuhan; merupakan hutan/taman wisata yang strategis terletak diantara 2 kota besar di Jawa Barat. Pengunjung Taman Nasional Gede Pangrango >60.000 orang/tahun, dan pengunjung mempunyai kecenderungan naik tiap tahunnya.


Accuan

· Kusumadinata K., 1979, Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi.

· Kartijoso S., 1990, Gunung Gede, Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus, No.155, Direktorat Vulkanologi.

SEJARAH LETUSAN


Sejarah letusan

Sejarah letusan G. Gede telah dibahas oleh Junghun (1843) dan Taverne (1926) dalam Kusumadinata K. dan Hamidi S. (1979), diterangkan bahwa letusan G. Gede pada umumnya kecil dan singkat, kecuali yang terjadi pada tahun 1747 – 1748 yang mengeluarkan aliran lava dari Kawahlarang. Pada tabel 2 disajikan sejumlah catatan singkat mengenai letusan yang telah terjadi di Gunung Gede.

Karakter letusan

Letusan-letusan G. Gede pada umumnya berupa letusan kecil dan berlangsung singkat. dan sifat letusan pada umumnya hanya letusan-letusan abu atau pasir halus.

Pada tahun 1747 – 1748 diduga terjadi 2 buah aliran lava dari Kawahlanang. Pada tahun 1890 diduga terjadi awanpanas. Tidak ada laporan mengenai korban akibat letusan G. Gede.

Periode letusan

Yang terpendek kurang dari satu tahun (pada tahun 1899 terjadi beberapa kali letusan) dan yang terpanjang 71 tahun.


Tabel 2. Sejarah letusan Gunung Gede

Tahun letusan

Keterangan

1747-1748

Selama perioda ini terjadi letusan hebat dan menghancurkan (Junghun, 1854).

1761

Letusan kecil yang menghasilkan hanya sedikit abu (Junghun, 1854)

1832

Pada 29 Agustus, awan asap raksasa mengepul dari kawah, dapat dilihat dari Bogor dan menyebabkan hujan abu deras pada jam 11.00 – 12.00, sangat halus dan berwarna kehitam-hitaman dan berhembus ke arah Jakarta (Betawi)

1840

Terjadi beberapa kali letusan besar (Hasskarl, Junghun, 1854).

Pada 12 Nopember jam 03.00 malam tiba-tiba terjadi letusan hebat, disertai oleh suara gemuruh dan goncangan tanah hebat, semburan api setinggi lebih kurang 50 m diatas kawah. Sejumlah besar batu membara dilontarkan dari kawah dan sebuah tiang asap hitam naik tinggi ke udara, abu menghujani daerah Bogor.

Pada 14 Nopember, abunya ditiup angin sejauh lebih kurang 20 km.

Pada 22 Nopember, jam 01.00, bumi berguncang dan terdengar surara keras selama asap dan bongkah puing lava dimuntahkan, keesokan harinya puncak gunung seakan-akan seluruhnya menyala, bagaikan lapangan alang-alang yang terbakar.

Letusan paroksisma terjadi pada 1 Desember. Jam 06.00 pagi terdengar suara bagaikan guntur, tiang api mencapai lebih kurang 200 m diatas tepi kawah, awan asapnya mencapai ketinggian lebih kurang 2000 m diatas puncak gunung.

3 Desember, jam 06.00 sore dan kemudian 11 Desember jam 02.00 letusan serupa ini terjadi lagi, yang terakhir disusul dengan hujan abu.

1843

Pada 28 Juli, jam 23.30 hujan abu tipis.

1845

Pada 23 Januari, jam 10.30, tampak sebuah tiang asap naik dari kawah, disertai suara bergemuruh. Hal serupa terulang pada 5 Maret jam 22.30.

1847

Malam hari 17 – 18 Oktober hujan abu tipis jatuh di Bogor.

1848

8 mei, di pagi hari tiba-tiba muncul tiang asap tebal di Kawah Gede.

1852

28 Mei, sejumlah besar batu berdiameter 2 hingga 12 kaki dan abu dilontarkan.

1853

14 Maret antara jam 07.00 – 09.00 tiang awan membungbung

1866

18 September terjadi hujan abu

1870

29 Agustus – 30 September, bara api, uap asap sangat tebal.

3 Oktober pada jam 09.45 terdengar ledakan kuat.

1885

Suara gemuruh dalam Januari dan Pebruari.

1886

10 Juni – 16 Agustus terjadi ledakan dan dentuman, hujan abu.

1887

22 Oktober

1888-1889-1891

Tanggal tidak diketahui

1899

1 – 14 Mei suara gemuruh, sinar api diwaktu malam

1900

Suara bergemuruh

1909

2 Mei, hujan abu dan suara bergemuruh.

Menurut Taverne (1926), semuanya sama sekali tidak berarti dan hanya terbatas pada hujan abu yang tipis yang hanya berlangsung 1 atau 2 hari. Neumann van Padang (1951, p.72 – 74) mencantumkan bahwa letusan ini adalah esplosi normal yang terjadi di kawah pusat.

1946

19 – 20 Desember, tampak asap membumbung dari Kawah Ratu

1947

2 September, letusan kecil dari kawah Ratu

27 September, terjadi hujan abu tipis. Pada jam 09.00 dan 09.30 awan letusan setinggi lebih kurang 500 m.

17 Oktober; pada 20.30, 20.40 dan 21.00 letusan pendek.

1 Nopember, pada 13.40 letusan pendek.

15 Nopember, pada jam 12.15 letusan pendek.

28 November, pada jam 11.25 letusan selama 2 – 3 menit.

30 Nopember, pada jam 21.27 letusan selama 3 menit.

1948

8 Januari, pada jam 00.20 letusan selama 3 menit dan semburan pasir dan lapili.

11 Januari, pada jam 21.50 letusan selama 20 detik.

17 Januari, pada jam 15.45 terjadi letusan pendek.

22 Januari, pada jam 00.45 dan 01.00 terjadi letusan pendek.

25 Januari, pada jam 07.30 dan 07.32 terjadi letusan selama 3 menit (Berlage, 1948).

28 Januari, pada jam 04.23 letusan.

12 Nopember, pada jam 11.28 terjadi letusan dengan awan abu lebih kurang setinggi 5000 m.

16 Nopember, pada jam 06.45 terjadi letusan abu kelabu.

20 Nopember, pada jam 03.45 terjadi letusan.

23 Nopember, pada jam 07.00 tampak 3 letusan dengan awan letusan sampai 2500 m tingginya (Adnawidjaja, 1948).

1949

17 Januari dan 5 Pebruari, letusan kecil dari kawahpusat (Neumann van Padang, 1951).

1955

21 Juli (Djatikoesoemo, 1955).

2 Agustus, pada jam 00.20 Asap tebal hitam pekat tampak menyembur setinggi 300 – 400 m (Djajawinangun, 1955).

1956

28 April, pada jam 07.00, tampak awan abu tebal berwarna hitam disertai dengan sinar, berlangsung setengah jam (Hadikusumo, 1957).

1957

13 Maret, pada jam 1914 – 19.16 letusan disertai suara gemuruh, tinggi awan letusan lebih kurang 3 km diatas kawah (Hadikusumo, 1957).

1972

Menurut Hamidi (1972, p.3) dalam bulan Juli Kawahlanang mengeluarkan asap putih yang agak tebal berbau belerang bersuara mendesis. Lokasi tempat tembusan ini telah bergeser lebih kurang 10 meter. Di Kawahratu tembusan fumarola terdapat di tebing sebelah utara, asapnya berwarna putih dengan tekanan lemah. Dasar kawahnya tertutup lumpur. Di Kawawadon, tembusan fumarola terdapat di sudut sebelah tenggara, berbau belerang berwarna putih tipis dengan tekanan rendah. Tidak ada perubahan kawah yang menyolok.



Acuan

· Hadisantono R.D., Sumpena A.D. dan Djuhara A., 1996, Laporan Pemetaan Zona Risiko Bahaya G.Gede, Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi.

· Kartijoso S., 1990, Gunung Gede, Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus, No. 155, Direktorat Vulkanologi.

· Kecamatan Sukaraja dalam 1994, BPS - Statistik Kecamatan Sukaraja.

· Kusumadinata K. dan Hamidi S., 1979, Gede, Data Dasar Gunungapi Indonesia, Direktorat Vulkanologi

· Wardoyo, 1996, Mt. Gede Pangrango national Park.

GEOLOGI



Gunung Gede merupakan gunungapi strato. Lereng-lereng gunungnya berkembang bebas kearah selatan dan tenggara. Pada bagian barat dan utara, gunung ini dibatasi oleh Gunung Pangrango yang membentuk gunungapi kembar dengan G. Gede. Pada arah yang lain, gunungapi ini dibatasi oleh komplek gunungapi tua. Lereng bagian selatan lebih terjal dibandingkan dengan lereng lainnya, memperlihatkan topografi yang kasar dan irisan-irisan erosi yang dalam. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perpindahan aktifitas vulkanik ke arah utara, kearah endapan muda.

Daerah G. Gede dan sekitarnya dapat dibagi kedalam beberapa satuan morfologi: bentuk asal vulkanik (sisa-sisa kawah/amblasan dan irisan lereng pada endapan vulkanik), bentuk-bentuk asal denudasi vulkanik (G. Joglo dan Telaga), bentuk-bentuk asal denudasi (G. Kencana), dan bentuk-bentuk asal struktur (punggungan lava).

Bentuk setengah lingkaran mencirikan sisa kawah, yang terbuka ke arah baratlaut dan mempunyai dinding yang sangat terjal. Bagian atas dari kawah adalah paling terjal dengan tinggi 50-200 m dan diameter 1600 m. Kawah dibentuk oleh perselingan dari lava teralterasi dan piroklastik. Kawah aktif G. Gede dicirikan oleh bentuk tapal-kuda yang membuka ke arah utara. Dinding yang sangat terjal mempunyai tinggi dan diameter masing-masing 200 m dan 1000 m. Ada 5 buah kawah muda yang berada dalam dasar kawah Gede. G. Joglo dan G. Telaga mempunyai bentuk kerucut yang sudah tererosi kuat dengan punggungan yang tajam. Breksiasi berasosiasi dengan erosi yang dalam dan gawir-gawir mungkin disebabkan oleh sesar. G. Joglo dan G. Telaga berada dibagian utara dari G. Gede, dibentuk oleh aliran debris vulkanik tua. G. Kencana dibentuk oleh lava yang sudah lapuk. Punggungan lava dicirikan oleh punggungan yang memanjang dengan gawir sepanjang sisi-sisi punggungan dan terletak pada bagian lebih ke utara dari G. Gede.

Perkembangan dan perpindahan dari kawah dicirikan oleh adanya saling perpotongan antara satu kawah dengan kawah yang lainnya. Ada 7 kawah yang berada di daerah puncak, yaitu:

Kawah Gumuruh; merupakan kawah terbesar dan tertua, dengan diameter 1600 m, kawah ini mempunyai bentuk kawah tapal-kuda yang membuka kearah baratlaut dengan dinding kawah yang sangat terjal mempunyai tinggi sekitar 200 m dan dasar kawah datar yang sempit.

Kawah Gede, terletak di dalam kawah Gumuruh dengan diameter 1000 m, dinding yang terjal mempunyai tinggi 200 m, kawahnya membuka ke arah utara.

Kawah Sela, terletak dibagian utara sisi kawah kawah Gede dengan diameter 750 m. Sisi kawah tidak terlihat karena erupsi yang lebih muda.

Kawah Ratu, mempunyai diameter 300 m dan dinding yang curam, berlokasi di dalam Kawah Gede.

Kawah Lanang, merupakan kawah aktif dengan ukuran 230 x 170 m dan dinding kawahnya sangat terjal.

Kawah Baru, terletak didalam Kawah Gede.

Kawah Wadon, terletak dibagian utara kawah Gede dengan ukuran 149 x 80 m, dicirikan oleh adanya lapangan solfatara dan fumarola.

Pada saat ini kawah yang paling aktif adalah Kawah Lanang dan Kawah Wadon.

Geologi komplek Gunung Gede dibagi kedalam tiga perioda kegiatan: G. Masigit Pangrango, G. Gumuruh (G. Gede tua) and G. Gede muda. Batuan dasar dari komplek ini dan daerah sekitarnya adalah batuan sedimen yang berumur tertier, hasil endapan vulkanik dari G. Gede muda adalah lava, piroklastika aliran, piroklastika jatuhan, longsoran vulkanik dan endapan lahar. Posisi dari G. Gede muda yang tumbuh diantara dua pusat erupsi pada bagian tenggara dan baratdaya (G. Gumuruh dan G. Masigit - Pangrango) menyebabkan penyebaran dari sebagian besar hasil letusan menyebar ke arah timurlaut dan hanya sebagian kecil kearah baratdaya.

Rempah hasil kegiatan G. Gede Tua (kelompok G. Gumuruh – Sukaratu (?), dapat diamati dilereng timur daerah Cianjur berupa sebaran 777 bukit. Sebaran 777 bukit ini diduga akibat letusan hebat disertai longsoran dinding dan kemudian diendapkan berupa bukit-bukit kecil. Peristiwa ini seperti yang terjadi di G. Galunggung (ten thousand hills, van Bemmelen – 1949).

Pembentukan tubuh G. Gede Tua (setelah peristiwa diatas?) berupa aliran lava, dapat diamati pada lereng yang cukup tinggi seperti Pr. Culamega (timur, 1652 m dml), Pr. Gombongpapag (selatan, 1785 m dml) dan Curug Cibeureum (utara, 1650 m dml). Aliran lahar tua ke arah selatan menutupi daerah Sukabumi selatan dan mencapai lembah S. Cimandiri, sedangkan ke arah timur mencapai lembah Citarum.

Komposisi lava G. Gede berupa andesite hypersten augite vitrofirik sampai andesite augite hypersten. Sejumlah batuan berkomposisi basalt ditemukan pada lereng utara G. Pangrango. G. Gede menghasilkan aliran lava andesitik dari sumber magma primer tholeitik pada kedalaman zona Benioff 120 - 125 km.


Acuan

· Bemmelen R.W. van, 1949, report on the volcanic activity and volcanological research in Indonesia during the period 1936-1948, Volcanol. Bull., v.2, 9, Napoli, p. 23

· Hadisantono R.D., Sumpena A.D. dan Djuhara A., 1996, Laporan Pemetaan Zona Risiko Bahaya G. Gede, Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi.

· Kartijoso S., 1990, Gunung Gede, Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus, No. 155, Direktorat Vulkanologi

· Taverne N.J.M., 1926, Vulkaanstudien op Java, Vulkanol. Mede., No.7, p. 84-89

GEOFISIKA


Kegempaan yang diakibatkan oleh aktifitas G. Gede diamati dari pos pengamatan gunungapi secara terus menerus. Aktivitas seismik diamati oleh satu stasion permanen yang terletak pada lereng barat-laut dan berjarak 4 km dari puncak.

Pada tahun 1991, terjadi kegempaan yang didominasi oleh gempa volkanik type-A, tetapi tidak diikuti oleh aktivitas permukaan. Beberapa penomena yang sama muncul beberapa kali sampai sekarang.

Pada bulan Juni 1997, jumlah kegempaan harian naik dan pengamatan pada bulan Agustus 1997 dilakukan pengamatan secara temporal. 7 buah stasion temporal dipasang disekeliling gunungapi ini, dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti hyposenter gempa dan mekanismenya.

Menurut Suantika dkk. (1997), Hiposenter gempa terkonsentrasi antara puncak gunung Gede dan gunung Pangrango, merupakan kelurusan struktur sesar. Kedalaman gempa kira-kira antara 1 – 5 km dari puncak. Ini menggambarkan bahwa kegempaan berasal dari gerakan sesar normal dengan arah bidang sesar NE – SW dan kemiringannya sekitar 80°.

Selain pengamatan kegempaan yang terus menerus; pada tahun 1992, beberapa metoda penyelidikan geofisika telah dilakukan di Gunung Gede, yaitu: potensial diri (self potential – sp; Lili Ramly dkk.,1992), geomagnet (Salman Palgunadi dkk., 1992) dan gaya berat (Tatang Yohana dkk., 1992). Metoda potensial diri dan geomagnet dalam laporannya hanya berupa kumpulan data. Sedangkan dari penyelidikan gaya berat (Tatang Yohana dkk., 1992) berdasarkan peta anomali regional, peta anomali bouguer, peta anomali residual (sisa), disimpulkan bahwa terlihat adanya kecenderungan arah struktur yang berarah baratdaya – timurlaut, massa jenis batuan ke arah puncak semakin kecil dan dari peta residual pola struktur terlihat jelas berarah barat – timur.


Acuan

· Lili Ramly, Hidayat Y., dan Samid,1992, Laporan pengukuran Potensial Diri (Self Potensial G. Gede, Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi.

· Mulyadi D., dan Suantika G.,1992, Pengamatan kegempaan dan pengukuran temperatur G. Gede, Jawa Barat, Juni – Juli 1992, Direktorat Vulkanologi.

· Salman Palgunadi, Suparan R., dan Suyana, 1992, Laporan Analisa struktur dalam G. Gede dengan menggunakan Metoda Magnet, Direktorat Vulkanologi.

· Setiawan D., 1992, Analisa Aktifitas G. Gede, Jawa Barat dari data seismik 1990 – 1992.

· Tatang Yohana, Sugiyo dan Cahyadi, 1992, Laporan Penyelidikan Gayaberat (Gravity) G. Gede, Juli – Agustus 1992, Direktorat Vulkanologi.

GEOKIMIA


1. Petrokimia

Sebanyak 15 contoh batuan G. Gede telah diambil secara sistematis dengan memperhatikan sebaran vertikal maupun horizontal. Nomor contoh, lokasi dan satuan batuan seperti pada tabel-3.

Batuan G. Gede mempunyai kandungan silika (SiO2) dengan kisaran antara 52,70 – 56,25 %, kandungan K2O rendah antara 0,96 – 1,86 %, nilai total alkali 3,91 – 5,00 % tabel-4. 14 contoh batuan G. Gede termasuk kedalam seri Kalk-Alkali dengan K sedang dan 1 contoh (G-07) termasuk kedalam seri Kalk Alkali dengan K-tinggi (gambar –1).

1. Sifat kimia air panas

Airpanas G. Gede mempunyai pH 6,59 dan konsentrasi Cl- yang tinggi ditafsirkan bahwa Cl- berasal dari gas HCl yang konsentrasinya tinggi dan diasosiasikan dengan adanya aktivitas vulkanik (tabel-5). Juga tingginya konsentrasi sulfat diakibatkan oleh adanya reaksi antara SO2 dengan oksigen dan air panas yang menghasilkan ion-ion sulfat.

Suhu bawah permukaan dapat diduga dengan menggunakan geothermometer SiO2 dan Na/K, masing-masing adalah 237,51 dan 237,15oC. Jenis airnya termasuk khlorida-sulfat.

Tabel 3. Daftar contoh batuan G. Gede untuk analisa petrokimia.

No Contoh

Lokasi

Satuan Batuan

Umur

G.12

Kawah Ratu

Jatuhan piroklastik kawah ratu

H

G.09

Air terjun Cibeureum

Lava Cibodas

O

G.05

Kebun raya Cibodas

Lava Cibodas

L

G.10

Kawah Ratu

Lava Cibodas

O

G.08

Kawah Leutik

Lava Gede

S

G.14

Mata air panas

Lava Gede

E

G.15

Air terjun Cibeureum (Puncak)

Lava Gede

N

G.11

Kawah Leutik

Jatuhan piroklastik G. Gede

G.13

Persimpangan jalan menuju kawah dan puncak

Jatuhan Pirpklastik G. Gede

G.01

Pinggiran jalan raya ke Loji

Aliran piroklastik Cikundul

G.04

Lereng G. Pangrango

Guguran Vulkanik Ciherang

G.06

Jalan raya Cipanas - Cianjur

Aliran Piroklastik Cigombong

PLE

G.03

Pasir Cinerus

Aliran Lava Pasirpogor

IS

G.07

Sungai Cibeureum Purbawati (Sukabumi)

Aliran piroklastik Lebak Cipelang

TO

G.02

Kandang-kuda

Guguran Volkanik Cianjur

SEN

Acuan

· Priatna et al., 1992, Laporan Penyelidikan Gas Gunung Gede, Direktorat Vulkanologi.

· Sjarifudin M. Z., Purbawinata M.A., Pratomo et al., 1985, Laporan hasil Analisa petrologi dan petrography lava G. Gede, Direktorat Vulkanologi.

· Zaennudin A., Santoso I., Zainuddin, Wahyuningsih R., Sasongko Y., Sinulingga Iman K., 1993, Laporan Penyelidikan Petrokimia G. Gede, Direktorat Vulkanologi.

MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI


Pemantauan

Untuk pemantauan G. Gede (seperti gunungapi lainnya) dilakukan dengan 2 cara, yaitu: pemantauan secara permanen dan pemantauan yang dilakukan sewaktu-waktu (temporal) yang dilakukan terutama jika kegiatan gunungapi tersebut menunjukkan peningkatan. Pemantauan secara permanen dilakukan secara terus menerus dari Pos Pengamatan G. Gede.

Pemantauan secara permanen dilakukan dengan cara mengamati secara visual dan dengan menggunakan alat pengukur kegempaan (seismometer) dan dilakukan secara terus menerus setiap waktu (24 jam setiap hari), peralatan seismometer dipasang dengan sistem radio telemetri dan alat penangkap gempa diletakkan dilereng G. Gede, gempa yang ditangkap dipancarkan melalui gelombang radio dan direkam di Pos Pengamatan Gunungapi Ciloto, kegiatan pemantauan dari Pos Gunungapi tersebut dilakukan sejak tahun 1985.

Beberapa metoda geofisika, yaitu: potensial diri (self potensial – sp), geomagnet dan gaya berat pernah dilakukan di gunung Gede dalam rangka pengamatan secara temporal.

Pemeriksaan kawah dan pengukuran suhu solfatara/fumarola dilakukan sewaktu-waktu. Hasil pemeriksaan kawah dan pengukuran suhu solfatara/fumarola G. Gede pada tahun 1989 adalah sebagai berikut:

1. Kawah Leutik maksimum 92oC dan minimum 81oC,

2. Kawah Lanang tidak terlihat kegiatan solfatara/fumarola,

3. Kawah Ratu, asap solfatara/fumarola, warna putih tipis,

4. Kawah Wadon, maksimum 145oC, minimum 97oC, asap solfatara warna putih tipis, tekanan gas lemah – kuat.

Bahaya Gunungapi

Direktorat Vulkanologi pada tahun 1996 telah menerbitkan peta daerah bahaya G. Gede yang didasarkan kepada bahaya utama yang mungkin timbul akibat keluarnya material hasil erupsi jika terjadi letusan. Bahaya letusan yang mungkin terjadi pada G. Gede adalah:

1. Aliran lava dan awanpanas,

2. Sebaran material letusan yang berupa bom gunungapi, lapili, pasir kasar – halus dan abu,

3. Lahar hujan

Peta daerah bahaya Gunung Gede dibagi menjadi daerah bahaya dan daerah waspada.

1. Daerah Bahaya

Daerah bahaya adalah daerah yang dapat dilanda langsung oleh material letusan berupa aliran lava, aliran awan panas dan jatuhan bom serta lapili yang masih membara. Daerah ini terletak disekitar kawah dengan jari-jari 5 km dari titik letusan, pada umumnya daerah ini tidak berpenduduk. Kemungkinan wilayah yang terletak pada arah bukaan kawah gunung Gede dapat terlanda awan panas dan lahar hujan. Daerah ini meliputi desa Ciloto (sebagian), Sindangjaya (sebagian), Sindanglaya, Cimacan, Sukatani, Palasari, Ciputri, Sukanagalih, Cibadak dan Kawung Luwuk (sebagian). Daerah Bahaya meliputi luas sekitar 78,5 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 72.350 jiwa.

2. Daerah Waspada

Daerah waspada pada umumnya kemungkinan akan tertimbun oleh jatuhan pasir dan abu, pada daerah tepi sungai yang berhulu di G. Gede kemungkinan dapat terlanda aliran laharhujan. Daerah ini meliputi Desa Cipanas, Maleber dan sebagian dari desa-desa Sindanglaya, Cipendawa, Gadog, Ciherang, Kawungluwuk dan Batulawang. Luas daerah Waspada sekitar 61,3 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 58.420 jiwa.

Zona Risiko Bahaya

Direktorat Vulkanologi pada tahun 1996 telah membuat Peta Zona Risiko Bahaya untuk daerah Gunung Gede dan sekitarnya. Peta Zona Risiko Bahaya antara lain ditentukan oleh jenis produk letusan dan pola sebarannya, peta zona risiko ini berlaku dan dapat digunakan jika:

1. Letusan G. Gede tidak bersifat katastrofis atau masing-masing hasil letusannya tidak lebih luas penyebarannya dari yang tercantum pada peta kawasan rawan bencana G. Gede.

2. Letusannya terjadi pada kawah pusat (central eruption) dan tegak (vertical).

3. Tidak terjadi perubahan morfologi di daerah puncak secara drastis yang dapat mengakibatkan perubahan arah produk letusan, terutama awan panas.

4. Sebaran piroklastika jatuhan tidak terpengaruh oleh arah tiupan angin.

5. Tidak terjadi perubahan pemanfaatan tutupan lahan secara drastis.

6. Tidak terjadi pertambahan penduduk di tiap pemukiman secara drastis.

Peta Zona Risiko Bahaya G. Gede dapat dikelompokkan 4 zona, yaitu: zona risiko tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, zona-zona risiko dan cakupan daerahnya adalah sebagai berikut:

1. Zona risiko tinggi

Daerah yang termasuk zona risiko tinggi, yaitu daerah-daerah yang kemungkinan dapat terlanda potensi bahaya awan panas kuat (Ap.k) dan jatuhan piroklastika kuat (Jp.k). Objek-objek bencananya hanya terdapat di lereng timurlaut, hanya satu unit pemukiman desa Cimacan dengan kepadatan penduduk >50% dengan relatif nilai risiko 204-154, dan satu objek hutan/taman wisata yang termasuk kawasan Taman Nasional Cibodas.

2. Zona risiko menengah

Daerah yang termasuk dalam zona risiko menengah sangat sedikit, diantaranya terdapat di lereng timurlaut dan tenggara, terdiri dari unit-unit pemukiman dengan kepadatan penduduk tinggi (>50%). Adapun jenis bahaya yang mengancamnya adalah lahar kuat (Lh.k) dengan relatif nilai risiko 153-103. Unit pemukiman yang termasuk kedalam zona ini adalah: Cibadak, Bumikasih dan Peuteuycondong.

3. Zona risiko rendah

Daerah yang termasuk dalam zona risiko rendah terdiri dari unit-unit pemukiman dengan kepadatan penduduk rendah hingga sedang (10 – 45 %). Jenis potensi bahayanya adalah: potensi bahaya awanpanas (Apk), lahar kuat (Lhk), lahar sedang (Lhs), dan jatuhan piroklastika sedang (Jps). Unit-unit pemukiman yang termasuk kedalam zona ini adalah: Sukamantri, Loji, Desa Ciwalen, desa Burukupa.

4. Zona risiko sangat rendah

Daerah-daerah yang mempunyai tingkat risiko sangat rendah terletak di lereng timurlaut dan tenggara, unit-unit pemukiman penduduk rendah hingga tinggi ( 10->50%). Jenis potensi bahaya yang mengancamnya terdiri dari awan panas, jatuhan piroklastika sedang, jatuhan piroklastika rendah, lahar kuat (lh.k) dan lahar sedang (Lh.s) dengan relatif nilai risiko 51 – 2. Daerahnya berada di luar radius 8 km dari pusat letusan dan konsentrasi terbesar berada di lereng dan kaki timurlaut, timur-tenggara dan di lereng utara. Dibagian lereng baratdaya yang termasuk daerah zona risiko sangat rendah terdapat di taman wisata Situgunung.


Acuan

· Bacharudin R., 1990, Geomorphological approach to volcanic hazard zonation, using remote sensing images two case studies from Indonesia: Mt. Gede, West Java and Mt. Agung, Bali.

· Dirasutisna S., Wikartadipura S. Dan Sumpena A. D., 1989, Pemetaan daerah bahaya Gunungapi G. Gede, Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi.

· Hadisantono R.D., Sumpena A.D. dan Djuhara A., 1996, Laporan Pemetaan Zona Risiko Bahaya G. Gede, Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi.

· Kartijoso S., 1990, Gunung Gede, Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus, No.155, Direktorat Vulkanologi.

· Kaswanda O. dan Samud, 1992, Pemetaan daerah bahaya Gunungapi G. Gede, daerah Cianjur dan Sukabumi, Jawa Barat.

· Restikadjaya K. dan Rasyid, 1970, Laporan kemajuan pemetaan daerah bahaya G. Gede, Direktorat Vulkanologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar