16 November 2010

Kelud

KELUD, Jawa Timur

Compiler : Dewi Sri Sayudi (mvopgm@yogya.wasantara.net.id)

Editor : Mas Atje Purbawinata, Asnawir Nasution


Keterangan Umum

Nama Gunungapi

:

G. Kelut

Nama Lain

:

Kelud, Klut, Coloot

Nama Kawah

:

Kawah Kelut

Lokasi

a. Administrasi

b. Posisi Geografi

:

:

Kab. Kediri, Kab. Blitar dan Kab. Malang, Propinsi Jawa Timur

7°56’ LS dan 112° 18,5’BT

Ketinggian

:

a. Puncak 1731 m dpl

b. Danau kawah : 1113,9 m (Hadikusumo, 1960)

Kota Terdekat

:

Kediri

Tipe Gunungapi

:

Strato dengan danau kawah

Pos Pengamatan

:

Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar

Pendahuluan

Cara pencapaian : Jalan yang biasa digunakan oleh kendaraan bermotor adalah dari Kediri menuju Wates dilanjutkan ke Margomulyo – Bambingan hingga Jurang Gelap atau G. Pedot. Dari Jurang gelap hingga tepi danau kawah ( ± 2 km) ditempuh dengan berjalan kaki.

Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi:

Wisata

Manfaat gunung Kelut bagi daerah sekitarnya dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain aspek wisata, budaya maupun ekonomi. Aspek wisata berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai alam, misalnya wisata alam dan agrowisata yang mengembangkan kawasan perkebunan di sekitar Kelut dan hutan di sepanjang jalan menuju kawah serta wisata alam di daerah sekitar kawah.

Aspek budaya dapat dilihat dari peninggalan purbakala berupa candi-candi yang terdapat di daerah Blitar dan Kediri. Keberadaan candi-candi tersebut berkaitan dengan perkembangan sejarah dan budaya Jawa pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu seperti Jenggala, Kediri dan Singasari. Pada perkembangan selanjutnya, beberapa candi di daerah sekitar G. Kelut telah terpendam akibat dari bencana lahar dan letusan dari G. Kelut, mengikuti surutnya masa keemasan kerajaan tersebut. Kini masih banyak peninggalan arkeologi yang masih perlu digali dan dipelajari.

Aspek ekonomi, letusan dan lahar menghasilkan material pasir dan batu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya sebagai bahan galian golongan C untuk bahan bangunan. Eksploitasi bahan galian ini bisa menyerap cukup banyak tenaga kerja di pedesaan, di luar sektor pertanian dan perkebunan.

Informasi tentang gunung Kelut secara rinci juga dapat menjadi sumber daya tarik wisata. Proses-proses pembentukan kawah Kelut dan kejadian-kejadian letusannya, kondisi kawah dan morfologi puncak merupakan bahan-bahan yang perlu dikumpulkan untuk kemudian disajikan bagi masyarakat. Kawah dan sekitarnya merupakan daya tarik yang perlu dikembangkan. Keberadaan terowongan yang merupakan budidaya manusia untuk mengurangi bencana juga merupakan ciki khas dari G. Kelut.

Hambatan utama untuk menjadikan G. Kelut sebagai obyek wisata adalah letusannya. Pada saat terjadi letusan, batu, kerikil dan pasir terlontar sampai radius beberapa kilometer. Sarana jalanpun rusak karena letusan. Lahar juga terjadi menyertai letusan . Namun demikian letusan tersebut berlangsung hanya beberapa jam. Interval waktu antar letusan lebih dari 15 tahun. Dengan demikian terdapat potensi bahwa interval antara letusan yang panjang dapat menjadi kesempatan yang baik untuk berwisata ke puncak Kelut.

Obyek yang paling sederhana dan mudah yaitu melihat kawah Kelut. Dengan prasarana yang memadai, sebenarnya obyek ini masih dapat menyerap dan meningkatkan kunjungan wisata. Pemilihan lokasi wisata di sekitr kawah dapat mempertimbangkan berbagai hal, antara lain kemudahan pencapaian lokasi, tingkat bahaya, variasi jenis wisata. Lokasi wisata di daerah sekitar kawah antara lain kawasan hutan lindung, air terjun dan panjat tebing.

Jalur lintas alam, sebagai contoh telah ditelusuri untuk melihat potensinya yaitu jalur Pos Margomulyo – G. Pedhot – K. Sumberagung – Pos Margomulyo. Jalur lintas alam ini mewakili berbagai sarana dan jenis pemandangan yang berbeda, antara lain kawasan hutan lindung yang tersebar di punggungan dan bukit, pendakian tebing, wisata sungai termasuk pengamatan terhadap bahan galian golongan C, yaitu material pasir dan batu hasil dari letusan maupun lahar. Jalur dimuali dari Pos Pengamatan Margomulyo menuju G. Pedhot. Titik awal jalur menuju ke hutan terletak di sebelah barat G. Pedhot pada 07°55¢904² LS dan 112°17¢266² BT, melewati hutan belukar sebelum memasuki kawasan hutan kaliandra. Jalur ini berupa punggungan dan lembah yang kemudian berujung pada tebing K. Sumberagung. Tebing sungai ini cukup curam (75 m), sehingga diperlukan tali untuk mempermudah menuruni tebing. Titik ini tepat berada di depan sumber mata air (chekdam 5). Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Pos Margomulyo menyusuri sungai Sumberagung.

Gabungan antara prediksi letusan yang tepat, infrastruktur yang cocok dan informasi yang lengkap dapat menjadi awal bagi pengembangan potensi wisata Kelut. Banyaknya obyek wisata di sekitar G. Kelut yang berada di Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar dapat dikaitkan dengan keberadaan G. Kelut yang merupakan gunungapi aktif dengan sejarah yang panjang di Jawa Timur. Kekayaan obyek wisata di Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar yaitu berupa kekayaan obyek sejarah dan kekayaan obyek alamiah. Banyaknya peninggalan candi-candi berhubungan erat dengan Gunung kelut. Kehancuran candi-candi, dari analisis di lapangan umumnya disebabkan karena tertimbun material produk letusan seperti abu, pasir serta endapan lahar. Peluang yang ada yaitu memberikan pada masyarakat tentang sejarah pembentukan candi yang dilengkapi oleh sejarah proses hancurnya candi oleh peristisa letusan gunung Kelut. Banyak peninggalan budaya, yang pada saat ini, berada di bawah permukaan rata-rata tanah. Hal ini menandakan besarnya pengaruh letusan G, Kelut terhadap keberadaan situs-situs budaya yang ada pada saat lampau.

Keberadaan terowongan kawah Kelut yang merupakan penerapan yang pertama di dunia dalam usaha penanggulangan bencana gunungapi merupakan salah satu daya tarik G. Kelut. Bagaimana suatu rancang bangun hasil karya manusia telah menjadi sangat bermanfaat bagi keselamatan banyak orang di sekelilingnya. Untuk itu terowongan-terowongan tersebut juga merupakan obyek yang pantas disajikan. Akhirnya obyek wisata dapat berkembang hanya apabila dilengkapi dengan informasi yang akurat tentang obyek dan proses yang melengkapinya.

GEOLOGI


Gunung Kelut (1731 m) merupakan produk dari proses tumbukan antara lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah lempeng Asia tepatnya di sebelah selatan Jawa. Sebagai gunungapi muda yang tumbuh pada zaman Kwarter Muda (Holosen), G.Kelut merupakan salah satu gunungapi dalam deretan gunungapi yang tumbuh dan berkembang di dalam Sub Zona Blitar dari Zona Solo, yang dimulai dari daerah bagian selatan Jawa bagian tengah (G.Lawu) hingga Jawa bagian timur (G.Raung), yang dibatasi gawir sesar Pegunungan Selatan. Perkembangan gunungapi muda ini sangat terbatas, hal ini nampak dari kerucut gunungapi yang rendah, puncak tidak teratur, tajam dan terjal. Keadaan puncak – puncak tersebut disebabkan oleh sifat letusannya yang sangat merusak (eksplosif) yang disertai dengan pertumbuhan sumbat- sumbat lava seperti puncak Sumbing, Gajahmungkur dan puncak Kelut.

Secara morfologi, G.Kelut dapat dibedakan menjadi 5 satuan morfologi (A.Djumarma,1991) yaitu : Satuan morfologi Puncak dan Kawah ; Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi; Satuan Morfologi Kerucut Samping; Satuan Morfologi Kaki dan Dataran serta Satuan Morfologi Pegunungan sekitar.

Satuan Morfologi Puncak dan kawah mempunyai ketinggian diatas 1000 m dpl tersusun oleh aliran lava, kubah lava, dan batuan piriklastik; bentuk morfologi tidak teratur, bukit – bukit kecil dengan tebing curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40°, serta pola aliran yang ada pada satuan morfologi ini adalah pola aliran radial.

Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi terletak pada ketinggian antara 600 – 1000 m dpl, tersusun atas batuan piroklastik aliran, jatuhan dan endapan lahar. Kemiringan lereng antara (5 – 20)°, serta pola aliran yang berkembang adalah pola radial – paralel.

Satuan Morfologi Kerucut Samping yang terdiri dari bukit Umbuk (1014 m) di sebelah barat daya, bukit Pisang (865 m) di sebelah selatan dan bukit Kramasan (944 m) disebelah tenggara lereng G.Kelut. Satuan ini tersusun oleh aliran lava, piroklastik aliran dan kubah lava. Satuan morfologi ini mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 20°.

Satuan Morfologi Kaki dan Dataran mempunyai ketinggian kurang dari 600 m dpl, kemiringan lereng kurang dari 5° dan pola alirannya parallel – braided, litologi penyusunnya terdiri dari endapan lahar dan piroklastik jatuhan.

Satuan Morfologi Pegunungan sekitar, terletak di sebelah timur – timur laut dari danau kawah yaitu G.Kawi, G.Butak dan G.Anjasmoro. Satuan ini dicirikan dengan tebing yang curam, pola aliran parallel, serta tersusun oleh litologi aliran lava, breksi lava, dan batuan piroklastik.


Acuan

· A.Djumarma, Some studies of volcanology,petrology and structure of Mt.Kelut,east Java,Indonesia,thesis,1991.

· G.Kelut, Buletin berkala Vulkanologi, Dit Vulkanologi,1985

GEOFISIKA


1. Gaya Berat

Studi pendahuluan penyelidikan medan gravitasi di G. Kelut pernah dilakukan pada tahun 1987, diperoleh harga rapat massa (r) Bouguer 2,6 gr/cm 3 (Wimpy dkk, 1987). Pada Agustus 1999 dilakukan pemetaan gayaberat yang lebih rinci oleh BPPTK Yogyakarta dengan cakupan area sekitar (20x20)km2 .

Seismik

Pemantauan seismik G. Kelut dimulai sejak dibangunnya Pos Pengamatan permanen akhir tahun 1925, dengan dipasangnya sebuah seismograf Wiechert komponen vertikal. Pemantauan seismik tidak dapat dilaksanakan secara baik dan karena keterbatasan dana dan situasi ekonomi yang kurang mendukung maka pemantauan sismik terhenti dan saat terjadinya letusan tahun 1951 tidak ada data seismik yang dapat terekam. Pada saat letusan G. Kelut 26 April 1966 aktivitas letusan dapat diikuti kembali dengan sismograf Wiechert komponen horizontal EW yang ditempatkan di Pos Margomulyo, sekitar 8 km dari puncak. Dengan alat ini dapat tercatat adanya tremor-tremor vulkanik mulai 17 menit menjelang letusan dan berlangsung sampai terjadinya letusan. Pada tahun 1976 dilakukan penyelidikan seismisitas dengan menggunakan 4 buah seismograf yang dipasang di Margomulyo, Srengat, Binangun dan G. Kawi. Kemudian pada tahun 1978, dipasang 3 seismograf jenis Hosaka ,sebagai suatu jaringan tripartit (jaringan seismik segitiga) yang ditempatkan di Bambingan, Umbuk dan Sumberagung.

Pada tahun 1987 mulai diperkenalkan seismograf Kinemetics PS-2 dengan sistem telemetri radio. Seismometer dipasang pada tiga stasiun yaitu di Terowongan “Ganesha” G. Lirang (1190 m), Bambingan (G. Umbuk, 978 m) dan Sumbergelatik (810 m). Pada Januari 1990, seismometer di Sumbergelatik dipindahkan ke Jengglong (875 m). Seimometer yang dipakai yaitu dari jenis Eranger SS-1 frekuensi 1 Hz. Jarak ketiga seismometer tersebut dari kawah masing-masing adalah 0,5 km, 4 km dan 3 km. Sinyal dari Seismometer untuk dicatat dalam seismogram. Jaringan seismometer ini berperanan besar dipancarkan melalui gelombang radio VHF ke Pos Pengamatan Margomulyo dalam pemantauan aktivitas pada waktu letusan Pebruari 1990.

Aktivitas seismik Kelut cukup tinggi pada masa menjelang suatu letusan. Sedangkan dalam keadaan normal, gempa vulkanik jarang terjadi. Sampai saat ini pemantauan yang rinci tentang aktivitas seismik terjadi pada saat letusan 1990. Aktivitas seismik mulai meningkat sekitar 3 bulan menjelang letusan. Gejala-gejala seismik dalam kurun waktu tiga bulan tersebut berupa kejadian gempa vulkanik, tremor dan swarm. Gempa vulkanik yang muncul adalah gempa-gempa tipe A dengan fase P dan S yang jelas. Kejadian gempa vulkanik juga mengawali periode letusan Kelut. Tremor, getaran seismik yang menerus, terjadi sekitar 3-4 minggu sebelum letusan. Saat letusannya sendiri diawali dengan kejadian swarm yaitu kelompok gempa-gempa vulkanik yang berurutan. Pada kasus letusan 1990, swarm mulai terjadi sehari menjelang letusan dengan kejadian gempa yang semakin rapat intervalnya, antara gempa yang satu dengan gempa berikutnya. Oleh semakin rapatnya swarm, maka gejala seismik berubah dari swarm ke fase tremor, sekitar 2 jam menjelang letusan (tremor mulai pada pukul 09.32, letusan terjadi pada pukul 11.43). Demikian sehingga fase selama dua jan sampai ke saat letusan, seismogram menunjukkan getaran yang menerus dengan intensitas yang semakin besar.

Deformasi

Pengukuran Deformasi telah dilakukan di G. Kelut sejak tahun 1979 (Reksowirogo, 1979, 1984). Pada saat itu dilakukan pemasangan patok ukur dan pengukuran leveling yaitu landasan (puncak), di G. Gajahmungkur, G. Pedhot, Bambingan, Margomulyo, Damarwulan, Jengglong. Metoda yang dipakai yaitu dry-tilt (atau ungkitan kering). Pada intinya, tiap – tiap titik tersebut diukur ungkitannya, dalam komponen TN (ungkitan arah utara) dan TE ( ungkitan arah selatan). Untuk pengukuran ungkitan di suatu titik dibuat tiga buah titik patok yang membentuk segitiga. Jarak antar patok tersebut antara 20 m – 40 m (orde puluhan meter). Dengan peralatan penyipat datar (level)), ketiga titik diukur perbedaan tingginya. Ketelitian yang dibutuhkan di bawah 0,1 milimeter. Dari perbedaan tinggi ketiga titik dengan pengukuran sebelumnya dapat direkontruksi perubahan ungkitan, yang dinyatakan dalam sudut TN dan TE. Apabila terdapat deformasi yang bersumber dari pergerakan magma di dalam gunungapi, maka diharapkan bahwa dari keseluruhan titik-titik pengukuran dapat disimpulkan dari mana sumber ungkitan yang terjadi. Analisis data yang terkumpul antara tahun 1981 sampai dengan tahun 1984 menunjukkan bahwa lereng G. Kelut secara umum mengalami inflasi walaupun sangat kecil yaitu rata-rata 10 mikroradian per bulan. Diantara titik-titik ukur tersebut, G. Gajahmungkur mempunyai tingkat inflasi yang paling besar.

Pengukuran deformasi tubuh gunungapi merupakan metoda pemantauan yang berbasis waktu panjang. Deformasi terjadi secara perlahan sesuai dengan perkembangan distribusi tekanan di dalam gunung. Untuk mengintensifkan pengukuran deformasi, sejak tahun 1995 telah dilakukan usaha mengembangkan penggunaan metoda baru untuk pemantauan gunung Kelut.

Tabel 6. Perkembangan pengukuran deformasi tahun 90-an

Tahun

K e g i a t a n

1995

Pembuatan jaringan trialterasi, sejumlah 6 titik di sekitar kawah kelut yang diikat ke titik acuan di Pos Margomulyo. Pengukuran jarak dengan menggunakan EDM DI-3000 dan Theodolith T-2.

1996

Pembuatan jaringan “leveling” dari Pos Margomulyo sampai ke Puncak kelut melalui jalan pendakian biasa. Telah dilakukan pengukuran tahun 1996, 1997, 1998 dan 1999. Terdapat sejumlah 17 benchmark dengan interval bervariasi antara 197 m sampai 667 m, dinamai BM 1 sampai BM 17.

1997

Pengukuran GPS statik terhadap jaringan trialterasi tahun 1995 dan menambah 1 titik benchmark, dan satu titik lagi digeser untuk kemudahan pengukuran.

1999

Pengukuran GPS statik pada jaringan yang sama dan menambah 2 titik benchmark di puncak untuk pemantauan apabila terdapat rekahan aktif di puncak atau di dalam kawah. Saat ini terdapat 9 titik benchmark yang siap diukur secara reguler. Pengukuran leveling (sifat datar) sepanjang jalur pendakian. Pemasangan ini dimaksudkan untuk memantau deformasi lateral secara reguler dengan EDM. Posisi reflektor yaitu di G.Pedot, G.Gajahmungkur, G.Lirang dan G. Sumbing.

2000

Pengukuran GPS metoda statik dan kinematik dengan penambahan dua titik ukur di kawah.


Acuan

Penyelidikan Vulkanologi G.Kelut, BPPTK, Dit Vulkanologi,2000

GEOKIMIA


Jenis batuan

Jenis batuan gunung Kelut adalah “Calk –alkaline” dengan komposisi dari medium K-basalt sampai dengan medium K-andesit. Sesuai dengan perioda letusannya batuan G.Kelut dapat dibagi menjadi 3 yaitu batuan Kelut 1, kelut 2 dan Kelut 3. Batuan Kelut 1 merupakan batuan yang berasal dari letusan kawah Lirang dan Gajahmungkur yang berumur lebih tua dari 100.000; Batuan Kelut 2 merupakan batuan yang berasal dari letusan kawah Tumpak, Sumbing 1 dan Sumbing 2 yang berumur antara 100.000 – 40.000; Batuan Kelut 3 adalah batuan yang berasal dari letusan kawah Dargo, Gupit, Badak 1 dan 2 swerta kawah Kelut yang berumur kurang dari 40.000.

Batuan Kelut 1 berkomposisi dari basalt – andesit, Kelut 2 berkomposisi basaltik andesit dan Kelut 3 berkomposisi dari basalt – basaltik andesit. Kebanyakan batuan gunung Kelut bertekstur porfiritik dengan fenokris 43- 68 % dalam masadasar mikrokristalin atau gelas. Fenokrisnya terdiri dari plagioklas, clinopiroksin, orthopiroksin, titanomagnetik, amphibol dan olivin.

Analisis Air

Air Kawah Kelut mempunyai tingkat keasaman yang netral sebagaimana air biasa, yaitu pH skitar 6,5. Namun demikian karena percampurannya dengan gas-gas vulkanik dari dasar kawah, air itu mengandung Silika tinggi yaitu sekitar 95 ppm dan kadar belerang 550 ppm. Proses percampuran unsur vulkanik ke dalam air kawah terjadi terutama di dasar kawah yaitu pada titik solfataranya. Oleh adanya arus konveksi yang disebabkan oleh perbedaan suhu air yang masuk dari lingkungan sekitar menjadi kurang lebih merata. Arus konveksi dipercepat pula oleh dorongan gelembung-gelembung gas yang muncul dari dasar kawah dan bergerak menuju ke permukaan. Pada bagian permukaan danau dimana gelembung-gelembung gas keluar mempunyai warna rona air yang lebih putih. Zona tersebut, yang terdapat pada bagian tenggara dari kawah Kelut, menunjukkan bahwa di dasar kawah tepat di bawahnya merupakan posisi kelurnya gas vulkanik atau solfatara.

Ciri utama air kawah Kelut ialah kandungan bikarbonatnya cukup tinggi yaitu sekitar 530 ppm. Senyawa bikarbonat merupakan hasil percampuran dari gas CO2 yang keluar dari Solfatara ke dalam air kawah. Senyawa lain yang merupakan produk vulkanik adalah sulfat yaitu sekitar 550 ppm. Sebagai perbandingan, air dari hulu Kali Icir hanya mempunyai bikarbonat sekitar 190 ppm dan sulfat 15 ppm.

Tabel Komposisi air kawah Kelut, dan air sungai di sekitarnya.

Analisis Gas

Gas dari kawah Kelut muncul dari Solfatara yang ada di dasar kawah dan dari solfatara yang terdapat di dinding kawa. Pada tahun 1999 dilakukan pengambilan contoh gelembung gas yang keluar dari dasar kawah. Gelembung tersebut menuju ke permukaan air kawah kemudian dengan corong, gelembung ditangkap dan disimpan dalam tabung vakum. Gelembung mempunyai suhu sekitar 83°C. Hasuil analisis menunjukkan gelembung gas mengandung gas kering dengan konsentrasi H20 yang mendekati nol. Hal ini menunjukkan bahwa gas tersebut merupakan gas magmatik/ Disamping itu, kandungan gas C02 sangat tinggi , yaitu sekitar 90% mol. Gas CO2 merupakan gas beracun. Namun demikian tingkat bahaya dari gas CO2 tersebut tergantung dari debit kewluarnya gas. Semakin besar debit gas yang keluar semakin membahayakan.

Konsentrasi gas CO2 yang tinggi tersebut juga karena gelembung gas sampai di udara, gelembung gas akan bercampur dengan udara dan konsentrasi CO2 menjadi cukup rendah sehingga efeknya tidak terasa. Sebagai contoh selama melakukanpengambilan contoh gelembung gas (dan selama survei batimetri), petugas tidak merasakan adanya gejala keracunan gas CO2, misalnyakepala pusing atau mata berkunang-kunang. Sebagai perbandingan , konsentrasi gas CO2 di G. Dieng juga sangat tinggi, namun lebih membahayakan karena debitnya yang besar sehingga dapat mematikan tanaman-tanaman sayuran di sekitarnya bahkan dalam beberapa kasus dapat membahayakan bagi manusia (orang menyebut sebagai “bun upas”).

Proses keluarnya gelembung-gelembung gas dari solfatara di dasar kawah menimbulkan derau akustik yang merambat ke seluruh bagiana air (Sabroux, 1980). Dengan memetakan intensitas derau di seluruh bagian dalaam air kawah diketahui bahwa sumber derau berasal dari pusat keluarnya gas (solfatara).


Acuan

· A.Djumarma, Some studies of volcanology, Petrology and structure of Mt.Kelut,East Java, Indonesia,Thesis,1991

· Penyelidikan Vulkanologi G.kelut, BPPTK,Dit Vulkanologi,2000

MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI


Untuk mengantisipasi sekecil mungkin dampak negatif yang ditimbulkan oleh letusan G.Kelut, maka telah dilakukan usaha penanggulangan bahaya baik sebelum, selama berlangsung dan sesudah letusan. Kegiatan usaha penanggulangan bahaya sebelum kejadian letusan antara lain adalah : pemantauan aktivitas gunung secara menerus dan terpadu baik secara visual ataupun non visual dengan bermacam- macam metoda geofisika . Pengamatan visual meliputi cuaca, tinggi asap, pengukuran volume air danau, mengamati perubahan warna air danau, mengukur temperatur air danau, mengamati gelembung gas yang terjadi dan lain sebagainya. Metoda geofisika yang dipergunakan dalam pemantauan meliputi : kegempaan, kemagnetan, geokimia, dan deformasi. Penentuan daerah bahaya dan kegiatan penyuluhan juga merupakan usaha penanggulangan yang dilakukan sebelum letusan terjadi. Pada saat terjadi letusan Pos Pengamatan Margomulyo yang dilengkapi dengan sarana pemantauan bertindak sebagai unit operasi terdepan dari Direktorat Vulkanologi yang bertugas antara lain memberikan informasi tentang tingkat aktivitas gunung saat itu kepada pemerintah setempat, melakukan koordinasi dengan Satlak atau Satkorlak serta memberikan informasi kemungkinan daerah ancaman.

Sistem pemantauan

Pemantauan sehari–hari G.Kelut dipusatkan di Pos Pengamatan Margomulyo, meliputi pemantauan visual dari warna, ketebalan dan tinggi asap solfatara dan cuaca di sekitar puncak. Disamping itu pula dilakukan pengamatan langsung ke kawah meliputi pengukuran suhu air dan pengamatan perubahan warna air kelut serta pengamatan pergeseran gelembung-gelembung gas yang muncul yang dapat diamati pada permukaan air kawah. Selain secara visual pemantauan G. Kelut juga dilakukan dengan metoda sismisitas atau kegempaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar