29 Oktober 2010

Marapi

MARAPI, Sumatera Barat

Compiler : Ony K. Suganda (ony@vsi.esdm.go.id)

Editor : Mas Atje Purbawinata



Keterangan Umum

Nama

:

Marapi

Nama Lain

:

Merapi, Berapi (Neumann van Padang, 1951, p.22)

Nama Kawah

:

Kaldera Bancah (A), Kapundan Tuo (B), Kabun Bungo (C), Kapundan Bongso (D), Kawah Verbeek atau Kapundan Tenga (D4).

Nama Lapangan Solfatara

:

Sibangor Julu

Lokasi

a. Geografi

b. Administrasi

:

:

0o 22’ 47,72” Lintang Selatan

100o 28’ 16,71” Bujur Timur

Sumatera Barat, Kabupaten Agam dan Kabupaten Batusangkar.

Ketinggian

:

2891,3 m dml

Tipe Gunungapi

:

Strato

Pendahuluan

Cara Pencapaian Puncak

Cara mencapai ke arah puncak ada tiga, yakni dari arah selatan menenggara, baratlaut dan selatan. Masing-masing untuk pendakian tersebut dimulai kota Pariangan, Sungai Puar dan Baru.

Sejarah Letusan


1807

Sampai 1822 dinyatakan adanya suatu letusan seperti dalam 1822.

1822

Terjadi kepulan asap hitam kelabu, disusul leleran lava disertai sinar api merah tua dalam waktu seperempat jam. Setelah itu terjadi asap dan awan debu selama setengah hari juga teramatai sinar api terus-menerus sampai keesokan harinya. Kerusakan yang diakibatkannya kecil (du Puy, 1845, p.12; Junghuhn, p.139-1240)

1833-1834

Beberapa letusan kecil telah terjadi. Tiang asap dan abu hitam tampak. Pada waktu malam terlihat bara api dari kawah.

1845

Terdengar suara bergemuruh di dalam bumi; terlihat api besar.

1854

Sejak 29 Agustus terjadi letusan abu selama beberapa hari.

1855

Pada 2 Oktober bekerja giat; terasa gempa dan adanya tiang asap disertai suara gemuruh terus-menerus. Pada sore harinya terlihat bara api, abu dan banyak batu terlempar.

1856

Dalam bulan Januari kadang-kadang terlihat pancaran api .

1861

Dalam April diberitakan Marapi bertambah kegiatannya.

1863

Pada 23 Mei senja hari terjadi letusan. Kepulan asap jelas terlihat.

1871

Pada 24 April terjadi hujan abu agak tebal sampai ke Bukittinggi.

1876

Pada 4 April suatu awan asap besar terlihat. Dalam bulan Agustus bongkah lava sebesar 10-12 m3 dilemparkan sejauh 280 m.


Dalam Agustus sampai Desember teramati letusan lava, abu dan bom.

1877

Sampai pertengahan tahun ini kegiatannya bertambah.

1878

Dalam Desember terdengar suara gemuruh selama 10 menit.

1883

Pada 5 Juni dan 27 Agustus terjadi letusan abu. Dalam Desember terjadi erupsi kecil.

1885

Pada 12 Nopember terlihat tiang asap.

1886

Pada 31 Maret terdengar suara gemuruh lima kali. Pada 1-2 April terjadi letusan abu, pada 18 April letusan abu dan pasir. Pada 27 April letusan abu dan terjadi hujan abu sampai Sumpur dan Simawang. Pada 29 April terjadi letusan kecil dua kali. Pada 1-3 Mei gempa bumi dapat dirasakan.

1888

Pada 19-20 Pebruari terjadi letusan abu dan batu pijar sampai tengah malam. Pada 20 Pebruari pukul 04.00 terdengar 2 kali ledakan, pukul 04.05 terjadi letusan, terdengar suara ledakan beberapa kali dan gempabumi, beberapa kali terlihat baraapi. Di Tiku hujan abu selama dua jam. Pada 21 Pebruari terlihat tiang asap hitam setinggi lk 400 m, selama beberapa jam. Suara seperti ledakan meriam kadang-kadang sampai 22 Pebruari malam. Pada 25 Pebruari kegiatan berkurang. Suara gemuruh terdengar sampai 9 Maret.

1889, 1904, 1905, 1908, 1910, 1911, 1913

Keterangan kurang jelas.

1916

Pada 5 Mei pukul 14.30 – 14.44 dan 7 Mei pukul 13.14 terdengar suara gemuruh.

1917

Pada 16 dan 18 Juni menurut Justesen terjadi ledakan kecil dan turun hujan abu. Pada 16 September terjadi letusan besar dan turun hujan abu sampai Bukittinggi.

1918

Pada 8 Maret terjadi suatu letusan. 10 Maret Justesen melihat dasar kawah merah darah dan kepulan asap biru disertai bualan batu kecil sampai beberapa meter. Pada pertengahan Agustus terjadi suatu ledakan disertai pancaran api.

1919

Pada 28 Pebruari atau 1 Maret terjadi ledakan dan awan abu. Juga adanya bongkah lava terlempar ke arah baratdaya.

1925

Pada 12-13 April Ziegler melihat suatu sumbat lava hitam pada dasar kawah.

1927

Pada 5 Pebruari pukul 01.30 terdengar suara letusan pukul 7.20 letusan dengan asap berbentuk kembang kol. Abu sampai di Padang Panjang. Pada 6 dan 7 Pebruari terjadi letusan kecil di Kepundan Bungo. Pada 7 Pebruari hujan abu sampai di Padang Panjang. Pada 11 Pebruari pukul 22.00 turun hujan abu di padang Panjang. Pada 11 Pebruari pukul 22.00 turun hujan abu di Padang panjang.


Pada 28 April pukul 17.10 letusan abu, asap sampai setinggi lk. 2000 m. Dari akhir Mei sampai akhir Juni dicatat beberapa letusan kecil. Pada 3 Agustus terlihat tiang asap setinggi lk. 3 km.

1929

Pada 22 Juni terjadi letusan abu dan lava pijar terlempar.

1930

Pada 9 April terlihat lava pada rekahan di dasar kawah. Dalam Mei letusan. Pada 19 Juni erupsi juga menurut Neumann van Padang. Pada 2 September terjadi suatu letusan abu dan pasir disusul letusan kedua pukul 11.30.

1932

Menurut Neumann van Padang berdasarkan sebuah potret terjadi letusan.

1949

Pada 29 April letusan abu diawali dengan suara gempa bumi, setelah goncangan tersebut muncul awan berbentuk kol kembang. Kepulan asap terlihat sampai malam. Letusan tersebut berlangsung beberapa hari. Dalam Oktober kegiatan sama seperti dalam April, terjadi pada kira-kira pertengahan bulan danberlangsung selama satu minggu.

1951

Pada 22 Maret letusan abu dari Kepundan Bungsu.

1952

Pada 29 Mei suatu bualan asap berbentuk kol kembang setinggi 2000 sampai 3000 m sampai malam hari masih terlihat. Keesokan harinya hujan abu jatuh di Padang Pajang. Pada 31 Mei-4 Juni terlihat asap tebal bergerak ke arah tenggara. Pada 6 Juni letusan abu berbentuk kol kembang, pukul 09.45 setinggi 2 m. Pukul 09.52 disusul letusan pada 10.10 pagi itu juga. Hujan abu yang diakibatkannya berwarna abu-abu tua. Pada 7-14 Juni letusan abu yang lemah dapat diamati tiap hari. Kadang-kadang terlihat 3 tiang asap dari tiga tempat yang berlainan yang dapat dibedakan. Kegiatan berlangsung terus dan berganti-ganti.

1955

Kenaikan kegiatan

1956

Kenaikan kegiatan

1957

Kenaikan kegiatan

1958

Kenaikan kegiatan

1967

Kenaikan kegiatan

1970

Peningkatan Kegiatan

1971

Letusan abu di Kepundan B dan C

1972

Peningkatan kegiatan solfatara di Kawah B dan C dan Bungsu.

1973

Pada 24 Juli, letusan gas asap dalam Kawah Verbeek berwarna kehitam-hitaman setinggi 100 m.

Geologi dan Petrologi


Geomorfologi

Berdasarkan bentuk permukaan, kemiringan lereng, pola aliran sungai dan bentuk lembahnya, maka G.Marapi dikelompokan menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu :

1. Satuan Morfologi Perbukitan Tua

Menempati bagian baratdaya, selatan dan timurlaut. Di bagian baratdaya, selatan antara lain meliputi daerah-daerah sekitar Bt. Pagu-pagu, Bt. Tilabung, Bt. Padang Setumpak, Bt. Jarat, Bt. Lesungbatu, Bt. Pituangin dan Rambatan. Sedangkan di bagian timurlaut meliputi daerah-daerah sekitar Bt. Cintomanis, Bt. Tandikit, Bt. Sidayu, Bt. Patupang, Bt. Selo dan Bt. Gadang. Dicirikan oleh bentuk perbukitan yang mempunyai relief kasar dan tidak merata, dengan garis ketinggian berkisar antara 700-1400 diatas permukaan laut.

Sebagian sungai-sungai yang terletak di bagian baratdaya satuan ini, memperlihatkan lembah yang dalam dan terjal, membentuk pola aliran dendrito-pararel. Secara genetika satuan morfologi di daerah ini dibentuk oleh batuan mega-sedimen, batugamping, lava, piroklastik dan lahar.

Di bagian selatan terdapat kerucut Bt.Pituanging yang mempunyai relief kasar dengan lereng yang terjal. Secara genetika satuan ini dibentuk aliran lava dan jatuhan piroklastik dengan tingkat pelapukan yang tinggi.

Dibagian timurlaut umumnya merupakan perbukitan yang terbentuk hasil intrusi batuan granit, dengan lereng-lerengnya yang terjal. Sungai-sungai memperlihatkan bentuk lembah yang curam dan dalam, membentuk pola aliran dendritik.

Pada umumnya satuan ini merupakan hutan belukar, terutama bagian baratdaya dan timurlaut, tetapi secara setempat-setempat daerah ini telah dikembangkan sebagai daerah pertanian, perkebunan, lading dan pemukiman penduduk.

2. Satuan Morfologi Kerucut Merapi

Berdasarkan bentuk permukaan, kemiringan lereng, pola aliran sungai dan bentuk lembanya, maka satuan ini dapat dikelompokan menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu :

a. Satuan morfologi puncak dan kawah

Merupakan bekas daerah kawah maupun kawah yang masih aktif. Pada umumnya dicirikan oleh bentuk bentang alam yang terjal serta sebagian besar tanpa vegetasi, terletak pada garis ketinggian antara 2500-2891 m diatas permukaan laut. Bagian tertinggi dan tertua dari satuan ini adalah puncak G.Merapi. Batuan pembentuk umumnya berupa lava yang sebagian telah ditutupi jatuhan piroklastik.

b. Satuan morfologi lereng

Umumnya meliputi daerah yang mempunyai garis ketinggian antara 1200-2400 m diatas permukaan laut. Dicirikan oleh bentuk permukaan yang terjal dengan kemiringan lereng berkisar antara 40° - 80°.

c. Satuan morfologi lereng dan kaki

Mempunyai garis ketinggian sekitar 1000-1200 m diatas permukaan laut. Dicirikan oleh bentuk relief yang halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 20°, tetapi secara setempat-setempat pada tebing lembah alur sungai kemiringannya ada pula yang lebih besar dari 60°.

Sebagian besar daerah ini merupakan daerah yang sudah dikembangkan sebagai daerah pertanian, perkebunan, lading dan pemukiman penduduk.

d. Satuan morfologi dataran

Mempunyai garis ketinggian sekitar 650-850 m diatas permukaan laut, dicirikan oleh bentuk relief yang halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 10°. Satuan batuan yang membentuk morfologi ini umumnya adalah berupa endapan piroklastik dan lahar. Sebagian besar daerah ini merupakan daerah yang sudah dikembangkan sebagai daerah pertanian dan pemukiman penduduk.

Geologi dan Petrologi

Geologi

Dari hasil penyelidikan geologi gunungapi yang dikompilasikan dengan hasil analisa foto udara, maka dapat diuraikan urut-urutan satuan batuan dari yang tertua hingga termuda adalah sebagai berikut:

1. Satuan Batuan Tua (Tms)

Merupakan satuan batuan yang tertua yang dibentuk oleh batuan metasedimen dan telah mengalami pensesaran oleh sesar besar Sumatera. Penyebarannya terdapat di bagian timurlaut, baratdaya dan selatan. Litologinya terdiri dari lava basaltic, berwarna abu-abu tua sampai abu-abu kehijauan dan batupasir meta (kuarsit) berwarna kemerahan.

2. Satuan Endapan Vulkanik Non Merapi (Nmv)

Satuan batuan ini merupakan hasil endapan dari G.Singgalang dan erupsi kaldera Maninjau.Satuan batuan yang tersebar di bagian baratlaut dan utara merupakan endapan hasil erupsi kaldera Maninjau, berupa tufa batuapung. Umumnya terdiri dari serabut-serabut gelas dan fragmen batuapung, berwarna putih, agak kompak, setempat-setempat terdapat lapisan batupasir yang kaya akan kuarsa.

3. Jatuhan Piroklastik 1 Marapi (Majp.1)

Satuan batuan ini diperkirakan merupakan batuan tertua hasil G.Marapi, yang tersebar di bagian timur sampai ke tenggara. Secara umum cirri-ciri endapan ini berwarna kuning kecoklatan sampai coklat, terdapat lapisan lapili dominan pumice dengan ketebalan lk. 40 cm dan lapisan abu banyak mengandung mineral pirit.

4. Jatuhan Piroklastik 1 Sikumpar (Skjp.1)

Secara umum litologinya berwarna coklat kekuningan, ukuran butir lapili, dominan litik, terdapat pumice (batuapung). Satuan ini membentuk morfologi tersendiri berupa sisa kerucut eksentrik, dimana sebagian dari tubuhnya terhancurkan oleh letusan. Secara stratigrafi posisi satuan ini menutupi satuan jatuhan piroklastik 1 Marapi (Majp. 1).

5. Lava 1 Marapi (Mal.1)

Litologinya berupa lava andesitik berwarna abu-abu pada bagian yang segar dan abu-abu kehitaman pada bagian yang agak lapuk.

6. Lava 2 Marapi (Mal.2)

Litologinya berupa lava andesitik berwarna abu-abu kehitaman, agak lapuk, vesikuler pada bagian permukaan, sedangkan pada bagian yang segar berwarna abu-abu, tekstur porfiritik, terdapat mineral, pirit dan feldspar.

7. Lava 3 Marapi (Mal.3)

Litologinya berupa lava berwarna abu-abu kehitaman pada bagian yang lapuk dan abu-abu muda pada yang segar, berkomposisi andesitik, tekstur afanitik-porfiritik dengan fenokris plagioklas, dan piroksen, masadasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik.

8. Lava 4 Marapi (Mal. 4)

Litologinya berupa lava berwarna abu-abu pada bagian yang segar dan abu-abu keputihan pada bagian yang lapuk, berkomposisi andesitik, tekstur afanitik-porfiritik, fenokris plagioklas, gelas dan piroksen (sedikit) dengan masadasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik, memperlihatkan struktur “sheeting joint”.

9. Lava 5 Marapi (Mal.5)

Litologinya berupa lava berwarna abu-abu berkomposisi andesitik, tekstur afanitik, tersusun dari gelas, plagioklas dan klorit.

10. Lava 6 Marapi (Mal. 6)

Litologi berupa lava berkomposisi andesitik, berwarna abu-abu, bertekstur afanitik, terdiri dari plagioklas, gelas dan piroksen.

11. Lava 7 Marapi (Mal.7)

Litologinya berupa lava berkomposisi andesitik, berwarna abu-abu, tekstur porfiritik, fenokris plagioklas, gelas dan piroksen (sedikit), dengan masadasar gelas vulkanik.

12. Guguran Puing Marapi (Magp)

Litologinya berwarna coklat kehitaman dengan komponen lava andesitik-basaltik, diameter antara 5-40 cm, menyudut-menyudut tanggung, kemas terbuka, terpilah buruk dan masadasar pasir.

13. Lahar 1 Marapi (Lh.1)

Secara umum litologinya berwarna coklat kemerahan/kehitaman, komponennya dominan litik/batuan beku, berukuran kerikil-bongkah, membulat hingga membulat tanggung, terpilah buruk, matriknya abu-pasir, kompak.

14. Jatuhan Piroklastik 2 Marapi (Majp.2)

Secara umum litologinya berwarna coklat kekuningan, terdapat lapisan agak keras dominan pumice, ukuran lapili dengan ketebalan antara 20-30 cm.

15. Jatuhan Piroklastik 3 Marapi (Majp.3)

Litologinya berupa aliran piroklastik, berwarna abu-abu kecoklatan, banyak litik, pumice, scoria, matrik berupa pasir kasar, komponennya berukuran lapili hingga bongkah dengan diameter antara 1-40 cm, bentuknya menyudut hingga menyudut tanggung.

16. Jatuhan piroklastik 5 Marapi (Majp.5)

Litologinya berwarna coklat kehitaman dominan abu agak lapuk, mengandung pumice ukuran lapili terdapat “accretionary lapilli”.

17. Aliran Piroklastik 1 Sibakaljawi (Sjap.1)

Lapisan atas litologinya berwarna coklat keputihan, komponennya dominan litik, terdapat pumice, scoria dengan ukuran lapili-bongkah, padu, amtrik abu-pasir, kemas terbuka, terpilah buruk, menyudut-menyudut tanggung.

Lapisan bawah litologinya berwarna coklat-jingga, komponennya terdiri dari litik, scoria dan pumice. Secara umum ukuran komponennya lebih halus dibandingkan lapisan bagian atas.

18. Lava 1 Sibakjawi (Sj.1)

Litologinya berwarna abu-abu kehitaman, tekstur afanitik terdiri dari plagioklas, gelas dan piroksen.

19. Aliran Piroklastik 2 Sibakaljawi (Sjap.2)

Litologinya berwarna coklat kehitaman, fragmennya dominan litik dengan komposisi andesitik-basaltik, mengandung pumice, obsidian, ukuran 0,5-20cm, agak padu, menyudut-menyudut tanggung, masadasar pasir halus sampai sedang berwarna coklat kekuningan.

20. Lahar 3 Marapi (Lh.3)

Litologinya berwarna coklat-coklat kehitaman, terkonsolidasi, komponen terdiri dari lava andesitik-basaltik dengan diameter antara 0,5-10 cm, membulat-membulat tanggung, terpilah buruk, kemas tertutup dengan masadasar batupasir dan kadang-kadang terdapat bongkah lava.

21. Jatuhan Piroklastik Parapati (Pajp.)

Secara umum batuan piroklastik ini berwarna coklat, dominan abu, agak lapuk, terdapat lapisan lapili dominan pumice, scoria dan litik berwarna coklat kekuningan dengan ketebalan antara 20-30 cm.

22. Aliran Piroklastik Parapati (Paap)

Secara umum satuan ini berwarna coklat kemerahan, dominan scoria dan pumice dengan ukuran lapili atau berdiameter 1-7 cm, mengandung litik, terpilah buruk, amtriknya abu.

23. Lava 1 Parapati (Pal.1)

Secara umum berkomposisi andesitik-basaltik, berwarna abu-abu kehitaman, massif, afanitik.

24. Lava 2 Parapati (Pal.2)

Secara umum berkomposisi andesitik-basaltik, berwarna abu-abu kehitaman pada yang segar, sedang pada yang lapuk berwarna abu-abu kecoklatan sampai kemerahan, tekstur porfiritik, fenokris plagioklas, gelas, dan piroksen, massif.

25. Lahar 4 Marapi (Lh.4)

Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning kecoklatan pada yang lapuk dan abu-abu kekuningan pada warna yang relatif segar.

26. Jatuhan Piroklastik Kayutanduk (Ktjp)

Litologinya secara umum berwarna abu-abu kehitaman, memperlihatkan perlapisan yang baik, perseligan antara batupasir dengan lapili, dominan litik setempat-setempat komponen lava (“bomb seg”) dengan diameter antara 10-75 cm, menyudut –menyudut tanggung.

27. Lava 1 Gantung (Gal.1)

Satuan ini berkomposisi andesitik-basaltik, tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen dalam masadasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik, masif.

28. Jatuhan Piroklastik 1 Gantung (Gajp.1)

Lapisan atas berwarna coklat, agak lapuk dan abu berwarna coklat keputihan, makin kebawah makin kasar, mengandung litik, scoria dan pumice. Pada bagian tengah berwarna abu-abu kecoklatan tebalnya 60 cm, laminasi, selang-seling pasir halus dan kasar. Sedang lapisan paling bawah berwarna coklat-coklat keabuan, agak keras, pumice dan scorianya tersebar.

29. Lava 2 Gantung (Gal.2)

Secara megaskopis lava tersebut berwarna abu-abu kehitaman, berkomposisi basaltic, masif, banyak mengandung lubang gas (vesikuler)

30. Jatuhan Piroklastik 2 gantung (Gal.2)

Secara umum satuan ini berwarna coklat kehitaman dan telah lapuk, dominan abu, pasir, benyak mengandung gelas dan mineral hitam.

31. Jatuhan Piroklastik 3 Gantung (Gal.3)

Umumnya berwarna abu-abu kehitaman dengan komposisi andesitik-basaltik, banyak mengandung xenolit berkomposisi andesitik, ukura antara 1-20 cm.

32. Endapan Kolovial (Kol)

Batuan penyusunnya terdiri dari fragmen-fragmen yang berkomposisi andesitik – basaltic dan scoria yang berukuran kerikil-bongkah, dengan matrik pasiran dan Lumpur.

Geofisika


Seismik

Pengamatan seismik dilakukan dari Pos PGA Batupalano, kecamatan Perwakilan Banuh Sei Puar, Kabupaten Agam secara menerus,dengan menggunakan satu komponen seismograf Hosaka seistem kabel dan dari Pos PGA Bukittinggi dengan menggunakan seismograf PS-2 sistem pancar (RTS), gempa-gempa umumnya sering didominasi oleh gempa vulkanik dangkal dan hembusan.

Geokimia


Hasil analisis conto air panas yang diambil dalam tahun 1969 masing-masing dari A Ange dekat Kota Baru, dari bagian hulu Batang Air Bangkawas dan Batang Air Kalat dekat Pariangan adalah sebagai berikut :


Air Ange dekat Kotabaru

Batang Air Bangkawas bagian hulu

Batang Air Kalat dekat Pariangan

Kekeruhan

Jernih

Jernih

Jernih

Warna

15

10

10 mg. Pt/l

Bau

t.a.

Spiritus

Kayubasah

Rasa

t.a.

t.a.

Agak asa

PH

5,0

7,4

3,9

Sisa kering

1560,0

2452,0

1448,0 mg/l

Sisa pijar

1160,0

1680,0

1232,0 mg/l

Hilang dalam pemijaran

400,0

772,0

216,0 mg/l

Kesadahan

28,4

58,6

21,8 °D

Ca2++

101,4

122,8

44,3 mg/l

Mg2+

61,6

179,7

67,7 mg/l

SiO2

152,0

150,0

80,0 mg/l

Derajat Oksidasi

4,4

2,2

20,5 mg/l KmnO4

CO2 bebas

-

184,0

- mg/l KmnO4

HCO3

-

909,1

- mg/l KmnO4

CO3

0,0

0,0

0,0 mg/l KmnO4

Asam Jumlah

197,7

-

4070,1 mg/l CaCO3

Asam Mineral Bebas

23,3

-

186,1 mg/l CaCO3

Fe3+ (jumlah)

0,00

0,00

0,00 mg/l CaCO3

Mn2+

0,60

0,00

0,20 mg/l CaCO3

SO42-

479,9

200,9

558,0 mg/l CaCO3

Cl-

156,8

303,1

135,9 mg/l CaCO3

K+ dan Na+ (dihitung sebagai Na+)

98,4

154,3

176,4 mg/l CaCO3

NO2-

0,00

0,00

0,00 mg/l CaCO3

Mitigasi Bencana Gunungapi


Daerah Bahaya

Berdasarkan kegiatan masa lampau yang ditunjukan G.Marapi, dimana produk hasil erupsi tersebut disekitarnya, umumnya bersifat eksplosif, walaupun ada singkapan lava di sekitar puncak.

Berdasarkan keadaan morfologinya, setengah lingkaran bagian timur akan lebih kecil terhadap bahaya aliran yang berasal dari puncak, namun demikian masih akan terancam oleh bahaya timpahan besar bom gunungapi atau bahaya eflata lainnya yang terhempas dari udara. Untuk menghindari bahaya lahar, maka daerah bahaya ini diperluas menurut lembah sungai yang hulunya berasal dari puncak gunungapi ini. Luas daerah bahaya ini lebih kurang 104,0 km2, dengan jumlah penduduk diperkirakan 16,337 jiwa (data tahun 1991).

Daerah Waspada

Daerah waspada umumnya adalah perluasan dari daerah bahaya. Berdasarkan berbagai aliran lava, lahar dan awan panas, daerah waspada ini diperlebar ke arah baratlaut, yakni sepanjang aliran Batang Air Rimbo Piatu dan ke arah tenggara sepanjang Lembah Batang Gadis.

Selain mengikuti sungai yang telah disebutkan di atas pada sungai lainnya atas pertimbangan morfologi gunungapi ini, daerah waspada ini diperpanjang mengikuti lajur sungai. Luas daerah waspada ini lebih kurang 168,2 km2, serta jumlah penduduk yang tinggal didalamnya lebih kurang 93,269 jiwa (data tahun 1991).

Jumlah penduduk di Daerah Bahaya G.Marapi Tahun 1991



JUMLAH PENDUDUK (Jiwa)

Kab/Kodya

Kecamatan

Daerah Bahaya

Daerah Waspada

Jumlah

1. Agam

Banuhampu Sungai Puar

5.992

15.511

21.433


IV Angkat Gadung

-

23.339

23.339






2. Tanah Datar

Batipuh

3.992

7.130

11.122


X Koto

6.423

15.392

21.815


Pariangan

-

4.806

4.806


Sungai Tarab

-

13.540

13.540


Salimpaung

-

8.194

8.194






3. Padang Panjang

Padang Panjang Timur

-

23.339

23.339

Jumlah

16.337

93.269

109.006

Daftar Pustaka


1. K. Kusumadinata, 1979., Data Dasar Gunungapi.

2. Tulus, dkk, 1985., Laporan Pengamatan dan Penyelidikan Seismik G.Marapi, Sumatera Barat.

3. L. Manalu, dkk, 1991., Laporan Pengumpulan Data G.Merapi dan G.Talang, Sumatera Barat.

4. Gede Suantika, dkk, 1992., Laporan Pengamatan Visual dan Seismik G.Marapi, Sumatera Barat.

5. Agus Solihin, dkk, 1992., Laporan Pemetaan G.Marapi, Sumatera Barat

6. K. Kusumadinata, dkk, 1979., Data Dasar Gunungapi.

7. Pemda Tingkat I Sumatera Barat, 1990., Penataan Desa SK. Gubernur Sumatera Barat No. 140.280.90.

8. Pemda Tingkat II Sumatera Barat, 1991., Penataan Desa SK. Gubernur Sumatera Barat No. 141/05/CBS/91.

9. Camat Salimpaung, 1991., Data Statistik Kecamatan Salimpaung, Sumatera Barat.

10. Camat Batipuh, 1991., Data Statistik Kecamatan Batipuh, Sumatera Barat.

11. Camat IV Angkat Candung, Banuhampu Sungai Puar, X.Koto, Pariangan, Sungai Tarab, 1991., Laporan Statistik Kependudukan dan lain-lain.

12. Camat Kubung, G.Talang, X.Koto Singkarak, lembang Jaya, Bukit Sundi, 1991., Laporan, Data Statistik Kependudukan dan lain-lain.

13. Hendrajaya, Lilik dan Hendro Laksono., Erupsi Gunungapi Suatu Tinjauan Fisika, Bandung, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA-ITB, 1988.

14. Shimozuru, D, 1972., The Surveillance and Prediction of volcanic Activity, Paris, United Nations Educational Scientific and Cultural Organization.

15. Tim Vulkanologi G.Gede, 1991., Laporan Krisis Kegempaan G.Gede, Bandung, Proyek Pengamatan/Pengawasan dan Pemetaan Gunungapi, Direktorat Vulkanologi.

16. Rivai Chaniago, 1981., Penelitian hasil penafsiran potret udara daerah G.Marapi dan sekitarnya, Sumatera Barat, Direktorat Vulkanologi, Bandung.

17. Ruska hadian, 1969., Daerah Bahaya Sementara G.Marapi, Sumatera Barat, Direktorat Vulkanologi Bandung.

18. Silitonga, P.H, 1975., Pemetaan Geologi lembar Solok, Sumatera Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar