MARAPI, Sumatera Barat
Compiler : Ony K. Suganda (ony@vsi.esdm.go.id)
Editor : Mas Atje Purbawinata
Keterangan Umum
Nama | : | Marapi |
Nama Lain | : | Merapi, Berapi (Neumann van Padang, 1951, p.22) |
Nama Kawah | : | Kaldera Bancah (A), Kapundan Tuo (B), Kabun Bungo (C), Kapundan Bongso (D), Kawah Verbeek atau Kapundan Tenga (D4). |
Nama Lapangan Solfatara | : | Sibangor Julu |
Lokasi a. Geografi
b. Administrasi |
:
:
|
0o 22’ 47,72” Lintang Selatan 100o 28’ 16,71” Bujur Timur
Sumatera Barat, Kabupaten Agam dan Kabupaten Batusangkar. |
Ketinggian | : | 2891,3 m dml |
Tipe Gunungapi | : | Strato |
Pendahuluan
Cara Pencapaian Puncak
Cara mencapai ke arah puncak ada tiga, yakni dari arah selatan menenggara, baratlaut dan selatan. Masing-masing untuk pendakian tersebut dimulai
Sejarah Letusan
1807 | Sampai 1822 dinyatakan adanya suatu letusan seperti dalam 1822. |
1822 | Terjadi kepulan asap hitam kelabu, disusul leleran lava disertai sinar api merah tua dalam waktu seperempat jam. Setelah itu terjadi asap dan awan debu selama setengah hari juga teramatai sinar api terus-menerus sampai keesokan harinya. Kerusakan yang diakibatkannya kecil (du Puy, 1845, p.12; Junghuhn, p.139-1240) |
1833-1834 | Beberapa letusan kecil telah terjadi. Tiang asap dan abu hitam tampak. Pada waktu malam terlihat bara api dari kawah. |
1845 | Terdengar suara bergemuruh di dalam bumi; terlihat api besar. |
1854 | Sejak 29 Agustus terjadi letusan abu selama beberapa hari. |
1855 | Pada 2 Oktober bekerja giat; terasa gempa dan adanya tiang asap disertai suara gemuruh terus-menerus. Pada sore harinya terlihat bara api, abu dan banyak batu terlempar. |
1856 | Dalam bulan Januari kadang-kadang terlihat pancaran api . |
1861 | Dalam April diberitakan Marapi bertambah kegiatannya. |
1863 | Pada 23 Mei senja hari terjadi letusan. Kepulan asap jelas terlihat. |
1871 | Pada 24 April terjadi hujan abu agak tebal sampai ke Bukittinggi. |
1876 | Pada 4 April suatu awan asap besar terlihat. Dalam bulan Agustus bongkah lava sebesar 10-12 m3 dilemparkan sejauh 280 m. |
| Dalam Agustus sampai Desember teramati letusan lava, abu dan bom. |
1877 | Sampai pertengahan tahun ini kegiatannya bertambah. |
1878 | Dalam Desember terdengar suara gemuruh selama 10 menit. |
1883 | Pada 5 Juni dan 27 Agustus terjadi letusan abu. Dalam Desember terjadi erupsi kecil. |
1885 | Pada 12 Nopember terlihat tiang asap. |
1886 | Pada 31 Maret terdengar suara gemuruh lima kali. Pada 1-2 April terjadi letusan abu, pada 18 April letusan abu dan pasir. Pada 27 April letusan abu dan terjadi hujan abu sampai Sumpur dan Simawang. Pada 29 April terjadi letusan kecil dua kali. Pada 1-3 Mei gempa bumi dapat dirasakan. |
1888 | Pada 19-20 Pebruari terjadi letusan abu dan batu pijar sampai tengah malam. Pada 20 Pebruari pukul 04.00 terdengar 2 kali ledakan, pukul 04.05 terjadi letusan, terdengar suara ledakan beberapa kali dan gempabumi, beberapa kali terlihat baraapi. Di Tiku hujan abu selama dua jam. Pada 21 Pebruari terlihat tiang asap hitam setinggi lk 400 m, selama beberapa jam. Suara seperti ledakan meriam kadang-kadang sampai 22 Pebruari malam. Pada 25 Pebruari kegiatan berkurang. Suara gemuruh terdengar sampai 9 Maret. |
1889, 1904, 1905, 1908, 1910, 1911, 1913 | Keterangan kurang jelas. |
1916 | Pada 5 Mei pukul 14.30 – 14.44 dan 7 Mei pukul 13.14 terdengar suara gemuruh. |
1917 | Pada 16 dan 18 Juni menurut Justesen terjadi ledakan kecil dan turun hujan abu. Pada 16 September terjadi letusan besar dan turun hujan abu sampai Bukittinggi. |
1918 | Pada 8 Maret terjadi suatu letusan. 10 Maret Justesen melihat dasar kawah merah darah dan kepulan asap biru disertai bualan batu kecil sampai beberapa meter. Pada pertengahan Agustus terjadi suatu ledakan disertai pancaran api. |
1919 | Pada 28 Pebruari atau 1 Maret terjadi ledakan dan awan abu. Juga adanya bongkah lava terlempar ke arah baratdaya. |
1925 | Pada 12-13 April Ziegler melihat suatu sumbat lava hitam pada dasar kawah. |
1927 | Pada 5 Pebruari pukul 01.30 terdengar suara letusan pukul 7.20 letusan dengan asap berbentuk kembang kol. Abu sampai di Padang Panjang. Pada 6 dan 7 Pebruari terjadi letusan kecil di Kepundan Bungo. Pada 7 Pebruari hujan abu sampai di Padang Panjang. Pada 11 Pebruari pukul 22.00 turun hujan abu di |
| Pada 28 April pukul 17.10 letusan abu, asap sampai setinggi lk. 2000 m. Dari akhir Mei sampai akhir Juni dicatat beberapa letusan kecil. Pada 3 Agustus terlihat tiang asap setinggi lk. 3 km. |
1929 | Pada 22 Juni terjadi letusan abu dan lava pijar terlempar. |
1930 | Pada 9 April terlihat lava pada rekahan di dasar kawah. Dalam Mei letusan. Pada 19 Juni erupsi juga menurut Neumann van Padang. Pada 2 September terjadi suatu letusan abu dan pasir disusul letusan kedua pukul 11.30. |
1932 | Menurut Neumann van Padang berdasarkan sebuah potret terjadi letusan. |
1949 | Pada 29 April letusan abu diawali dengan suara gempa bumi, setelah goncangan tersebut muncul awan berbentuk kol kembang. Kepulan asap terlihat sampai malam. Letusan tersebut berlangsung beberapa hari. Dalam Oktober kegiatan sama seperti dalam April, terjadi pada kira-kira pertengahan bulan danberlangsung selama satu minggu. |
1951 | Pada 22 Maret letusan abu dari Kepundan Bungsu. |
1952 | Pada 29 Mei suatu bualan asap berbentuk kol kembang setinggi 2000 sampai 3000 m sampai malam hari masih terlihat. Keesokan harinya hujan abu jatuh di Padang Pajang. Pada 31 Mei-4 Juni terlihat asap tebal bergerak ke arah tenggara. Pada 6 Juni letusan abu berbentuk kol kembang, pukul 09.45 setinggi 2 m. Pukul 09.52 disusul letusan pada 10.10 pagi itu juga. Hujan abu yang diakibatkannya berwarna abu-abu tua. Pada 7-14 Juni letusan abu yang lemah dapat diamati tiap hari. Kadang-kadang terlihat 3 tiang asap dari tiga tempat yang berlainan yang dapat dibedakan. Kegiatan berlangsung terus dan berganti-ganti. |
1955 | Kenaikan kegiatan |
1956 | Kenaikan kegiatan |
1957 | Kenaikan kegiatan |
1958 | Kenaikan kegiatan |
1967 | Kenaikan kegiatan |
1970 | Peningkatan Kegiatan |
1971 | Letusan abu di Kepundan B dan C |
1972 | Peningkatan kegiatan solfatara di Kawah B dan C dan Bungsu. |
1973 | Pada 24 Juli, letusan gas asap dalam Kawah Verbeek berwarna kehitam-hitaman setinggi 100 m. |
Geologi dan Petrologi
Geomorfologi
Berdasarkan bentuk permukaan, kemiringan lereng, pola aliran sungai dan bentuk lembahnya, maka G.Marapi dikelompokan menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu :
1. Satuan Morfologi Perbukitan Tua
Menempati bagian baratdaya, selatan dan timurlaut. Di bagian baratdaya, selatan antara lain meliputi daerah-daerah sekitar Bt. Pagu-pagu, Bt. Tilabung, Bt. Padang Setumpak, Bt. Jarat, Bt. Lesungbatu, Bt. Pituangin dan Rambatan. Sedangkan di bagian timurlaut meliputi daerah-daerah sekitar Bt. Cintomanis, Bt. Tandikit, Bt. Sidayu, Bt. Patupang, Bt. Selo dan Bt. Gadang. Dicirikan oleh bentuk perbukitan yang mempunyai relief kasar dan tidak merata, dengan garis ketinggian berkisar antara 700-1400 diatas permukaan laut.
Sebagian sungai-sungai yang terletak di bagian baratdaya satuan ini, memperlihatkan lembah yang dalam dan terjal, membentuk pola aliran dendrito-pararel. Secara genetika satuan morfologi di daerah ini dibentuk oleh batuan mega-sedimen, batugamping, lava, piroklastik dan lahar.
Di bagian selatan terdapat kerucut Bt.Pituanging yang mempunyai relief kasar dengan lereng yang terjal. Secara genetika satuan ini dibentuk aliran lava dan jatuhan piroklastik dengan tingkat pelapukan yang tinggi.
Dibagian timurlaut umumnya merupakan perbukitan yang terbentuk hasil intrusi batuan granit, dengan lereng-lerengnya yang terjal. Sungai-sungai memperlihatkan bentuk lembah yang curam dan dalam, membentuk pola aliran dendritik.
Pada umumnya satuan ini merupakan hutan belukar, terutama bagian baratdaya dan timurlaut, tetapi secara setempat-setempat daerah ini telah dikembangkan sebagai daerah pertanian, perkebunan, lading dan pemukiman penduduk.
2. Satuan Morfologi Kerucut Merapi
Berdasarkan bentuk permukaan, kemiringan lereng, pola aliran sungai dan bentuk lembanya, maka satuan ini dapat dikelompokan menjadi beberapa satuan morfologi, yaitu :
a. Satuan morfologi puncak dan kawah
Merupakan bekas daerah kawah maupun kawah yang masih aktif. Pada umumnya dicirikan oleh bentuk bentang alam yang terjal serta sebagian besar tanpa vegetasi, terletak pada garis ketinggian antara 2500-2891 m diatas permukaan laut. Bagian tertinggi dan tertua dari satuan ini adalah puncak G.Merapi. Batuan pembentuk umumnya berupa lava yang sebagian telah ditutupi jatuhan piroklastik.
b. Satuan morfologi lereng
Umumnya meliputi daerah yang mempunyai garis ketinggian antara 1200-2400 m diatas permukaan laut. Dicirikan oleh bentuk permukaan yang terjal dengan kemiringan lereng berkisar antara 40° - 80°.
c. Satuan morfologi lereng dan kaki
Mempunyai garis ketinggian sekitar 1000-1200 m diatas permukaan laut. Dicirikan oleh bentuk relief yang halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 20°, tetapi secara setempat-setempat pada tebing lembah alur sungai kemiringannya ada pula yang lebih besar dari 60°.
Sebagian besar daerah ini merupakan daerah yang sudah dikembangkan sebagai daerah pertanian, perkebunan, lading dan pemukiman penduduk.
d. Satuan morfologi dataran
Mempunyai garis ketinggian sekitar 650-850 m diatas permukaan laut, dicirikan oleh bentuk relief yang halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 10°. Satuan batuan yang membentuk morfologi ini umumnya adalah berupa endapan piroklastik dan lahar. Sebagian besar daerah ini merupakan daerah yang sudah dikembangkan sebagai daerah pertanian dan pemukiman penduduk.
Geologi dan Petrologi
Geologi
Dari hasil penyelidikan geologi gunungapi yang dikompilasikan dengan hasil analisa foto udara, maka dapat diuraikan urut-urutan satuan batuan dari yang tertua hingga termuda adalah sebagai berikut:
1. Satuan Batuan Tua (Tms)
Merupakan satuan batuan yang tertua yang dibentuk oleh batuan metasedimen dan telah mengalami pensesaran oleh sesar besar Sumatera. Penyebarannya terdapat di bagian timurlaut, baratdaya dan selatan. Litologinya terdiri dari lava basaltic, berwarna abu-abu tua sampai abu-abu kehijauan dan batupasir meta (kuarsit) berwarna kemerahan.
2. Satuan Endapan Vulkanik Non Merapi (Nmv)
Satuan batuan ini merupakan hasil endapan dari G.Singgalang dan erupsi kaldera Maninjau.Satuan batuan yang tersebar di bagian baratlaut dan utara merupakan endapan hasil erupsi kaldera Maninjau, berupa tufa batuapung. Umumnya terdiri dari serabut-serabut gelas dan fragmen batuapung, berwarna putih, agak kompak, setempat-setempat terdapat lapisan batupasir yang kaya akan kuarsa.
3. Jatuhan Piroklastik 1 Marapi (Majp.1)
Satuan batuan ini diperkirakan merupakan batuan tertua hasil G.Marapi, yang tersebar di bagian timur sampai ke tenggara. Secara umum cirri-ciri endapan ini berwarna kuning kecoklatan sampai coklat, terdapat lapisan lapili dominan pumice dengan ketebalan lk. 40 cm dan lapisan abu banyak mengandung mineral pirit.
4. Jatuhan Piroklastik 1 Sikumpar (Skjp.1)
Secara umum litologinya berwarna coklat kekuningan, ukuran butir lapili, dominan litik, terdapat pumice (batuapung). Satuan ini membentuk morfologi tersendiri berupa sisa kerucut eksentrik, dimana sebagian dari tubuhnya terhancurkan oleh letusan. Secara stratigrafi posisi satuan ini menutupi satuan jatuhan piroklastik 1 Marapi (Majp. 1).
5. Lava 1 Marapi (Mal.1)
Litologinya berupa lava andesitik berwarna abu-abu pada bagian yang segar dan abu-abu kehitaman pada bagian yang agak lapuk.
6. Lava 2 Marapi (Mal.2)
Litologinya berupa lava andesitik berwarna abu-abu kehitaman, agak lapuk, vesikuler pada bagian permukaan, sedangkan pada bagian yang segar berwarna abu-abu, tekstur porfiritik, terdapat mineral, pirit dan feldspar.
7. Lava 3 Marapi (Mal.3)
Litologinya berupa lava berwarna abu-abu kehitaman pada bagian yang lapuk dan abu-abu muda pada yang segar, berkomposisi andesitik, tekstur afanitik-porfiritik dengan fenokris plagioklas, dan piroksen, masadasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik.
8. Lava 4 Marapi (Mal. 4)
Litologinya berupa lava berwarna abu-abu pada bagian yang segar dan abu-abu keputihan pada bagian yang lapuk, berkomposisi andesitik, tekstur afanitik-porfiritik, fenokris plagioklas, gelas dan piroksen (sedikit) dengan masadasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik, memperlihatkan struktur “sheeting joint”.
9. Lava 5 Marapi (Mal.5)
Litologinya berupa lava berwarna abu-abu berkomposisi andesitik, tekstur afanitik, tersusun dari gelas, plagioklas dan klorit.
10. Lava 6 Marapi (Mal. 6)
Litologi berupa lava berkomposisi andesitik, berwarna abu-abu, bertekstur afanitik, terdiri dari plagioklas, gelas dan piroksen.
11. Lava 7 Marapi (Mal.7)
Litologinya berupa lava berkomposisi andesitik, berwarna abu-abu, tekstur porfiritik, fenokris plagioklas, gelas dan piroksen (sedikit), dengan masadasar gelas vulkanik.
12. Guguran Puing Marapi (Magp)
Litologinya berwarna coklat kehitaman dengan komponen lava andesitik-basaltik, diameter antara 5-40 cm, menyudut-menyudut tanggung, kemas terbuka, terpilah buruk dan masadasar pasir.
13. Lahar 1 Marapi (Lh.1)
Secara umum litologinya berwarna coklat kemerahan/kehitaman, komponennya dominan litik/batuan beku, berukuran kerikil-bongkah, membulat hingga membulat tanggung, terpilah buruk, matriknya abu-pasir, kompak.
14. Jatuhan Piroklastik 2 Marapi (Majp.2)
Secara umum litologinya berwarna coklat kekuningan, terdapat lapisan agak keras dominan pumice, ukuran lapili dengan ketebalan antara 20-30 cm.
15. Jatuhan Piroklastik 3 Marapi (Majp.3)
Litologinya berupa aliran piroklastik, berwarna abu-abu kecoklatan, banyak litik, pumice, scoria, matrik berupa pasir kasar, komponennya berukuran lapili hingga bongkah dengan diameter antara 1-40 cm, bentuknya menyudut hingga menyudut tanggung.
16. Jatuhan piroklastik 5 Marapi (Majp.5)
Litologinya berwarna coklat kehitaman dominan abu agak lapuk, mengandung pumice ukuran lapili terdapat “accretionary lapilli”.
17. Aliran Piroklastik 1 Sibakaljawi (Sjap.1)
Lapisan atas litologinya berwarna coklat keputihan, komponennya dominan litik, terdapat pumice, scoria dengan ukuran lapili-bongkah, padu, amtrik abu-pasir, kemas terbuka, terpilah buruk, menyudut-menyudut tanggung.
Lapisan bawah litologinya berwarna coklat-jingga, komponennya terdiri dari litik, scoria dan pumice. Secara umum ukuran komponennya lebih halus dibandingkan lapisan bagian atas.
18. Lava 1 Sibakjawi (Sj.1)
Litologinya berwarna abu-abu kehitaman, tekstur afanitik terdiri dari plagioklas, gelas dan piroksen.
19. Aliran Piroklastik 2 Sibakaljawi (Sjap.2)
Litologinya berwarna coklat kehitaman, fragmennya dominan litik dengan komposisi andesitik-basaltik, mengandung pumice, obsidian, ukuran 0,5-20cm, agak padu, menyudut-menyudut tanggung, masadasar pasir halus sampai sedang berwarna coklat kekuningan.
20. Lahar 3 Marapi (Lh.3)
Litologinya berwarna coklat-coklat kehitaman, terkonsolidasi, komponen terdiri dari lava andesitik-basaltik dengan diameter antara 0,5-10 cm, membulat-membulat tanggung, terpilah buruk, kemas tertutup dengan masadasar batupasir dan kadang-kadang terdapat bongkah lava.
21. Jatuhan Piroklastik Parapati (Pajp.)
Secara umum batuan piroklastik ini berwarna coklat, dominan abu, agak lapuk, terdapat lapisan lapili dominan pumice, scoria dan litik berwarna coklat kekuningan dengan ketebalan antara 20-30 cm.
22. Aliran Piroklastik Parapati (Paap)
Secara umum satuan ini berwarna coklat kemerahan, dominan scoria dan pumice dengan ukuran lapili atau berdiameter 1-7 cm, mengandung litik, terpilah buruk, amtriknya abu.
23. Lava 1 Parapati (Pal.1)
Secara umum berkomposisi andesitik-basaltik, berwarna abu-abu kehitaman, massif, afanitik.
24. Lava 2 Parapati (Pal.2)
Secara umum berkomposisi andesitik-basaltik, berwarna abu-abu kehitaman pada yang segar, sedang pada yang lapuk berwarna abu-abu kecoklatan sampai kemerahan, tekstur porfiritik, fenokris plagioklas, gelas, dan piroksen, massif.
25. Lahar 4 Marapi (Lh.4)
Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning kecoklatan pada yang lapuk dan abu-abu kekuningan pada warna yang relatif segar.
26. Jatuhan Piroklastik Kayutanduk (Ktjp)
Litologinya secara umum berwarna abu-abu kehitaman, memperlihatkan perlapisan yang baik, perseligan antara batupasir dengan lapili, dominan litik setempat-setempat komponen lava (“bomb seg”) dengan diameter antara 10-75 cm, menyudut –menyudut tanggung.
27. Lava 1 Gantung (Gal.1)
Satuan ini berkomposisi andesitik-basaltik, tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen dalam masadasar mikrolit plagioklas dan gelas vulkanik, masif.
28. Jatuhan Piroklastik 1 Gantung (Gajp.1)
Lapisan atas berwarna coklat, agak lapuk dan abu berwarna coklat keputihan, makin kebawah makin kasar, mengandung litik, scoria dan pumice. Pada bagian tengah berwarna abu-abu kecoklatan tebalnya 60 cm, laminasi, selang-seling pasir halus dan kasar. Sedang lapisan paling bawah berwarna coklat-coklat keabuan, agak keras, pumice dan scorianya tersebar.
29. Lava 2 Gantung (Gal.2)
Secara megaskopis lava tersebut berwarna abu-abu kehitaman, berkomposisi basaltic, masif, banyak mengandung lubang gas (vesikuler)
30. Jatuhan Piroklastik 2 gantung (Gal.2)
Secara umum satuan ini berwarna coklat kehitaman dan telah lapuk, dominan abu, pasir, benyak mengandung gelas dan mineral hitam.
31. Jatuhan Piroklastik 3 Gantung (Gal.3)
Umumnya berwarna abu-abu kehitaman dengan komposisi andesitik-basaltik, banyak mengandung xenolit berkomposisi andesitik, ukura antara 1-20 cm.
32. Endapan Kolovial (Kol)
Batuan penyusunnya terdiri dari fragmen-fragmen yang berkomposisi andesitik – basaltic dan scoria yang berukuran kerikil-bongkah, dengan matrik pasiran dan Lumpur.
Geofisika
Seismik
Pengamatan seismik dilakukan dari Pos PGA Batupalano, kecamatan Perwakilan Banuh Sei Puar, Kabupaten Agam secara menerus,dengan menggunakan satu komponen seismograf Hosaka seistem kabel dan dari Pos PGA Bukittinggi dengan menggunakan seismograf PS-2 sistem pancar (RTS), gempa-gempa umumnya sering didominasi oleh gempa vulkanik dangkal dan hembusan.
Geokimia
Hasil analisis conto air panas yang diambil dalam tahun 1969 masing-masing dari A Ange dekat Kota Baru, dari bagian hulu Batang Air Bangkawas dan Batang Air Kalat dekat Pariangan adalah sebagai berikut :
| Air Ange dekat Kotabaru | Batang Air Bangkawas bagian hulu | Batang Air Kalat dekat Pariangan |
Kekeruhan | Jernih | Jernih | Jernih |
Warna | 15 | 10 | 10 mg. Pt/l |
Bau | t.a. | Spiritus | Kayubasah |
Rasa | t.a. | t.a. | Agak asa |
PH | 5,0 | 7,4 | 3,9 |
Sisa kering | 1560,0 | 2452,0 | 1448,0 mg/l |
Sisa pijar | 1160,0 | 1680,0 | 1232,0 mg/l |
Hilang dalam pemijaran | 400,0 | 772,0 | 216,0 mg/l |
Kesadahan | 28,4 | 58,6 | 21,8 °D |
Ca2++ | 101,4 | 122,8 | 44,3 mg/l |
Mg2+ | 61,6 | 179,7 | 67,7 mg/l |
SiO2 | 152,0 | 150,0 | 80,0 mg/l |
Derajat Oksidasi | 4,4 | 2,2 | 20,5 mg/l KmnO4 |
CO2 bebas | - | 184,0 | - mg/l KmnO4 |
HCO3 | - | 909,1 | - mg/l KmnO4 |
CO3 | 0,0 | 0,0 | 0,0 mg/l KmnO4 |
Asam Jumlah | 197,7 | - | 4070,1 mg/l CaCO3 |
Asam Mineral Bebas | 23,3 | - | 186,1 mg/l CaCO3 |
Fe3+ (jumlah) | 0,00 | 0,00 | 0,00 mg/l CaCO3 |
Mn2+ | 0,60 | 0,00 | 0,20 mg/l CaCO3 |
SO42- | 479,9 | 200,9 | 558,0 mg/l CaCO3 |
Cl- | 156,8 | 303,1 | 135,9 mg/l CaCO3 |
K+ dan Na+ (dihitung sebagai Na+) | 98,4 | 154,3 | 176,4 mg/l CaCO3 |
NO2- | 0,00 | 0,00 | 0,00 mg/l CaCO3 |
Mitigasi Bencana Gunungapi
Daerah Bahaya
Berdasarkan kegiatan masa lampau yang ditunjukan G.Marapi, dimana produk hasil erupsi tersebut disekitarnya, umumnya bersifat eksplosif, walaupun ada singkapan lava di sekitar puncak.
Berdasarkan keadaan morfologinya, setengah lingkaran bagian timur akan lebih kecil terhadap bahaya aliran yang berasal dari puncak, namun demikian masih akan terancam oleh bahaya timpahan besar bom gunungapi atau bahaya eflata lainnya yang terhempas dari udara. Untuk menghindari bahaya lahar, maka daerah bahaya ini diperluas menurut lembah sungai yang hulunya berasal dari puncak gunungapi ini. Luas daerah bahaya ini lebih kurang 104,0 km2, dengan jumlah penduduk diperkirakan 16,337 jiwa (data tahun 1991).
Daerah Waspada
Daerah waspada umumnya adalah perluasan dari daerah bahaya. Berdasarkan berbagai aliran lava, lahar dan awan panas, daerah waspada ini diperlebar ke arah baratlaut, yakni sepanjang aliran Batang Air Rimbo Piatu dan ke arah tenggara sepanjang Lembah Batang Gadis.
Selain mengikuti sungai yang telah disebutkan di atas pada sungai lainnya atas pertimbangan morfologi gunungapi ini, daerah waspada ini diperpanjang mengikuti lajur sungai. Luas daerah waspada ini lebih kurang 168,2 km2, serta jumlah penduduk yang tinggal didalamnya lebih kurang 93,269 jiwa (data tahun 1991).
Jumlah penduduk di Daerah Bahaya G.Marapi Tahun 1991
|
| JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) | ||
Kab/Kodya | Kecamatan | Daerah Bahaya | Daerah Waspada | Jumlah |
1. Agam | Banuhampu Sungai Puar | 5.992 | 15.511 | 21.433 |
| IV Angkat Gadung | - | 23.339 | 23.339 |
|
|
|
|
|
2. Tanah Datar | Batipuh | 3.992 | 7.130 | 11.122 |
| X Koto | 6.423 | 15.392 | 21.815 |
| Pariangan | - | 4.806 | 4.806 |
| Sungai Tarab | - | 13.540 | 13.540 |
| Salimpaung | - | 8.194 | 8.194 |
|
|
|
|
|
3. | | - | 23.339 | 23.339 |
Jumlah | 16.337 | 93.269 | 109.006 |
Daftar Pustaka
1. K. Kusumadinata, 1979., Data Dasar Gunungapi.
2. Tulus, dkk, 1985., Laporan Pengamatan dan Penyelidikan Seismik G.Marapi, Sumatera Barat.
3. L. Manalu, dkk, 1991., Laporan Pengumpulan Data G.Merapi dan G.Talang, Sumatera Barat.
4. Gede Suantika, dkk, 1992., Laporan Pengamatan Visual dan Seismik G.Marapi, Sumatera Barat.
5. Agus Solihin, dkk, 1992., Laporan Pemetaan G.Marapi, Sumatera Barat
6. K. Kusumadinata, dkk, 1979., Data Dasar Gunungapi.
7. Pemda Tingkat I Sumatera Barat, 1990., Penataan Desa SK. Gubernur Sumatera Barat No. 140.280.90.
8. Pemda Tingkat II Sumatera Barat, 1991., Penataan Desa SK. Gubernur Sumatera Barat No. 141/05/CBS/91.
9. Camat Salimpaung, 1991., Data Statistik Kecamatan Salimpaung, Sumatera Barat.
10. Camat Batipuh, 1991., Data Statistik Kecamatan Batipuh, Sumatera Barat.
11. Camat IV Angkat Candung, Banuhampu Sungai Puar, X.Koto, Pariangan, Sungai Tarab, 1991., Laporan Statistik Kependudukan dan lain-lain.
12. Camat Kubung, G.Talang, X.Koto Singkarak, lembang Jaya, Bukit Sundi, 1991., Laporan, Data Statistik Kependudukan dan lain-lain.
13. Hendrajaya, Lilik dan Hendro Laksono., Erupsi Gunungapi Suatu Tinjauan Fisika, Bandung, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA-ITB, 1988.
14. Shimozuru, D, 1972., The Surveillance and Prediction of volcanic Activity,
15. Tim Vulkanologi G.Gede, 1991., Laporan Krisis Kegempaan G.Gede, Bandung, Proyek Pengamatan/Pengawasan dan Pemetaan Gunungapi, Direktorat Vulkanologi.
16. Rivai Chaniago, 1981., Penelitian hasil penafsiran potret udara daerah G.Marapi dan sekitarnya, Sumatera Barat, Direktorat Vulkanologi,
17. Ruska hadian, 1969., Daerah Bahaya Sementara G.Marapi, Sumatera Barat, Direktorat Vulkanologi
18. Silitonga, P.H, 1975., Pemetaan Geologi lembar Solok, Sumatera Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar