28 Maret 2009

DEFORMASI GPS GUNUNGAPI

Prinsip Dasar

Metode yang paling banyak digunakan untuk pemantauan gunung api di Indonesia saat ini adalah metode seismik. Metode seismik yang menggunakan sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam gunung api. Disamping metode seismik, metode deformasi pun cukup banyak diaplikasikan dalam pemantauan gunung api dengan menggunakan berbagai macam sensor atau sistem, dan metode ini dianggap punya potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pemantauan aktivitas gunung api. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunung api, baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

Pada prinsipnya deformasi dari tubuh gunungapi dapat berupa penaikan permukaan tanah (inflasi) ataupun penurunan permukaan tanah (deflasi). Deformasi yang berupa inflasi umumnya terjadi karena proses gerakan magma ke permukaan yang menekan permukaan tanah di atasnya. Dalam hal ini deformasi yang maksimal biasanya teramati tidak lama sebelum letusan gunungapi berlansung. Sedangkan deformasi berupa deflasi umumnya terjadi selama atau sesudah masa letusan. Pada saat itu tekanan magma di dalam tubuh gunungapi telah melemah. Pada saat itu permukaan tanah cenderung kembali ke posisinya semula. Gejala deformasi gunungapi akan menyebabkan pergeseran posisi suatu titik di tubuh gunungapi. Pergeseran posisi tersebut dapat terjadi baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

Pengukuran GPS dilakukan dengan menggunakan satelit. Satelit GPS secara kontinyu mengirimkan sinyal-sinyal gelombang pada 2 frekuensi L-band yang dinamakan L1 dan L2. Sinyal L1 berfrekuensi 1575.42 MHz dan sinyal L2 berfrekuensi 1227.60 MHz. Sinyal L1 membawa 2 buah kode biner yang dinamakan kode-P (P-code, Precise atau Private code) dan code-C/A (C/A code, Clear Acces atau Coarse Acquisation), sedangkan sinyal L2 hanya membawa kode-C/A. Dengan mengamati sinyal-sinyal dari satelit dengan GPS penerima (Receiver) dalam jumlah dan waktu yang cukup, seseorang kemudian dapat memprosesnya untuk mendapatkan informasi posisi, kecepatan ataupun waktu secara cepat dan teliti. Pada dasarnya pemantauan deformasi dengan GPS adalah selisih posisi/koordinat (L,B,H/X,Y,Z) dari suatu titik pantau/bench mark pada pengukuran periode satu dengan pengukuran periode berikutnya. Pemantauan deformasi dengan GPS dapat di bagi dua yaitu pemantauan secara kontinyu dan pemantauan secara episodik. Prinsip pemantauan deformasi secara kontinyu yaitu pemantauan terhadap perubahan koordinat beberapa titik yang mewakili sebuah gunungapi dari waktu ke waktu. Metode ini, menggunakan beberapa alat penerima sinyal (reciever) GPS yang ditempatkan pada beberapa titik pantau pada punggung dan puncak gunungapi, serta pada suatu pusat pemantau (stasiun referensi) yang merupakan pusat pemroses data. Pusat pemantau adalah suatu lokasi yang telah diketahui koordinatnya, dan sebaiknya ditempatkan di kota yang terdekat dengan gunungapi yang bersangkutan (misalkan di pos pengamatan gunungapi). Koordinat titik-titik pantau tersebut kemudian ditentukan secara teliti dengan GPS, relatif terhadap pusat pemantau, dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial secara real-time. Untuk itu data pengamatan GPS dari titik-titik pantau harus dikirimkan secara real-time ke pusat pemantau untuk diproses bersama-sama dengan data pengamatan GPS dari pusat pemantau. Pengiriman data ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan satelit komunikasi ataupun telemetri dengan gelombang radio.

Pusat pemantau adalah suatu lokasi yang telah diketahui koordinatnya, dan sebaiknya ditempatkan di kota yang terdekat dengan gunungapi yang bersangkutan (misalkan di pos pengamatan gunungapi). Koordinat titik-titik pantau tersebut kemudian ditentukan secara teliti dengan GPS, relatif terhadap pusat pemantau, dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial secara real-time. Untuk itu data pengamatan GPS dari titik-titik pantau harus dikirimkan secara real-time ke pusat pemantau untuk diproses bersama-sama dengan data pengamatan GPS dari pusat pemantau. Pengiriman data ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan satelit komunikasi ataupun telemetri dengan gelombang radio.

Dalam proses pemantauan aktivitas (geometrik) gunungapi dengan GPS, sebagai contoh, kalau jarak antara dua titik pantau yang diletakkan sebelah menyebelah sisi gunungapi secara sistematis semakin memanjang dari waktu ke waktu, atau beda tinggi antara titik-titik pantau dengan pusat pemantau makin membesar secara kontinyu, maka kita harus waspada bahwa mungkin gunung yang bersangkutan akan meletus. Perlu ditekankan di sini bahwa untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang lebih konprehensif tentang aktivitas gunungapi tersebut, informasi geometrik yang diberikan oleh GPS sebaiknya diintegrasikan dengan informasi-informasi vulkanologis. Pemantauan secara episodik yaitu, pemantauan GPS terhadap titik-titik pantau secara berkala, yang membedakannya dengan pemantauan secara kontinyu, adalah disini pemantauan dilakukan pada periode tertentu dengan metode pengukuran secara statik.


Lokasi Pusat Tekanan

Dalam konteks deformasi gunungapi, data vektor pergeseran titik-titik pada tubuh gununapi yang bersangkutan dapat digunakan untuk menentukan karakteristik (seperti lokasi) dari pusat tekanan penyebab terjadinya pergeseran posisi titik-titik tersebut. Dalam hal ini model Mogi umum digunakan untuk menentukan lokasi dari pusat tekanan tersebut (Gambar 1):

Perlu ditekankan di sini bahwa dalam penentuan pusat tekanan yang hasilnya ditunjukkan pada Gambar 1 ini, pendekatan dari Nisihi [6] digunakan dalam implementasi model Mogi. Pada pendekatan Nishi ini, yang digunakan sebagai kriteria untuk pencarian lokasi posisi pusat tekanan yang paling sesuai dengan pola vector pergeseran titik-titik adalah kesesuaian antara perubahan panjang baseline yang diamati dengan perubahan panjang baseline yang dihitung dengan model Mogi.Pada pendekatan Nishi, perubahan panjang baseline (∆L12) antara titik-1 (x1,y1) dengan titik-2 (x2,y2) dihitung dengan formula berikut:


dimana ∆L12obs dan ∆L12calc adalah perubahan panjang baseline yang diamati dan dihitung, dan σi adalah deviasi standar dari perubahan panjang baseline yang diamati.


3 komentar:

  1. btw, kenapa dalam penentuan posisi sumber tekanan kebanyakan memakai model mogi?
    keunggulannya apa ya?

    terus bedanya seismik yang kita bisa melihat posisi sumber tekanan/ sumber gempa juga?

    BalasHapus
  2. mas, mau minta ijin minta tulisan di atas untuk tugas saya,
    terimakasih.

    BalasHapus
  3. Tulisan yang baik! Sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas

    BalasHapus